Penghayatan akan kehadiran Allah dalam hidup kita itu bisa bertahap, bertingkat, makin tinggi, makin mendalam, makin variatif. Pengetahuan tentang Allah bisa dikecap oleh pikiran kita, oleh rasio atau otak kita, dan pertambahan pengetahuan tentang Allah dapat kita peroleh sebanyak-banyaknya dalam waktu singkat di ruang kerja, di ruang belajar, di perpustakaan, tetapi penghayatan kehadiran Allah itu hanya dapat kita peroleh melalui pengalaman hidup. Allah Bapa kita mau diri-Nya dikenal, bukan hanya secara pikiran, secara nalar atau secara kognitif, namun Bapa di surga menghendaki diri-Nya dikenal di dalam dan melalui pengalaman dalam penghayatan yang tidak bisa diperoleh seseorang hanya dengan mengolah nalar di satu ruangan.
Jika kita membuka diri setiap hari untuk hal tersebut, yang sama dengan apa yang Alkitab katakan “memiliki kehausan akan Allah,” maka Allah akan membawa kita kepada pengalaman-pengalaman riil untuk supaya bisa mengalami Allah yang riil juga. Realitas Allah tidak dapat ditangkap hanya melalui membaca buku, diskusi, seminar, mendengar khotbah, tetapi harus diperoleh melalui pengalaman dari hari ke hari secara konkret, secara nyata. Namun ini hanya untuk orang yang sungguh-sungguh membuka diri, membuka telinga jiwa, membuka pikiran, dan dengan teliti memperhatikan apa yang Allah mau berikan kepadanya hari ini, yang tidak puas dengan apa yang dipahami secara nalar, tetapi mengalami Tuhan secara riil.
Maka jangan sampai hari hidup kita sia-sia berlalu tanpa menangkap, memperoleh, apa yang Tuhan mau berikan kepada kita. Bukan hanya mengisi pikiran kita, melainkan mengisi jiwa kita, mengisi perasaan kita dan seluruh kehidupan kita diisi oleh pengalaman bersama dengan Dia. Itulah sebabnya kita harus berani membuang semua ketertarikan kita kepada dunia ini, keterpesonaan kita kepada kekayaan, kedudukan, pangkat, gelar, apa pun. Semua itu bisa kita miliki untuk kemuliaan Allah, bukan untuk kebanggaan dan kenikmatan kita. Tetapi kita menetapkan hati untuk membuat hati kita hanya terpesona, terpikat pada Allah; bagaimana bisa mengalami Dia dan memiliki Dia di dalam kehidupan.
Memiliki pengetahuan tentang Allah bukan berarti sudah memiliki Allah. Tetapi melalui pengalaman ketika kita mengerti apa yang Allah ingini dalam seluruh peristiwa kehidupan yang kita alami, lalu kita menuruti apa yang Allah kehendaki, di situlah Allah dapat memiliki kita dan kita memiliki Dia. Betapa jauh jarak kesenjangan antara pengetahuan yang diperoleh di perpustakaan, di dalam ruangan melalui buku, dengan pengalaman bersama Tuhan setiap hari. Doa pribadi setiap hari, dan juga doa bersama merupakan bagian dari usaha kita memburu Tuhan. Di dalam doa-doa tersebut kita akan pasti memiliki pengalaman-pengalaman yang di dalamnya kita memiliki kesaksian dalam batin bahwa Allah itu hidup. Dan itu memberikan kepada kita kekayaan penghayatan akan Allah. Setelah itu baru kita menjalani hari-hari hidup kita, setelah kita terstimulasi, terangsang, oleh kehadiran Tuhan, maka kita kemudian bisa menghayati kehadiran Tuhan melalui dan di dalam setiap pengalaman yang kita alami, tentu selama kita sungguh-sungguh memiliki kehausan akan Allah.
Kehausan akan Allah dalam bentuk keinginan memenuhi pikiran dengan pengetahuan tentang Allah yang sekarang banyak ada di media sosial, tapi kerinduan kita untuk memiliki pengetahuan akan Allah dari pengalaman hidup di mana terdapat penghayatan akan Allah yang lebih memberi pengaruh bagi perilaku kita. Itu tidak dapat kita peroleh melalui media sosial, tetapi melalui pergaulan hidup, pengalaman hidup setiap hari. Setiap hari Tuhan menyediakan makanan rohani-Nya, karena firman Tuhan mengatakan, “Manusia hidup bukan hanya dari roti, tapi dari setiap firman (rhema) yang keluar dari mulut Allah.” Ada rhema yang Tuhan berikan di dalam dan melalui setiap kejadian yang terjadi dalam hidup kita.
Selagi kita merasa haus dan lapar akan Dia, sungguh-sungguh mau menyerap berkat rohani melalui pengalaman, penghayatan akan kehadiran Allah, maka Allah akan mencurahkan berkat-Nya dan itu adalah berkat kekal. Pengetahuan akan Allah melalui pengalaman pasti mengubah perilaku, dan perilaku kita itu merupakan harta abadi yang melayakkan kita masuk menjadi anggota keluarga Kerajaan Allah. Ingatlah, pengetahuan bisa memasuki pikiran kita dan kita bisa mengerti. Tetapi perasaan kita diisi melalui ‘pengalaman’—walaupun tentu saja pengetahuan yang masuk ke dalam pikiran kita itu tidak bisa tidak memiliki sentuhan terhadap perasaan kita, tetapi tidak signifikan—yang akan menyentuh kita.