Skip to content

Panggilan yang Mengubah

Saudaraku,

Iman seperti yang dimiliki Abraham adalah modal awal iman yang harus dimiliki oleh setiap orang percaya. Kalau modal awal saja tidak dimiliki, bagaimana memiliki iman yang bertumbuh dalam standar umat Perjanjian Baru? Iman menuntut perjuangan dan keteguhan hati. Abraham mempertahankan imannya melalui perjuangan yang sangat berat. Ujian demi ujian imannya dilalui dengan baik, sampai ia pantas disebut sebagai bapa orang percaya. Iman bukan sesuatu yang seakan-akan bisa datang dengan sendirinya atas seseorang oleh penentuan Tuhan. Iman adalah perjuangan untuk mengerti keinginan Tuhan dan melakukannya serta memenuhi rencana-Nya. Itulah isi yang terkandung dalam percaya Abraham.

Orang-orang yang terhisap sebagai anak-anak Abraham wajib hidup seperti dia dalam ketaatannya kepada Allah yang memanggilnya. Allah memanggil untuk mengubah Abraham dan membawanya ke dalam suasana hidup yang baru sebagai musafir, hal ini sama dengan orang percaya. Allah memanggil orang percaya untuk mengubah mereka dan membawanya pada suasana baru sebagai musafir di bumi ini. Kalau seseorang mengaku percaya kepada Tuhan, ia harus mengerti apa yang dikehendaki oleh Tuhan dan melakukannya. Namun ironis, ternyata banyak orang Kristen yang sebenarnya belum percaya kepada Tuhan.

Jadi sangatlah jelas, bahwa percaya adalah tindakan untuk melakukan kehendak dan rencana dari ‘Sang Objek’ (dalam hal ini Tuhan) yang dipercayai. Abraham setia melakukan perintah Tuhan sebagai musafir dengan meninggalkan Ur-Kasdim. Ketaatannya membuka mata imannya melihat apa yang orang lain tidak melihatnya, yaitu tanah air surgawi (Ibr. 11:13-16). Walau ia belum menginjak negeri itu, tetapi ia telah melihatnya dari jauh. Ketaatan Nuh juga dapat membuka imannya terhadap bencana banjir yang akan melanda bumi. Seakan-akan ia telah melihat banjir itu telah melanda bumi. Itulah sebabnya dengan yakin ia memberitahu kepada orang-orang pada zamannya mengenai hukuman itu (2Ptr. 2:5).

Orang percaya harus belajar kebenaran Injil dengan benar dan sepenuh hati berani mempercayai segala sesuatu yang dikatakan oleh firman Tuhan, maka ia akan melihat apa yang orang lain tidak lihat. Paulus sebagai contohnya; ia memperhatikan apa yang tidak kelihatan (2Kor. 4:18). Itulah sebabnya ia berani berkata bahwa perjalanan hidupnya bukan karena melihat, melainkan karena percaya (2Kor. 5:1-7). Inilah iman yang sejati; iman dalam tindakan yang mengubah hidup.

Saudaraku,

Allah memanggil Abraham sebab Ia sedang mengupayakan manusia untuk memperoleh jalan keluar dari keadaannya yang menuju kebinasaan karena dosa. Tuhan memilih Abraham sebagai sahabat-Nya sebab dari Abraham lahir suatu bangsa, yaitu bangsa Yahudi. Dari bangsa ini lahir seorang Juru Selamat atau Kristus (Yoh. 4:22). Itulah sebabnya sebagai yang mengawali iman umat pilihan, Abraham harus memiliki kehidupan iman yang mengarah kepada Kerajaan Surga. Abraham hidup di bumi hanya memenuhi panggilan untuk menemukan negeri surgawi (Ibr. 11:8-16). Ia adalah manusia rohani yang harus menjadi teladan bagi semua orang yang mengaku sebagai anak-anak Abraham.

Kehidupan Abraham telah menunjukkan bagaimana seharusnya orang percaya menjalani hidupnya. Abraham begitu ekstrem terhadap Tuhan. Apa pun yang diperintahkan Tuhan, ia lakukan, termasuk untuk “menyembelih” anaknya sendiri sebagai korban bakaran. Iman seperti inilah yang seharusnya dimiliki oleh orang percaya. Jadi kalau berbicara mengenai iman Abraham, harus mengerti benar pergumulan hidup Abraham dalam memercayai Allah. Iman Abraham adalah tindakan yang ekstrem dalam memercayai Allah tanpa batas. Percaya Abraham bukan hanya sebuah aktivitas pikiran atau pengaminan akali, melainkan tindakan konkret. Kalau mengaku sebagai orang percaya dan bagian dari anak-anak Abraham, maka kita harus memiliki iman seperti dia. Kalau hendak memiliki berkat Abraham, berarti kita juga harus memiliki sikap ekstrem terhadap Tuhan.

Dalam Perjanjian Baru, untuk mengerti apa yang dikehendaki dan direncakan oleh Tuhan, haruslah kita membedah semua isi Alkitab yang berepisentrum atau berpusat pada Injil. Semua yang tertulis dalam Alkitab berpusat pada pribadi Tuhan Yesus, yaitu apa yang diajarkan dan dilakukan oleh-Nya. Dengan memahami apa yang diajarkan dan dilakukan Tuhan Yesus, kita baru mengerti apa yang harus kita lakukan sesuai dengan keinginan-Nya. Jadi, kalau seseorang tidak belajar untuk mengerti apa yang diajarkan dan dilakukan Tuhan guna memahami kehendak dan rencana-Nya, berarti tidak percaya kepada Tuhan. Betapa naifnya, banyak orang Kristen yang merasa sudah percaya kepada Tuhan tetapi sebenarnya belum percaya dengan benar. Iman mereka bukanlah iman yang menyelamatkan. Iman adalah tindakan nyata dalam melakukan kehendak Allah.

 

Teriring salam dan doa,

Dr. Erastus Sabdono