Skip to content

Menikmati Suasana Kerajaan Surga

 

Kebanyakan orang Kristen tidak berani meyakini Kerajaan Surga sebagai kehidupan yang wajar. Seakan-akan kehidupan di Langit Baru Bumi Baru adalah kehidupan yang tidak cocok untuk makhluk yang disebut manusia. Dengan pikiran seperti ini, maka sebenarnya mereka tidak yakin adanya kebangkitan orang mati. Kebangkitan orang mati dengan tubuh kemuliaan adalah tubuh yang sama seperti yang Yesus peragakan sewaktu Yang Mulia ada di bumi— bisa makan dan minum. Kebangkitan orang mati adalah kehidupan kembali atas orang-orang percaya yang pernah hidup di bumi ini untuk memasuki kehidupan yang lain yaitu kehidupan yang sesungguhnya. Surga adalah pengulangan dunia ini, hanya perbedanya di sana tidak ada kuasa kegelapan dan tidak ada dosa. Persis seperti yang kita alami di bumi ini. Jadi, kita tidak perlu meragukannya sama sekali. Mestinya, kita berani berkata, “Aku percaya, Tuhan, walau aku tidak mengerti.” Dan itu menjadi kekuatan kita.

Kalau seseorang sudah memindahkan hatinya di Kerajaan Surga, berarti urusannya dengan dunia ini ‘sudah selesai.’ Karena kita hidup bukan untuk di bumi ini, melainkan kita hidup untuk di LB3 (Langit Baru Bumi Baru). Maka prinsip hidup selama di bumi adalah: “asal ada makanan dan pakaian, cukup.” Namun manusia hari ini mau rumahnya besar, duitnya banyak, bagaimana bisa mengelaborasi, membuat berbunga-bunga hidupnya dengan segala fasilitas yang ada. Kalau tidak begitu, tidak normal menurut mereka. Tapi kita harus memindahkan hati kita di langit baru dan bumi baru. Ini adalah konsekuensi orang percaya. Kalau kita tidak mau mengikuti jalan ini sampai mati, kita tidak pernah menjadi orang Kristen yang rohani. Silakan mau berteologi hebat bagaimanapun, tetapi kita tidak akan dikenal oleh Tuhan jika kita terikat dengan percintaan dunia.

Standar hidup sebagai anak-anak Allah yang memindahkan hati ke dunia yang akan datang adalah Tuhan Yesus. Tidak ada standar lain. Banyak teolog pintar yang mengesankan bahwa orang yang layak berbicara kepada umat haruslah orang yang berijazah. Padahal, Allah tidak dibelenggu oleh standar itu. Setuju, sebaiknya orang yang berkhotbah harus belajar teologi, tetapi orang yang belajar teologi harus memindahkan hatinya lebih dahulu di Kerajaan Surga. Makin tinggi gelarnya, makin rohani. Jadi bukan hanya makin pintar membuat format dan definisi teologi saja. Sebab itu bisa membuat tidak rohani, akibatnya jemaat juga tidak rohani. Seakan-akan Tuhan diatur oleh ijazah. Sejujurnya, ini yang sering membuat jemaat tetap duniawi. Mereka hanya mau mengisi pikiran dengan berbagai argumentasi pandangan teologi, sementara hal yang mestinya prinsip—yaitu bagaimana orang memindahkan hati di Kerajaan Surga—tidak dimiliki. 

Mereka tidak memiliki naluri bahwa dunia ini bukan rumahnya, sebaliknya, mereka mengelaborasi dengan menjadi seorang teolog yang terkenal, yang dihargai orang, yang punya posisi di sinode atau di Sekolah Tinggi Teologi—ini semua adalah pengaruh dari si Iblis. Penyesatan yang diluncurkan adalah membuat fokus manusia tidak diarahkan ke Langit Baru Bumi Baru (LB3). Tidak ada kerinduan untuk pulang ke surga. Tidak ada kerinduan untuk memiliki kebangkitan dari antara orang mati. Maka kadang Tuhan izinkan kita mengalami patah hati terhadap dunia, sakit tidak tersembuhkan, agar fokus kita kembali ke LB3.

Seseorang yang menggelapkan uang negara yang ditaksir mencapai kerugian sebesar 16 triliun diancam hukuman seumur hidup. 16 triliun itu tidak ada artinya dibanding dengan kekekalan. Bagi orang yang telah mengkorupsi waktu Tuhan, mengorupsi harta Tuhan, maka hukumannya bukan seumur hidup di penjara dunia, tetapi kekal terpisah dari Allah. Kok tidak takut? Kalau kita mengerti kebenaran ini, kita sudah tidak lagi mempersoalkan persepuluhan, buah sulung, namun segenap hidup kita milik Tuhan. Kita harus punya kepekaan akan apa yang harus kita lakukan untuk Dia. Lalu mengapa orang tidak ingin pulang ke surga? Jawabnya adalah karena suasana Kerajaan Surga tidak dia nikmati di bumi. Dia tidak menikmati atmosfer Kerajaan Allah yang dihadirkan Tuhan di dalam hidupnya, karena memang dia tidak membutuhkan. Sukacitanya ditopang oleh uang, fasilitas dunia, pujian, kehormatan, sanjungan. 

Dengan kata lain, atmosfer jiwanya itu duniawi, dan ini pengaruh dari kuasa kegelapan. Tepatnya, ini pengaruh dari setan. Mereka tidak menyembah Iblis secara langsung, tetapi memandang keindahan dunia lalu mengingininya. Kalau atmosfer jiwa kita tidak diubah, maka langit baru bumi baru hanya hiasan bibir, karena kita tidak ingin sungguh-sungguh ke sana. Kita harus berjuang untuk benar-benar merindukan kepulangan kita ke surga. Dan itu tidak mudah. Mungkin hari ini orang tidak terlalu menyadari betapa dahsyatnya kekekalan itu. Namun sekarang sungguh-sungguh kita harus mulai menyadari dahsyatnya kekekalan itu.