Skip to content

Merendahkan Diri

Saudaraku,

Firman Tuhan mengatakan, “Barangsiapa merendahkan diri, akan ditinggikan” (Mat. 23:12). Tentu merendahkan diri, yang pertama, di hadapan Tuhan. Lalu berikutnya, kita bisa rendah hati di hadapan manusia. Merendahkan diri di hadapan Tuhan atau bersikap rendah hati di hadapan Tuhan ternyata bukan sesuatu yang mudah. Tuhan dapat merasakan apakah kita sungguh-sungguh merendahkan diri di hadapan Tuhan atau tidak. Kita pun juga bisa merasa bagaimana kita merendahkan diri di hadapan Tuhan. Ini perlu sebuah pergumulan hidup dalam perjumpaan dengan Tuhan setiap hari. Ketika kita dalam perjumpaan dengan Tuhan setiap hari—tentu dilengkapi dengan pengertian mengenai karya Tuhan yang luar biasa, kasih Tuhan, kemurahan Tuhan—maka kita dapat menyadari betapa kecilnya kita ini di hadapan Allah. Betapa besar dan mulia Allah, dan betapa kecilnya kita. Di situ kita bisa bersikap rendah hati dan merendahkan diri di hadapan Tuhan. Apalagi kalau kemudian kita juga mengingat siapa kita dulu.

Kita adalah orang-orang berdosa, benar-benar sering bersikap kurang ajar terhadap Tuhan dengan berbagai perilaku dan tindakan kita. Kita adalah orang yang pernah bersikap semena-mena terhadap perasaan Tuhan. Kita lakukan apa yang kita mau lakukan, asal kita merasa puas dan senang. Kita ucapkan apa yang kita mau ucapkan, asal kita senang. Kita membeli barang apa yang kita merasa perlu beli untuk menyenangkan kita. Dan kita tidak memperhitungkan bagaimana perasaan Tuhan atas tindakan-tindakan, pilihan-pilihan, dan keputusan-keputusan kita. Sungguh, kita telah berdosa kepada Tuhan. Kita telah semena-mena terhadap Yang Mulia, Allah Bapa di surga.

Tetapi puji Tuhan, Bapa yang baik menerima kita kembali dengan mengampuni dan melupakan dosa-dosa kita. Dan kita diterima sebagai anak, bahkan diperlakukan seakan-akan belum pernah atau tidak pernah terjadi perbuatan-perbuatan salah yang kita lakukan tersebut. Maka, yang pertama, kita semakin menyadari betapa mulia, betapa kudus dan suci-Nya Tuhan, dan betapa rendahnya kita ini; betapa kecilnya, betapa rusaknya, betapa tidak berarti. Dan sebenarnya betapa tidak layaknya kita di hadapan Tuhan. Di sini kita bisa merasa bahwa Allah Maha Besar, sementara kita bukanlah siapa-siapa dan bukan apa-apa; betapa kecilnya kita. Maka, kita di situ bisa merendahkan diri di hadapan Tuhan. Dan kita bisa rendah hati.

Yang berikutnya, sadari berkat pemeliharaan Tuhan yang tiada henti yang dilimpahkan kepada kita, dan kita memperoleh apa yang sebenarnya tidak layak kita peroleh—kita diberkati Tuhan, bahkan Tuhan mengangkat kita dari lumpur dosa dan tidak jarang kita juga menjadi orang-orang yang terhormat di mata manusia lain—semua ini karena kebaikan dan kemurahan Tuhan. Kita bukan siapa-siapa. Kita berutang kehidupan, kita berutang kebaikan. Jadi,kalau kita menyadari hal ini, barulah kita bisa merendahkan diri di hadapan Tuhan dan rendah hati.

Dan terakhir, renungkan betapa agung Tuhan semesta alam di dalam Kerajaan Surga. Berlaksa-laksa malaikat menyembah, penghuni surga semua menyembah. Betapa agung mulia Elohim Yahweh, Allah Israel, Allah Abraham, Ishak, dan Yakub. Dan kalau suatu saat—hal pasti bagi yang setia—kita masuk ke dalam Rumah Bapa dan menyaksikan keagungan Allah yang begitu dahsyat, kita akan gemetar. Betapa mulia Allah, betapa dahsyat. Renungkan hal itu, hayati hal itu sehingga kita bisa merendahkan diri di hadapan Tuhan dan bersikap rendah hati. Dialah yang empunya Kerajaan, kuasa dan kemuliaan kekal selama-lamanya. Allah yang ada dari kekal sampai kekal. Betapa di dalam kemuliaan, di terang Yang Maha Tinggi, di tempat yang tak terhampiri, betapa mulia Allah, Bapa, Allah semesta alam ini. Kita hayati ini.

Dalam doa kita sampaikan, “ajarlah aku bersikap santun di hadapan-Mu, bersikap pantas di hadapan-Mu, Bapa” Sebab, siapa kita ini? Bumi ini kecil dibandingkan jagat raya ini, dan kita ini debu di dalam debu, maka betapa kecilnya kita. Kita hayati ini, sehingga kita bisa merendahkan diri di hadapan Tuhan dan kita bersikap benar, taat kepada Allah yang hidup, Allah Yang Maha Hadir. Kiranya nasihat ini, memberkati dan mengubah kita untuk menjadi orang-orang yang bisa merendahkan diri dengan benar di hadapan Tuhan dan bersikap rendah hati di hadapan Allah. Hal ini memang tidak cukup hanya untuk dimengerti, tetapi harus dirasakan.

Teriring salam dan doa,

Dr. Erastus Sabdono

Kalau kita menyadari bahwa kita bukan siapa-siapa

—bahkan kita berutang kehidupan dan kebaikan kepada-Nya—

barulah kita bisa merendahkan diri dengan benar di hadapan Tuhan dan bersikap rendah hati.