Seandainya setiap hari, semua berkat yang Tuhan sediakan kita serap semua, kita akan bertumbuh dengan baik. Itulah sebabnya manna yang TUHAN berikan di padang gurun tidak boleh disimpan kecuali pada hari Sabat. Ada kuota setiap hari. Pastikan, pada waktu kita meninggal dunia, kita berkeadaan berkenan di hadapan Tuhan. Dalam perdagangan, kita bisa memastikan akhir tahun untung atau tidak itu karena setiap hari kita melihat neraca. Kalau tiap hari kita untung, maka akhir tahun pasti untung; dan sebaliknya. Setiap hari, kita akan mendapatkan pengalaman-pengalaman di mana kita harus memilih: hidup suci atau melanggar kehendak Tuhan. Dari situ, kita bisa melihat neraca kekudusan kita.
Kita memang masih memiliki kekurangan atau kelemahan. Kekurangan kita apa? Ditanggulangi dan diakui. Kita harus berani berkata kepada Tuhan, “Tuhan, masih adakah salah yang kulakukan? Tolong tunjukkan. Kalau ada, aku mau akui, bertobat, dan meninggalkannya. Adakah kesenangan-kesenangan dunia yang mengikat hatiku dan kuberhalakan? Yang merupakan langkah ketidaksetiaanku kepada-Mu. Tuhan, aku mau tinggalkan. Tuhan, adakah motivasi yang salah dalam hidupku untuk melayani Engkau?” Kita akan dididik Tuhan. Kuota yang Tuhan berikan itu akan efektif karena kelemahan kita tidak sekaligus terkikis, namun melalui pengalaman-pengalaman yang terjadi setiap hari. Dan kalau kita bisa melewati semua ini, luar biasa.
Tuhan adalah arsitek jiwa kita, Ia tahu bagaimana membentuk setiap individu. Coba kita renungkan, mengapa Tuhan nanti memberi kita nama baru? Sebelum kita dilahirkan, sejatinya kita sudah dilahirkan oleh Allah di pikiran-Nya. Dan Allah menghendaki kita jadi manusia macam apa, yang bagaimana. Lalu Allah membentuk dengan kuota-kuota-Nya setiap hari supaya ketika kita meninggal dunia, kita menjadi manusia seperti yang Allah rancang. Dan biasanya, nama terkait dengan keadaan orang itu. Maka Tuhan memberi nama kepada kita ketika Dia merancang. Dia bukan hanya melahirkan kita di pikiran-Nya, namun juga merancang di pikiran-Nya manusia macam apa kita ini. Dan nama apa yang patut kita miliki ketika nanti kita mati dan ada di Kerajaan Surga.
Maka kalau kuota-kuota itu kita penuhi setiap hari, kita menjadi manusia sesuai dengan rancangan Allah. Nama kita yang lama diganti dengan nama yang Allah miliki. Jadi, jangan kita berkata, “Aman hari ini, masih aman, belum mati,” lalu kita sembarangan menjalani hidup. Itu berarti kita menyia-nyiakan kesempatan untuk bertumbuh. Jangan takut berjanji untuk hidup suci, jangan takut berjanji hidup tidak bercacat, tidak bercela. Kenapa? Supaya kita tidak memberi ruangan dosa dalam hidup kita. Hanya satu yang kita takuti dalam hidup ini, Tuhan. Dan perasaan takut akan Allah itu tidak bisa kita miliki dalam sekejap. Kita harus punya komitmen, “Aku memilih takut akan Allah,” dikembangkan dengan kehidupan yang tiap hari kita jaga.
Takut akan Allah akan berkembang, kesucian kita pun akan berkembang, maka karakter kita akan berubah. Kita bisa menjadi berkat bagi orang lain. Sebab pada akhirnya, Tuhan hanya mau kita lulus. Kata “lulus” dalam bahasa Yunani itu bisa berarti “sempurna” (τέλειός – teleios). Kita harus lulus, dan yang paling kita harus taklukkan adalah diri kita sendiri. Ini musuh paling mengerikan dan paling merusak. Kalau dari muda kita sudah taklukkan diri kita, maka dewasa nanti kita akan sempurna dan tidak bisa gagal. Apa pun yang kita lakukan, diberkati. Allah itu hidup! Jadi jangan kita sembarangan. Miliki krisis ini! Yang karenanya membuat kita hidup bertanggung jawab.
Kita harus memaksa diri sendiri, sebab dunia ini keras meracuni dan mempengaruhi kita. Jadi jangan biarkan satu dosa melekat yang membuat Tuhan tidak berkenan. Maka kita perlu waktu setiap hari berhadapan dengan Tuhan, lalu melakukan simulasi seakan-akan kita di hadapan Tuhan. Lalu Tuhan bertanya, “Sudah beres belum hidupmu?” Kalau kita membuat simulasi di hadapan Tuhan, maka Roh Kudus akan bicara memberitahukan bagian mana yang masih belum tepat. Sehingga tidak mungkin nanti pada saat di depan takhta pengadilan kita berkata, “Saya tidak tahu, Tuhan,” Tuhan pasti beri tahu. Kadang-kadang justru teolog, pendeta, yang merasa sudah benar yang tidak periksa diri. Kita harus merendahkan diri.
Tuhan tidak memberikan kita pencobaan melampaui kekuatan kita. Kalau ada, itu biasanya karena kita tidak berjaga-jaga. Seharusnya, kita bisa menghadapi segala keadaan dengan teduh karena kita kuat, kita bergantung kepada Tuhan dalam perjumpaan pribadi. Dalam perjumpaan itulah kita memiliki keyakinan Allah yang kuat, yang tidak bisa dibahasakan. Tapi keyakinan yang kuat itu membuat damai sejahtera yang melampaui segala akal dan pastinya kalau kita berjaga-jaga setiap hari berhadapan dengan Tuhan, maka kita bisa berkata, “Tuhan, aku tidak tahu hari esok, tapi aku tahu Engkau yang pegang hari esok.” Tuhan tidak akan meninggalkan kita.