Semakin kita menyadari kebesaran Allah dan kekudusan Allah, maka semakin kita bersedia untuk benar-benar menjauh dari dunia ini. Kita semakin bersedia, semakin siap dipisahkan dari dunia. Menjauhkan diri dari dunia, dipisahkan dari dunia bukan berarti menjauh dari pergaulan. Kita masih hidup di tengah-tengah masyarakat, masih mengerjakan tugas-tugas kita dengan baik, memaksimalkan semua potensi yang Tuhan berikan. Kita tunaikan tugas kita sebagai orang tua, sebagai anggota masyarakat, tentu juga bagian dari gereja Tuhan; kita kerja keras. Tetapi cara berpikir kita harus makin berubah, sikap kita harus makin berubah. Memang ini berat sekali sebab kita menghadapi dunia yang sudah begitu kejam, dunia yang begitu jahat. Kita bisa terbawa juga menjadi kejam, bengis, egois terhadap sesama dan kita bisa menjadi semakin tidak berkenan di hadapan Tuhan, tetapi kita harus mau memilih menjadi orang yang berkenan.
Jika kita menghayati kebesaran Allah, kekudusan Allah, kesucian Allah, maka kita baru mengerti betapa kita telah melewati tahun-tahun yang begitu buruk, yang begitu menyakitkan hati Bapa; kita merasa sudah baik, kita merasa sudah menjadi orang yang santun, yang tidak melanggar hukum. Tapi sebenarnya jika disandingkan dengan kekudusan Allah, betapa jauh standar hidup yang kita jalani ini. Hal ini tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata secara lengkap atau secara sempurna, tetapi bisa kita rasakan, kita alami, kita hayati. Sebelum tidur, sementara bangun berjaga malam hari dan pagi-pagi sebelum kita bangun, kita masih di pembaringan; kita terus memikirkan mengenai Tuhan. Dan betapa menyesalnya kalau suatu hari nanti kita menghadap Tuhan dan banyak kesempatan yang Tuhan berikan tidak kita gunakan dengan baik.
Ini sama seperti seseorang siswa yang tidak naik kelas, tidak lulus ujian, lalu dia mengingat waktunya habis untuk nonton film, main game, jalan-jalan, dan dia tidak bisa mengembalikan waktu, tidak bisa memutar balik waktu; ini akan menimbulkan penyesalan. Demikian pula kita, ketika kita ada di kekekalan nanti, kita baru menyadari ada banyak hal sia-sia yang telah kita lakukan, kita menghabiskan waktu kita sia-sia; baru menyesal, tetapi kita tidak bisa mengembalikan waktu, tidak bisa memutar balik waktu. Penyesalan itu tidak ada artinya; firman Tuhan katakan, nanti hanya ada ratap tangis dan kertak gigi. Jangan sampai itu terjadi, maka kita harus keluar dari dunia ini, jangan sampai tertelan oleh dunia, mengerikan.
Karenanya, kita mau berjuang, kita mau berubah. Kita harus memaksa diri kita, memacu, mencambuk diri kita, “Ayo berubah.” Tinggalkan dunia, pikiran kita harus bersih, mulut kita harus bersih, perbuatan kita harus bersih dan benar, jangan merugikan orang, jangan melukai sesama, jangan membalas kejahatan dengan kejahatan. Diam dan bawa semua ke pengadilan Tuhan, maka kita akan terpacu untuk menantikan pengadilan Allah. Bukan terpacu untuk membela diri dan ribut dengan manusia. Kita gunakan milik kita, harta kita sesuai dengan keinginan Roh Kudus, keinginan Bapa. Supaya kita tidak bersalah; jangan korupsi, kita gunakan uang, harta kita semena-mena, kita gunakan waktu, tenaga kita semena-mena. Mengerikan kalau suatu hari kita menghadap Tuhan dan ternyata kita telah menyia-nyiakan waktu itu.
Hari ini Tuhan memberi kita hari yang baru. Setiap kita bukan orang yang sudah sempurna, belum. Makanya sering kita meratap, rasanya ingin cepat-cepat sempurna, bagaimana mencari kehidupan yang sempurna di hadapan Allah. Kita menjaga hati, jangan menjadi sombong, jangan merasa benar sendiri atau merasa lebih suci dari orang lain. Benar atau suci kita hanya Allah yang tahu. Bukan kita yang menilai, Allah yang menilai kita. Ayo, kita berjuang. Memang terkadang kita merasa sendiri, tapi kita bersyukur, kita tidak sendiri, karena Tuhan berjanji menyertai dan kita punya banyak teman seperjuangan yang beserta dengan kita. Gunakan kesempatan ini untuk lari secepat-cepatnya; seperti Lot lari secepat-cepatnya dengan keluarganya. Tapi jangan seperti istri Lot yang menoleh ke belakang dan binasa.