Seiring dengan pengertian yang ditambahkan Tuhan, kebenaran yang dianugerahkan Tuhan untuk kita pahami, maka pelayanan pekerjaan Tuhan menjadi terasa semakin berat dan memang seharusnya berat. Dari dulu, memang pelayanan tidak ringan; berat. Seiring dengan bertambahnya pengertian kebenaran yang Tuhan berikan, kita terfokus bahwa pelayanan adalah perjuangan untuk mengubah kehidupan sesuai atau seturut dengan standar Allah; dan standarnya adalah Tuhan Yesus. Itu berarti bagaimana menghidupkan Yesus dalam hidup kita sekarang. Kita tidak bisa menghidupkan Yesus di dalam hidup orang lain kalau Dia belum kita hidupkan di dalam diri kita. Tidak boleh ada satu kata pun yang meleset, apalagi perbuatan yang meleset. Makanya pikiran, perasaan kita harus dijaga supaya bersih dari hal-hal najis dan segala keinginan yang tidak sesuai dengan kehendak Allah.
Pelayanan hari ini jauh lebih berat, karena batin kita ikut terasah dalam pergumulan bagaimana membawa diri pada standar kekudusan Allah. Menghidupkan Yesus dalam hidup kita harus dimulai dari menghidupkan apa yang dialami tokoh-tokoh iman Perjanjian Lama dalam hidup kita. Apa yang ditulis di dalam Alkitab Perjanjian Lama harus menjadi realitas yang kita alami. Mungkin tidak sama persis. Jelas tidak mungkin sama persis. Tapi Allah yang hidup—Allah Abraham, Ishak, dan Yakub—harus kita hidupkan di dalam hidup kita, di dalam pergumulan-pergumulan hidup kita. Kita harus benar-benar memercayai Allah. Karakteristik Bapa di surga yang harus kita tangkap; di mana Bapa itu tidak mudah memberi jalan keluar, tidak mudah menunjukkan diri, juga tidak mudah mengabulkan doa.
Lihat, bagaimana Abraham melewati tahun-tahun seakan-akan Tuhan melupakan janji-Nya. Lihat juga bagaimana Yusuf yang sudah mendapatkan mimpi akan menjadi penguasa, harus melewati jalan-jalan terjal. Lihat, bagaimana bangsa Israel dibuat berputar-putar selama 40 tahun. Lihat, bagaimana Daud harus mengalami perjalanan panjang untuk kemudian pengurapannya sebagai raja dipenuhi atau digenapi, dan lain sebagainya. Memercayai Allah hidup memang tidak mudah. Rusaknya gereja dimulai ketika memindahkan pengalaman riil Allah yang hidup, dengan pengetahuan tentang Allah. Dan mereka yang memiliki pengetahuan tentang Allah, namun sebenarnya tidak mengalami Allah adalah orang-orang yang berdiri di mimbar dan mengajar jemaat. Bayangkan, apa yang dibagikan?
Salah satu bukti kalau orang tidak mengalami Tuhan adalah ia tidak kuat berdoa lama, tidak akan kuat duduk diam di kaki Tuhan. Kita mau mengalami Tuhan, bagaimana Tuhan yang hidup itu dihadirkan dalam kehidupan kita. Jadi, kita harus melihat dulu Perjanjian Lama dalam dinamika hidup umat yang dihadiri oleh Allah dengan segala persoalannya. Kita harus mengalami kehadiran Allah dalam dinamika hidup kita, dalam segala persoalan. Tetapi di Perjanjian Baru, arah kita sudah bukan dunia lagi. Seperti bangsa Israel, Kanaan duniawi, tapi kita Kanaan surgawi. Tapi kehadiran Allah dalam hidup kita, harus kita alami.
Yesus menjadi manusia yang sempurna, yang kemudian Yesuslah yang menjadi Penguasa jagat raya. Jangan main-main, tidak ada yang lebih besar dari Yesus kecuali Bapa. Karena Allah Bapa tidak pernah kelihatan, maka segala kuasa di surga dan di bumi diserahkan kepada Yang Mulia Raja kita, Tuhan Yesus. Kalau kita mau menghormati Tuhan Yesus, satu saja caranya: kenakan hidup-Nya dalam hidup kita hari ini. Lakukan apa yang Yesus lakukan. Masalahnya, bagaimana menghidupkan Yesus? Makanya kita harus betul-betul melihat Alkitab dengan jelas, jangan sampai kita lari dari kenyataan bertuhan, lalu masuk kepada pergumulan pengetahuan, mengolah Tuhan di dalam nalar. Tidak salah mengolah Tuhan di dalam nalar, itu bagian dari pergumulan, tapi jangan sampai kita menjadi sesat di situ.
Kita boleh punya rumusan segunung mengenai Allah, tapi itu tidak ada artinya dibanding perjumpaan langsung dengan Dia. Bukan anti teologi. Jadi, sekarang kita mau betul-betul mengalami Tuhan dulu. Bagaimana mengalami Allah yang hidup dalam dinamika hidup kita setiap hari, itu pun belum tentu dialami, apalagi masuk moral kekudusan seperti Yesus, sempurna seperti Bapa. Memang masih jauh. Meyakini Allah hadir saja, belum. Maka, carilah Tuhan. Kita sudah mau pamitan dengan dunia, tinggal tunggu waktu dijemput Tuhan. Tapi sebelum Tuhan menjemput kita, kita mau berkarya bagi Tuhan. Hadirkan Tuhan dalam dinamika hidup kita. Ingatlah, Tuhan tidak meninggalkan kita. Alamilah Tuhan yang hidup, lalu masuk ke kawasan kesucian hidup, sempurna seperti Bapa, serupa dengan Yesus.