Sejatinya, seberapa kita merasa membutuhkan Tuhan? Seberapa dalam kita membutuhkan Tuhan menentukan seberapa dalam kita mencintai dan menghormati Dia. Fakta yang kita temui, kalau seorang pria sudah tidak mencintai wanita, maka ketika si wanita mengajak pergi, berbagai alasan dia berikan untuk menolak ajakannya. Berbeda ketika kita sedang sangat membutuhkan tanda tangan seorang pejabat, maka kapanpun dan di mana pun kita akan selalu siap menemuinya. Kita harus cerdas dalam kecerdasan yang dibangun dari kebenaran firman Tuhan, dan realistis. Bicara soal realistis, bicara soal singkatnya hidup ini. Bicara mengenai kesia-siaan di atas segala kesia-siaan, sesuai dengan firman Tuhan.
Kebutuhan kita akan Tuhan harus sampai tingkat ini, “aku memerlukan Engkau lebih dari nafas dan darahku.” Baru di situ kita bisa mencintai dan menghormati Tuhan selayaknya. Dan kita baru bisa memuja Allah. Mau tidak mau kita harus menyediakan hati kita untuk Tuhan. Eksklusivitas hubungan dengan Tuhan ini bukan karunia, tapi pilihan yang bisa kita kembangkan sendiri. Kalau kita menetapkan hati mencintai seseorang dan menutup hati terhadap siapa pun, cinta kita akan makin membara. Dan itu fakta hidup yang tidak terbantahkan. Tuhan membuka diri-Nya untuk dikenal dan memberi diri-Nya untuk memiliki hubungan eksklusif dengan kita. Mengapa kita tidak menghargai kesempatan ini? Kenapa kita tidak berani menutup hati kita terhadap siapa pun dan apa pun, dan menyediakan hati kita untuk Tuhan?
Jangan hanya mengalami perjumpaan, namun senantiasalah dalam pengenalan yang terus-menerus. Bukan hanya secara insidentil saat-saat tertentu, tetapi hubungan terus-menerus sehingga eksklusivitas hubungan dengan Tuhan terbangun, sebagaimana yang dikatakan firman Tuhan bahwa “rahasia ini besar.” Rahasia bagi orang lain, tetapi kita pribadi merasakannya. Seperti hubungan suami istri, hubungan pria wanita yang jatuh cinta, orang lain bisa tidak mengerti. Orang bisa berkata, “kenapa kamu mencintai wanita macam ini” atau “pria seperti itu?” Orang tidak bisa mengerti karena cinta itu tidak bisa dibagi, namun kita merasakan sendiri. Demikian pula kita dengan Tuhan.
Ayo, jangan sampai kita kehilangan kesempatan untuk membangun hubungan dengan Tuhan. Tuhan sangat mengingininya, tetapi kita memiliki banyak kekasih sehingga kita tidak bisa mencintai Tuhan dengan hati yang bulat. Padahal, Dia lebih dari nafas dan darah kita. Jangan main-main. Jangan anggap sepele pesan ini. Tuhan membuka tangan-Nya untuk memeluk kita, namun itu tergantung seberapa kita menyediakan diri untuk dipeluk Tuhan dan menjadi kekasih-Nya. “Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.” Tidak terbantahkan betapa eksklusifnya hubungan orang tua dan anak itu. Tapi ketika seseorang menemukan kekasih yang akan menjadi pasangan hidupnya, dia harus meninggalkan ayah dan ibunya. Eksklusivitas hubungan antara anak dan orang tua di sini bisa dikalahkan oleh hubungan pria dan wanita dalam ikatan romantika sebagai suami istri.
Sedalam apa pun, sekuat apa pun hubungan kita dengan dunia, kita bisa lepaskan demi ikatan kita dengan Tuhan. Sebuah keniscayaan. Kalau kita memiliki mental block dan mendengarkan bisikan kuasa gelap yang berkata, “Kau masih duniawi. Sekarang belum bisa, nanti saja. Kamu bukan pendeta, kamu bukan rohaniwan. Kenapa kamu ekstrem, bahkan sangat ekstrem? Wajar-wajar saja. Semua yang berlebihan itu buruk” maka selamanya kita tidak akan bisa terlepas. Benar, semua yang berlebihan itu buruk, kecuali untuk Tuhan. Karena Tuhan bukan hanya harus mendapat yang lebih dari kita, melainkan Tuhan adalah satu-satunya. Ini standar. Jangan dengar suara setan yang mau menipu kita.
Firman ini harus membuat kita menjadi kekasih Tuhan. Harus! Kita harus bisa merasakan bahwa cinta itu nyata, hubungan dengan Tuhan itu realitas yang kita bisa rasakan. Orang lain tidak bisa mengerti, karena ini bukan sesuatu yang bisa dilihat dengan mata dan diurai dengan kata-kata. Ini sesuatu yang dirasa dalam batin, dan Tuhan pun merasakannya. Jangan main-main. Suatu hari kita akan tahu bahwa yang kita butuhkan hanya Tuhan. Bukan tanpa alasan kalau pemazmur berkata, “siapa gerangan ada padaku di surga selain Engkau? Selain Engkau, tidak ada yang kuingini di bumi,” artinya tidak ada sesuatu yang kita bawa, tidak ada seorang pun yang bisa mendampingi kita, kecuali Tuhan. Ini bukan karunia, ini pilihan. Akses untuk menjumpai Bapa, menjadi kekasih Putra Tunggal-Nya, itu karunia. Tapi langkah untuk menjumpai Dia dan terus membuat relasi, itu pilihan. Seberapa porsi yang kita berikan untuk Tuhan?