Kita harus bertumbuh dalam kedewasaan rohani. Lewat kebenaran firman yang kita dengar, lewat pengalaman perjumpaan langsung dalam doa, dan mempertimbangkan semua peristiwa yang terjadi—baik yang kita lihat maupun alami—kita semakin menyadari bahwa ternyata hanya Tuhan yang kita butuhkan. Ingat waktu kita terpuruk, bagaimana Allah mengangkat kita. Ingat pada waktu Tuhan menyertai dan menolong kita, itu adalah pengalaman-pengalaman hidup yang membuka mata hati kita untuk menemukan, membuktikan bahwa hanya Tuhan yang kita butuhkan. Apa iya, kita harus dihajar dengan masalah lagi untuk membuktikan kesetiaan Tuhan? Belum lagi kalau berbicara tentang perpisahan kekal. Kita cukup berkata, “aku percaya pada-Mu, Tuhan. Hanya Engkau yang kubutuhkan. Jangan tinggalkan aku.”
Orang yang rendah hati adalah orang yang membutuhkan Tuhan dengan sepenuh jiwa dan dia tidak bisa melangkah tanpa Tuhan. Kita harus sampai pada tingkat bisa berkata, “aku bisa hidup tanpa siapa pun, tanpa apa pun, tapi aku tidak bisa hidup tanpa Tuhan.” Kalau sekarang kita dilanda masalah, kesulitan, itu hanya isyarat, itu signal yang berbunyi: “kau membutuhkan Aku, Nak.” Jangan sombong. Banyak masalah besar bisa terjadi di depan, apalagi ketika kita menghadapi kematian dan juga bicara soal pengadilan Allah. Sedekat apa pun, selekat apa pun dengan seseorang atau sesuatu, harus dilepaskan demi kekasih atau pasangan hidup. Inilah yang dinyatakan Alkitab, keduanya menjadi satu daging. Demikian juga kita dengan Tuhan, jika kita mau menjadi kekasih abadi-Nya, maka apa pun dan siapa pun harus kita lepaskan.
Indah sekali dikatakan dalam 1 Korintus 6:17, “tetapi siapa yang mengikatkan dirinya pada Tuhan, menjadi satu roh dengan Dia.” Satu roh artinya satu spirit, satu gairah dan satu beban. Dan orang-orang seperti inilah yang bisa dikatakan atau baru bisa dikatakan sebagai belongs to God. Semua orang bisa berkata, “aku milik-Mu, Tuhan.” Tapi Tuhan pun bisa berkata, “Aku tidak bisa memiliki kamu karena rohmu berbeda. Cintamu untuk yang lain, bukan untuk-Ku.” Jangan sampai saat di ujung maut sebelum putus nyawa kita berkata, “Tuhan, ini aku milik-Mu. Ambillah aku.” Namun, Tuhan berkata, “Aku tidak bisa mengambil kamu karena kau bukan milik-Ku. Kau telah dimiliki dunia. Aku tidak menemukan gairah di dalam dirimu yang kau tunjukkan untuk-Ku.” Keadaan kita masih tidak satu roh dengan Allah.
Dalam 1 Korintus 6:12-20 konteksnya mengenai dosa percabulan. Orang yang mengikatkan dirinya dengan perempuan sundal, perempuan cabul, menjadi satu daging. Tetapi kemudian ada satu klausa yang hebat di situ. Siapa yang mengingatkan dirinya dengan Allah, menjadi satu roh. Di mana kita bisa saling menikmati; kita menikmati Tuhan, Tuhan menikmati kita. Kalau sampai Tuhan menikmati kita—karena perasaan kita lurus, karakter kita indah, belas kasihan kita limpah kepada orang lain—maka Allah akan berkata kepada penghuni surga, “jemput orang ini. Dia milik-Ku.” Betapa indahnya!!
Maka kita harus menjadi kekasih Tuhan. Harus! Apalagi bagi kita yang sudah mengambil bagian dalam pekerjaan Tuhan. Percaya kepada Tuhan itu mutlak, tapi percaya kepada gereja dan pendeta ini juga penting. Supaya jemaat bisa menerima bahwa pemberitaan firman Tuhan ini bukan manipulasi, bukan usaha eksploitasi untuk kepentingan gereja atau individu. Tetapi apa yang disampaikan ini adalah untuk kepentingan jemaat.
Menjadi satu daging. Pasangan yang ideal adalah pasangan yang bisa saling menikmati dan tidak bisa menikmati orang lain. Merasa jijik untuk lawan jenis yang lain. Itu pasangan yang benar. Seganteng apa pun pria lain, wanita yang telah memiliki pasangan dan hubungan yang benar, akan jijik jika diajak hubungan dengan dirinya. Sama dengan seorang pria yang memiliki istri, secantik apa pun wanita lain, jijik di matanya kalau ada hubungan yang tidak sepatutnya. Bukan sekadar tidak mau, melainkan tidak bisa. Karena seseorang ini hanya terikat dengan pasangannya. Kita harus terikat hanya dengan Tuhan, jijik untuk yang lain. Jadilah kekasih Tuhan, agar kita menjadi milik Tuhan, belongs to Him. Dan Tuhan pun akan berkata, “You are mine; kamu milik-Ku.”