Saudaraku,
Lukas 12:4-9, “Aku berkata kepadamu, hai sahabat-sahabat-Ku, janganlah kamu takut terhadap mereka yang dapat membunuh tubuh dan kemudian tidak dapat berbuat apa-apa lagi. Aku akan menunjukkan kepada kamu siapakah yang harus kamu takuti. Takutilah Dia yang setelah membunuh mempunyai kuasa untuk melemparkan orang ke dalam neraka. Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: takutilah Dia! Bukankah burung pipit dijual lima ekor dua duit? Sungguhpun demikian tidak seekor pun daripadanya yang dilupakan Allah. Bahkan rambut kepalamu pun terhitung semuanya. Karena itu, jangan takut, karena kamu lebih berharga daripada banyak burung pipit. Aku berkata kepadamu, setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Anak Manusia juga akan mengakui dia di depan malaikat-malaikat Allah. Tetapi barangsiapa menyangkal Aku di depan manusia, ia akan disangkal di depan malaikat-malaikat Allah.”
Kalimat “rambut kepalamu pun terhitung” membuat banyak orang Kristen merasa bahwa ayat ini ditujukan untuk dirinya atau merasa berhak mengklaim bahwa ayat ini ditujukan untuk dirinya. Di balik kalimat ini ada jaminan perhatian Tuhan yang istimewa terhadap orang percaya, dimana rambut kepalanya pun terhitung. Maka hampir semua orang Kristen merasa bahwa dirinya memiliki hak tersebut atau memiliki hak istimewa atau “privilege.” Tetapi, mari kita melihat konteks seluruh perikop ini. “Rambut kepalamu pun terhitung” ini tidak ditujukan kepada sembarang orang, bahkan sekalipun dia seorang Kristen, belum tentu kalimat ini ditujukan kepadanya. Di ayat yang ke-4 Yesus berkata, “Hai sahabat-sahabat-Ku,” tahukah Saudara bahwa tidak semua orang itu disebut sahabat Tuhan? Yesus berkata, “Aku tidak menyebut lagi kamu hamba, karena hamba tidak tahu apa yang dilakukan oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, sahabat tahu apa yang dilakukan oleh sahabatnya.”
Hamba tidak memiliki kepercayaan untuk mengetahui hal ihwal pekerjaan besar dari tuannya. Tetapi, Yesus menyebut kita sahabat, karena kita diperkenan untuk mengetahui apa yang Dia kehendaki, apa yang Dia rencanakan, dan apa yang dilakukan atau pekerjaan-Nya. Maka pertanyaan yang harus kita tujukan kepada diri kita sendiri, apakah kita ini sudah memiliki level sebagai sahabat bagi Tuhan? Sayang sekali, kalau kita umat pilihan yang diberi kesempatan untuk menjadi sahabat Tuhan, ternyata kita tidak menjadi sahabat Tuhan.
Mari, mulai saat ini kita benar-benar memperhadapkan diri kita di hadapan Allah, mohon anugerah dan belas kasihan-Nya agar kita menjadi sahabat Tuhan. Jangan kita sia-siakan kesempatan ini. Jangan Saudara hanya membaca Surat Gembala ini dan setuju saja apa yang tertulis, namun tidak ada langkah selanjutnya. Semua kita mendapat kesempatan dan hak untuk menjadi sahabat Tuhan. Menjadi sahabat Tuhan itu harus sekelas dengan Yesus. Yesus menyerahkan apa pun yang ada pada-Nya kepada Bapa. Kita juga harus berani berkata, “Apa yang aku belum serahkan kepada-Mu yang Kau kehendaki harus kuserahkan?” Banyak orang Kristen, bahkan hamba-hamba Tuhan, merasa sudah menyerahkan hidupnya bagi Tuhan tetapi sebenarnya masih ada bagian-bagian dalam hidupnya yang belum diserahkan. Dalam hal ini, kita harus sungguh-sungguh menggumuli hidup ini dengan benar.
Yang pertama, kita harus berani berkata, “Tuhan, dosa apa yang masih kulakukan? Di mata-Mu, kesalahan apa yang masih kulakukan? Beritahu aku, supaya aku berhenti berbuat salah, sekecil apa pun, sehalus apa pun kesalahan itu.” Kita harus berani, Saudaraku. Kita tidak bermaksud mengatakan kita paling baik dan orang lain brengsek. Orang lain itu urusan dengan Tuhan, bukan urusan kita. Jangan menilai siapapun, tapi kita menilai, mengevaluasi, dan mengoreksi diri kita sendiri.
Yang kedua, kita harus berani berkata, “Tuhan, periksa diriku. Apakah masih ada kesenangan yang kumiliki yang Kau tidak berkenan kunikmati? Mestinya keinginanku adalah melakukan kehendak-Mu. Apa yang Kau kehendaki, itu yang kulakukan.”
Yang ketiga, kita juga harus berani berkata, “Tuhan, apa yang masih kugenggam, kucintai, yang harus kuserahkan kepada-Mu? Karena itu menjadi berhala.” Dalam surat Yakobus dikatakan bahwa Abraham menjadi sahabat Allah ketika dia menyerahkan anaknya Ishak. Jadi, sahabat Tuhan adalah orang yang menyerahkan apa pun yang dia miliki untuk Tuhan, apa pun yang Tuhan mau ambil. Kita harus sungguh-sungguh menyadari bahwa segenap hidup kita milik Tuhan.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
Sahabat Tuhan adalah orang yang menyerahkan apa pun yang dia miliki untuk Tuhan, apa pun yang Tuhan mau ambil.