Saudaraku,
Hidup suci di sini artinya ketepatan kita bertindak sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah. Ini menyangkut karakter, watak. Orang yang karakternya buruk, wataknya buruk, tidak mungkin bisa menikmati damai sejahtera Allah. Sebab antara menikmati sukacita Allah dengan melepaskan sukacita dunia dan berkarakter baik itu terhubung. Tidak mungkin orang yang masih menikmati sukacita dunia hidupnya suci. Orang yang masih menikmati dunia juga tidak mungkin memiliki ketepatan bertindak sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah. Ingat, kesucian bukan hanya keadaan di mana orang tidak melakukan pelanggaran moral—seperti mencuri, membunuh, berzina—melainkan bertindak sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah.
Sebaliknya, orang yang hidup suci, selera dunianya akan pupus, hilang. Dia hanya mau menikmati Allah sebagai sukacitanya. Orang yang hidup suci, presisi dalam tindakan, tidak akan menggantungkan sukacitanya pada dunia ini. Dia akan menikmati Tuhan sebagai sukacitanya. Menikmati damai sejahtera Allah ini perlu berproses, sebab untuk bisa meninggalkan percintaan dunia lalu bisa hidup suci itu perlu waktu. Jadi, tidak mungkin memiliki keteguhan hati menghadapi gelombang hidup ini dalam keteduhan standar Allah kalau dia tidak menikmati damai sejahtera Allah. Bersyukur bagi orang-orang muda yang mengerti kebenaran ini. Sejak muda, kalian membangun damai sejahtera Allah. Damai sejahtera Allah yang kita miliki ini akan berlanjut di kekekalan.
Seorang yang tidak menikmati damai sejahtera Allah tidak akan bisa masuk Kerajaan Surga, di mana Kerajaan Surga itu adalah sukacita damai sejahtera oleh Roh Kudus atau damai sejahtera Allah. Tidak mungkin orang yang sukacitanya masih ditopang oleh perkara-perkara dunia masuk Kerajaan Allah. Jadi, betapa hebat Tuhan, atau betapa cerdasnya Tuhan membimbing kita, mengajari kita menikmati damai sejahtera-Nya, dan menguji apakah kita benar-benar telah ada dalam damai sejahtera-Nya melalui gelombang badai yang Allah izinkan kita alami. Jadi, ketika kita dikhianati oleh orang yang kita cintai, sehingga kita depresi, stres, bahkan mau bunuh diri. Kenapa mesti stres? Kita datang sendiri dan akan pulang sendiri nanti.
Saudaraku,
Periksa hati kita, mestinya kita tidak perlu tenggelam. Kita harus bisa berselancar di atas keadaan di mana kita begitu kecewa. Maka, tinggalkan sukacita dunia sampai pada tingkat ekstrem. Kebahagiaan kita bukan pada pasangan hidup, atau pekerjaan dengan gaji besar, harta, anak, dan keluarga, kebahagiaan kita hanya pada Tuhan.
Yang keempat, miliki keyakinan bahwa segala sesuatu mendatangkan kebaikan. Roma 8:28-29, “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.” Tuhan mau menyelamatkan rumah tangga kita, bisnis, keluarga kita, tapi Tuhan lebih tertarik menyelamatkan hidup kekal kita. Tuhan tidak keberatan kita bahagia dengan keluarga dan usaha kita baik-baik, tapi Tuhan lebih ingin kita memiliki kehidupan di balik langit baru dan bumi baru. Waktu kita masih hidup di dunia, mungkin sulit kita menerima. Tetapi ketika kita di kekekalan, baru kita tahu betapa beruntungnya kita mengalami badai itu. Tidak mungkin Tuhan melakukan sesuatu tanpa maksud yang baik. Jadi, kalau kita belum mengerti, kita terima saja. Nanti kita akan tahu bahwa Dia tidak bermaksud mencelakai kita. Merajut keteduhan itu tidak mudah, tapi kalau sampai kita bisa, luar biasa.
Yang kelima, fokus langit baru, bumi baru. Kita bisa teduh karena kita mengerti bahwa kita tidak lama hidup di bumi ini. Filipi 3:20 mengatakan, “Karena kewargaan kita adalah di dalam surga, dan dari situ juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juru Selamat.” Jadi, kalau di sini kita gagal berumah tangga, gagal mencari nafkah, gagal studi, gagal segalanya, sejatinya kita belumlah gagal, kecuali kita tidak diterima di kemah abadi. Maka, kita persiapan supaya kita menjadi kokoh, kita tidak menyalahkan siapa-siapa. Yang penting, kita memindahkan hati ke surga. Itulah merajut keteduhan. Salah satu yang membuat kita tetap kokoh adalah jika kita hidup dalam doa.
Yang terakhir, percayalah, pasti Tuhan menolong. Tuhan tidak mungkin membiarkan kita dipermalukan. Walaupun kita tidak berdoa minta tolong Tuhan, Tuhan pasti menolong. Di sini dibutuhkan keberanian untuk menyerahkan masalah kita ke dalam tangan Tuhan dan tidak menuntut apa-apa. Di dalam penyerahan itu ada sesuatu yang mestinya ditambahkan, yaitu kita harus ada di dalam pekerjaan Tuhan. Hidup kita ini adalah pekerjaan Tuhan. Tuhan pasti menolong, karena hidup kita adalah kepentingan Tuhan, bukan kepentingan kita sendiri. Kita menyerahkan semua masalah ke dalam tangan Tuhan. Kita tidak mengatur Tuhan; Tuhan mengatur hidupku. Kita punya pengharapan, bahwa masalah yang kita hadapi akan selesai sesuai dengan maksud Tuhan.
Teriring salam dan doa,
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
Salah satu yang membuat kita tetap kokoh adalah jika kita hidup dalam doa.