Ada satu hal yang mestinya sangat membingungkan, benar-benar absurd (tidak masuk akal), yaitu ketika seseorang menjalani hidup tanpa pengharapan. Tetapi herannya hampir semua orang hidup dengan cara itu. Hidup kita ini seperti Bengawan Solo, akhirnya ke laut. Ini lagu keroncong yang digubah oleh seorang penggubah lagu keroncong dari Jawa yang bernama Gesang. Setiap kita adalah orang-orang yang akhirnya ke laut, tidak ada seorang pun kita yang dapat menghindarkan diri dari realitas ini. Kita ada di dalam aliran perjalanan waktu yang terus membawa kita sampai ke ujung. Dan tidak seorang pun kita tahu di mana ujung dari perjalanan waktu kita. Kita tidak tahu di mana muara, kapan kita sampai di muara waktu hidup kita.
Ironis, banyak manusia atau hampir semua manusia, tidak memikirkan muara kehidupannya atau ujung dari akhir kehidupannya. Seakan-akan jalan ini tiada berujung. Kecuali waktu dokter berkata bahwa ia mengidap penyakit kanker stadium akhir, barulah ia memikirkan kematiannya. Dan sebenarnya, inilah yang dikerjakan oleh kuasa kegelapan. Iblis menjauhkan pikiran dari perenungan muara hidup, supaya manusia tidak mempersiapkan diri untuk berhadapan dengan Allah. Padahal, ketika seseorang menutup mata, ia harus mempertanggungjawabkan apa yang dilakukannya ketika hidup di bumi. Setan menipu banyak orang, seakan-akan hidup ini gratis, tidak ada pertanggungjawaban. Manusia menjadi sesat, bergumul dari satu persoalan ke persoalan lain, dari satu keinginan ke keinginan lain, dari satu kenikmatan ke kenikmatan lain. Padahal, pada akhirnya, setiap kita akan berdiri di hadapan takhta pengadilan Allah.
Mestinya kita merasa berutang kepada Allah yang memberi hidup, yang kita harus membayar. Jangan berkata, “Ini salah-Nya sendiri, mengapa aku jadi manusia? Aku tidak minta.” Itu sikap kurang ajar dan tidak mengakui kedaulatan Allah. Pernyataan itu tidak boleh dikemukakan. Sebaliknya, kita menghormati Allah dan bersyukur kita diadakan, sebab sebelum kita dilahirkan oleh mama dan papa, kita sudah dilahirkan di pikiran Allah. Dan Allah tahu kapan kita diperanakkan, dihadirkan di bumi ini, dan Allah sudah memberi nama. Itu sebabnya mengapa kita nanti punya nama baru di Langit Baru Bumi Baru.
Tetapi, untuk menjadi anak Allah di kekekalan, kita harus bertanggung jawab mengisi waktu hidup kita sesuai dengan apa yang Allah kehendaki. Itulah sebabnya kita ke gereja. Dan gereja harus mengajar bagaimana menjadi manusia sesuai dengan kehendak Allah ini. Kita bersyukur karena telah dilahirkan di pikiran Allah. Lahir dari keluarga siapa, suku apa dan bagaimana keadaan ekonominya, pria atau wanita itu, bukan masalah. Yang jadi masalah adalah apakah kita akan memiliki nama baru? Apakah kita gagal studi, gagal rumah tangga, gagal bisnis? Semua itu pun belum kegagalan. Kegagalan yang sesungguhnya adalah ketika kita gagal memiliki nama baru. Jangan tidak serius menanggapi hal ini.
Hal yang lain bisa dianggap ringan dan tidak berarti, tapi yang satu ini sangat berarti. Jadi kita merasa berutang karena dilahirkan di pikiran Allah. Tidak menjadi batu, monyet, kucing, anjing, atau sapi, tapi jadi manusia yang memiliki kekekalan. Kita mesti menyambutnya dengan sikap yang tepat, sikap yang pantas. Jadi ingatlah selalu bahwa kita adalah anak-anak Allah. Mari kita kembali kepada kebenaran yang kedengarannya sederhana (simple), tapi prinsip. Sebenarnya Alkitab itu, kalau dibaca dengan pimpinan Roh Kudus, cukup membuat kita mengenal Allah, bisa bersentuhan dan berhubungan dengan Allah.
1 Petrus 1:24 menuliskan, “Semua yang hidup adalah seperti rumput dan segala kemuliaannya seperti bunga rumput, rumput menjadi kering, dan bunga gugur.” Jadi, sederhana saja hidup ini kalau kita pahami dengan benar. Kita tidak perlu menyesali diri, kenapa jadi wanita atau pria, mengapa lahir dari keluarga ini. Sebab kita hanya menjalani tidak lebih dari 100 tahun. Sedangkan hidup yang sesungguhnya, yang dirancang Allah di pikiran-Nya, adalah kekekalan. Sejujurnya, dari semua yang membaca renungan ini, berapa yang berani mengatakan bahwa dirinya bahagia dengan dunia ini? Jangan-jangan tidak lebih dari 10, atau malah jangan-jangan tidak ada, karena selalu saja ada duri dalam daging. Tuhan tidak membuat hidup kita mulus, ada saja duri dalam daging, hal yang membuat kita tidak lengkap hidup dan itu indah, karena Tuhan menghendaki agar kita tidak menjadikan dunia ini Firdaus.
Lihatlah bagaimana manusia hidup hanya berpengharapan besok bisa selesaikan masalah satu, lalu masalah berikutnya. Padahal masalah-masalah itu sering membelenggu hidup, membuat kita tidak bahagia. Tapi kalau kita mendahulukan Kerajaan Allah, bagaimana belajar hidup bertanggung jawab dan mempersiapkan diri menjadi anak-anak Allah yang layak masuk menjadi anggota keluarga Kerajaan Allah, semua ditambahkan. Maka, 1 Petrus 1:13 mengatakan, “Letakkanlah pengharapanmu pada penyataan kedatangan Tuhan. Ya, seluruh pengharapanmu atas kasih karunia yang dianugerahkan kepadamu pada waktu penampakan Yesus Kristus.”