Skip to content

Menyerahkan Kekhawatiran

 

Matius 6:34

“Sebab itu janganlah kamu khawatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari.”

Bagaimana menyerahkan khawatir itu? Abstrak, bukan? Jadi, pada waktu kita datang berdoa, kita persoalkan, ceritakan, ungkapkan semua kekhawatiran, ketakutan, kecemasan kita. Di situ kita bisa menyerahkan kekhawatiran kita. Dalam dialog itulah kita bisa membuat komitmen, janji, tekad, pernyataan-pernyataan di hadapan Tuhan. Dari perjumpaan itulah, kita membangun cinta. Tuhan itu Pribadi yang hidup dan nyata. Yang ini nanti bertumbuh bersama kepercayaan kita kepada Tuhan. Tidak ada kecurigaan terhadap Tuhan. Ketika kita memercayai Tuhan, sehingga perjumpaan membuat kita bisa menyerahkan kekhawatiran kita, dan menaruh hati dengan menjadikan Tuhan kebahagiaan satu-satunya. 

Bagaimana bisa menikmati Tuhan menjadi kebahagiaan satu-satunya kalau pada mulanya itu seperti fantasi? Dan bagi banyak orang Kristen, memang masih fantasi. Tapi bagi kita yang selalu datang menghadap Tuhan setiap hari, kita akan terisi oleh kehadiran Tuhan. Benar, pengalaman seperti ini menjadi novelty, menjadi penemuan baru bagi hidup kita secara pribadi. Dan setiap hari ada penemuan-penemuan baru. Dan kita dapat membuktikan bahwa Allah itu hidup, Allah itu nyata. Jangan bergantung kepada pendeta atau siapa pun, tapi kita harus bergantung kepada Tuhan. Pendeta memberikan arahan, penjelasan singkat, menjadi mentor, yang pada akhirnya kita sendiri yang harus benar-benar mengalami perjumpaan dengan Tuhan. Lakukan itu. 

Paksalah diri kita untuk duduk diam di kaki Tuhan, menantikan Tuhan. Kalau kita tidak memulai sekarang, maka kita tidak akan pernah mengalami apa artinya berlabuh pada Tuhan. Semuanya teori, omong kosong. Kita tidak bisa membedakan hamba Tuhan yang benar, hamba Tuhan yang tidak benar, karena tidak memiliki kemampuan membedakan roh. Sejujurnya, kita melihat ada orang-orang baik yang kita nilai rohani, ternyata meleset. Terlalu banyak pakai pikiran, terlalu banyak pakai teologi, tapi tidak berjumpa dengan Tuhan. Sebab lebih dari pengetahuan teologi yang kita pelajari, kita harus mengalami perjumpaan dengan Tuhan. Setiap hari harus ada perjumpaan, dan itu adalah sebuah kemutlakan. 

Orang tidak bisa bangun pagi untuk berdoa, tapi bisa bangun pagi dini hari untuk menonton bola atau karena harus ke airport, kenapa bisa? Itu tergantung seberapa kuat niat kita. Kalau kita mau berlabuh kepada Tuhan, Tuhan menjadi tujuan kita, maka kita bisa melakukan apa pun. Namun kita harus memaksa diri, harus menemukan Tuhan dan mengalami Dia. Banyak orang yang hari ini terhilang seperti kapal yang dibawa ombak ke tengah lautan, tidak jelas ke mana dia akan berlabuh. Hidup adalah pilihan. Dia tidak memilih berlabuh kepada Tuhan, itu berarti orang lain atau pihak lain yang akan memilihkannya: ombak, angin, memilihkan pilihan mereka. Kasihan. Yang rajin datang ibadah saja belum tentu berlabuh dengan benar, apalagi yang menganggap ke gereja tidak penting. Dia lebih suka nonton infotainment, dia lebih senang nonton film drama, sinetron, dan lain-lain. Mau dibawa ke mana hidupnya? Sementara bertambah hari semakin tua, padahal semakin tua dia dibawa kepada keputusan pilihan tempat berlabuh yang menentukan nasib kekal. 

Ayo, jangan salah memilih tempat pelabuhan. Tuhan adalah jawaban semua kebutuhan kita. Orang yang berlabuh pada Tuhan bukan sulit gagal, tapi tidak bisa gagal. Asal dia berlabuh dengan benar. Bukan tidak mungkin kita mulai bergeser dari pelabuhan. Ada godaan untuk keluar dari pelabuhan, tapi segera kita kembali ke pelabuhan. Bolak-balik sampai akhirnya kita buang, kita lemparkan sauh, jangkar, dan kita tidak bergerak lagi. Kita mau di sini, di bawah kaki Tuhan. Jadi ketika kita stres, bingung, jangan ke mana-mana, lalu kita memanggil Tuhan, duduk diam di kaki-Nya. Di sana kita berlabuh, membawa persoalan pribadi, persoalan anak, persoalan keluarga, persoalan ekonomi. Hanya saja, Tuhan tidak menjawab dengan cepat. Sering Tuhan menguji sampai di mana kita punya kesungguhan menantikan Dia dan memercayai Dia. Allah itu hidup, Tuhan itu nyata. 

Kalau kita benar-benar berlabuh pada Tuhan, artinya kita harus benar-benar datang menghadap Tuhan. Pokoknya, jawabannya hanya doa, doa, doa, doa, doa. Ada orang yang begitu banyak pikiran sampai tidak bisa makan, tidak enak makan. Kenapa kita tidak merindukan Tuhan sampai sedalam itu? Ketika kita sungguh-sungguh fokus ke Tuhan, maka Tuhan menjadi mulia bagi kita, kita memuja Dia. Kalau kita bisa menyediakan waktu menghadap Tuhan, maka berdoa akan menjadi kesukaan. Berdoa itu bukan kewajiban, melainkan kebutuhan, dan menyenangkan. Kita tercandui, kita menikmati hadirat Tuhan. Sebab tempat yang paling nyaman adalah di hadirat Tuhan. Ayo kita tenggelam di dalam Tuhan.