Skip to content

Menjadi Umat Pilihan

 

Selama ini terdapat satu kesalahan pemahaman yang bisa dikategorikan fatal, namun tidak disadari oleh banyak orang Kristen, yaitu mengenai makna menjadi manusia pilihan atau umat pilihan. Banyak orang berpikir bahwa begitu seseorang mengaku percaya kepada Tuhan Yesus, maka secara otomatis ia menjadi umat pilihan Allah. Akibatnya, banyak yang merasa aman dan tenang karena menganggap dirinya sudah diakui sebagai umat pilihan. Salah satu penyebab kesalahpahaman ini adalah karena pengesahan dari lembaga gereja yang seolah-olah memberikan “stempel ilahi”, seakan-akan kehadiran di gereja sudah cukup untuk menjadikan seseorang umat pilihan. Padahal, menjadi umat pilihan Allah bukan karena pengesahan organisasi, tetapi karena pengakuan Tuhan sendiri.

Inilah hal penting yang harus kita pahami dan terima: apakah seseorang menjadi umat pilihan Allah atau tidak, sangat bergantung pada respons yang memadai terhadap anugerah yang Tuhan sediakan. Respons yang memadai berarti nilai atau kualitas tanggapan kita harus sesuai dengan ukuran yang Tuhan tetapkan, bukan ukuran kita sendiri. Di Lukas 14:25–33, Tuhan Yesus menegaskan bahwa orang yang mau mengikut Dia harus terlebih dahulu menghitung biayanya. Dengan kata lain, menjadi pengikut Kristus sejati tidak bisa dilakukan tanpa kesadaran akan harga yang harus dibayar.

Dalam Matius 19, ketika Tuhan berhadapan dengan seorang muda yang kaya dan ingin memperoleh hidup yang kekal, Tuhan menetapkan syarat yang sangat jelas dan tidak menurunkannya sedikit pun. Tuhan tidak membujuk orang itu untuk mengikuti-Nya dengan janji kemudahan atau keuntungan duniawi. Ia membiarkan orang muda itu pergi, karena ia tidak sanggup membayar harga pengiringan. Dari sini kita belajar bahwa harga untuk menjadi umat pilihan adalah seluruh kehidupan kita. “Barangsiapa tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, ia tidak dapat menjadi murid-Ku.” (Lukas 14:33). Tanpa kesediaan menyerahkan seluruh hidup, seseorang tidak akan pernah benar-benar menjadi milik Tuhan.

Orang yang sungguh ingin menjadi umat pilihan harus berani mempertaruhkan segenap hidupnya. Tuhan Yesus berkata dalam Lukas 13:24, “Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sesak itu, sebab Aku berkata kepadamu: banyak orang akan berusaha untuk masuk, tetapi tidak akan dapat.” Ini adalah jawaban Tuhan terhadap pertanyaan, “Apakah sedikit orang yang diselamatkan?” Dengan tegas Tuhan menyatakan bahwa keselamatan memerlukan perjuangan. Tidak berani membayar harga berarti tidak sungguh-sungguh ingin menjadi umat pilihan. Dalam Matius 19:25, para murid pun menyadari betapa sukarnya manusia diselamatkan.

Coba kita renungkan: pada masa gereja mula-mula, atau di negara-negara di mana Injil tidak diterima dengan ramah, mengaku percaya kepada Tuhan Yesus berarti mempertaruhkan nyawa. Di situ harga pengiringan menjadi nyata. Namun di tempat dan masa di mana orang bebas beribadah tanpa risiko, harga itu menjadi tidak tampak—dan akhirnya dianggap seolah-olah gratis. Padahal anugerah memang cuma-cuma, tetapi cara menerimanya tidaklah cuma-cuma. Diperlukan penyerahan total dan perjuangan seumur hidup untuk hidup sesuai dengan kehendak Allah.

Anugerah akan menjadi murahan jika keselamatan dianggap bisa diterima tanpa pengorbanan. Menjadi umat pilihan berarti menjadi pribadi yang luar biasa—bukan karena kehebatan diri, tetapi karena bersedia membayar harga untuk hidup bagi Allah sepenuhnya. Dalam Perjanjian Lama, Israel menjadi umat pilihan berdasarkan kelahiran. Seorang anak laki-laki yang lahir dari bangsa Israel akan disunat pada hari kedelapan dan secara otomatis menjadi bagian dari umat Allah. Tetapi dalam Perjanjian Baru, prinsip ini tidak berlaku lagi. Kita tidak menjadi umat pilihan karena lahir dari keluarga Kristen, atau karena pasangan hidup kita Kristen.

Ini adalah panggilan yang menuntut kesetiaan, keberanian, dan kerelaan untuk menyangkal diri setiap hari. Sebab pada akhirnya, hanya Tuhan sendiri yang berhak menyebut seseorang sebagai umat pilihan-Nya—bukan karena label keagamaan, melainkan karena kehidupan yang nyata menunjukkan bahwa ia benar-benar milik Allah.