Skip to content

Nurani Ilahi

 

Kalau kita percaya bahwa Yesus adalah Sang Penebus, berarti kita bicara soal kepemilikan. Namun mengapa banyak orang tidak bersedia dimiliki oleh Tuhan? Sejatinya saat seseorang berkata, “Ampuni dosaku, Tuhan,” mau tidak mau, dia harus perbaiki hidupnya. Jangan hanya menjadikan Tuhan sebagai “tukang sapu dosa.” Dikotori lagi, minta ampun, bersihkan lagi. Kenapa Iblis tidak bisa diampuni dosanya? Karena tidak bisa diperbaiki lagi. Jadi, kalau kita tidak bisa diperbaiki, Iblislah bapa kita. Maka kita harus tetap dalam firman-Nya, supaya kita benar-benar bisa berkembang. Murid belajar dan bertumbuh atau berkembang. Sehingga kita akan mengenal kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan. Ini sebuah perjuangan. 

Oleh sebab itu, dalam kekristenan, pokok-pokok bahasan mengenai keselamatan itu termasuk penebusan, dan juga pembenaran. Puji Tuhan, kita telah dibenarkan oleh Tuhan Yesus, artinya kita orang berdosa, kita dibenarkan supaya benar-benar menjadi benar. Kita disucikan supaya benar-benar menjadi suci. Namun kemudian, bukan berarti kita menjadi pasif. Justru orang yang telah ditebus, berarti kepemilikan hidupnya diambil supaya ia benar-benar menjadi benar. Apa respons kita selama ini terhadap penebusan darah Tuhan Yesus? Sayangnya, betapa banyak orang bodoh dan tidak mengerti. Mereka berpikir kalau Allah telah mengampuni, berarti Allah sudah menganggap dosanya hilang dan lenyap. Seperti seorang yang berutang, lalu dianggap beres utangnya. Padahal Alkitab berkata, “Kita semua adalah orang berutang, bukan untuk hidup menurut daging, melainkan hidup menurut Roh.” Jadi kita harus hidup dipimpin Roh, dan untuk bisa hidup dipimpin oleh Roh, orang harus punya nurani ilahi.

Jadi, selama kita masih mau bertobat, masih ada kesempatan diampuni. Namun kalau sudah mati, jiwa dan roh menyatu, tidak ada lagi kesempatan untuk diperbaiki. Itu merupakan prestasi terakhir hidup seseorang, hidup kita. Jadi, kalau Tuhan berkata, “Haruslah kamu sempurna seperti Bapa di surga sempurna,” artinya hati nurani kita harus bersih. Bagaimana kita bisa memiliki kebersihan hati nurani? Kalau kita selalu mendengar firman yang murni, karena firman itu memerdekakan. Hati nurani adalah kemampuan yang dimiliki manusia dari fenomena moralnya untuk menetapkan dan memutuskan apa yang baik dan buruk secara subjektif. Di sini, hati nurani berfungsi sebagai pembuat peraturan, tetapi sekaligus menentukan yang baik dan yang tidak baik, yang benar dan yang tidak benar.

Dalam bahasa Ibrani, kata hati nurani itu kilyah כִּלְיָה, yang artinya ginjal. Fungsi ginjal adalah untuk memisahkan apa yang harus dibuang dan mana yang bisa masuk ke dalam tubuh. Kalau nurani orang sudah rusak, dia tidak bisa memisahkan mana yang baik dan tidak baik, mana yang berkenan dan tidak berkenan, juga mana yang sempurna dan yang tidak sempurna. Kejatuhan manusia dalam dosa membawa manusia pada kondisi di mana hati nuraninya tidak bisa didewasakan atau disempurnakan sesuai dengan level yang Bapa inginkan. Inilah yang disebut dengan “manusia telah kehilangan kemuliaan Allah.” Kehilangan kemuliaan Allah, bukan kemuliaan manusia. Sebab manusia tetap memiliki kemuliaan yang lebih dari hewan atau makhluk mana pun. Akan tetapi manusia tidak bisa menjadi sempurna seperti Allah. Itu masalahnya. Hilangnya kemuliaan Allah bukan berarti manusia jadi rusak sama sekali. Namun ada kemuliaan manusia yang dalam batas-batas tertentu juga dinilai baik. 

Reaksi kita terhadap kebenaran akan membangun nurani. Kalau yang didengar adalah suara Allah—karena manusia bukan hanya hidup dari roti, melainkan dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah—maka pikiran perasaan Allah yang diserap, nuraninya menjadi nurani ilahi. Jadi Roh Kudus diberikan kepada kita, agar Roh Kudus menuntun kita kepada segala kebenaran, agar kita mengerti kebenaran, lalu nurani kita menjadi nurani ilahi. Sehingga, kalau kita mau memiliki nurani ilahi, kita harus mendengar firman yang murni, dan harus berani meninggalkan kewajaran hidup. Kita nggak boleh materialistis sama sekali.  Tuhan Yesus sudah mengajarkannya ketika Ia berkata, “Jangan kumpulkan harta di bumi, kumpulkanlah harta di surga. Sebab di mana hartamu di situ hatimu berada. Mata adalah pelita tubuh.” Ironis, sejujurnya, rata-rata kita masih materialistis, paling tidak, mau hidup wajar.

Seandainya kita bisa punya segala kekayaan, kehormatan, dan usia hidup kita masih seratus tahun lagi, namun harus diingat bahwa semua ada ujungnya, ada akhirnya. Dan di ujung umur hidup kita, tidakkah kita takut jika masih hidup sembarangan? Padahal mungkin saja sisa umur kita tinggal sepuluh tahun, atau kurang, tetapi mengapa kita berani ambil resiko? Jadi, kejatuhan manusia ke dalam dosa membawa manusia terjual di bawah kuasa dosa. Dosa di situ artinya “luncas” atau “meleset,” yang membuat manusia tidak bisa tepat seperti yang Allah kehendaki. Penebusan dalam Yesus Kristus memungkinkan seseorang mendapat meterai Roh Kudus dan meterai itu bukan materai pasif, melainkan aktif. Materai itu bisa diaktifkan melalui respons kita belajar firman. Sehingga kelumpuhan hati nurani yang tidak bisa mencapai kesucian Allah akan bisa jalan atau bangkit, karena fasilitasnya disediakan.