Skip to content

Menghidupkan Tuhan

 

Mungkin pernah di dalam hati kita bertanya-tanya, mengapa seakan-akan, dan memang kenyataannya, Tuhan tidak nyata di dalam hidup kita, tetapi dalam kehidupan orang lain atau orang-orang tertentu, Tuhan nampak lebih nyata? Mengapa Tuhan seakan-akan mati dalam kehidupan orang-orang tertentu, tetapi lebih hidup, lebih nyata dalam kehidupan orang lain? Pernahkah kita memperkarakan mengapa hal itu terjadi dalam hidup kita? Apa yang menyebabkan ada orang-orang tertentu yang mengalami Tuhan begitu nyata, seakan-akan Tuhan hidup dalam kehidupan mereka, tapi Tuhan tidak hadir dalam kehidupan kita atau yang lain? Sejatinya, kita harus sungguh-sungguh memperkarakan hal ini. Seorang hamba Tuhan harus sungguh-sungguh memperkarakan hal ini, sebab seorang hamba Tuhan harus benar-benar menghadirkan Tuhan dalam hidup orang lain, bukan hanya hidupnya sendiri, namun hidup orang lain.

Kiranya ini membuka mata kita bahwa pengetahuan tentang Alkitab atau teologi tidak menghidupkan Tuhan dalam hidup orang percaya. Dan kemudian sampai titik di mana orang-orang yang belajar teologi dengan begitu radikal mengalami perceraian. Itu suatu pukulan yang membuat kita mulai bertanya, “Tuhan, apa yang salah?” Kalau kita berhadapan dengan Tuhan, kita harus buang semua konsep tentang teologi, atau apa pun. Seakan-akan kita tidak punya ilmu tentang Tuhan. Sering kali, kesulitan hidup merupakan langkah untuk menghidupkan Tuhan dalam hidup kita. Allah yang mengaku sebagai Allah Abraham, Ishak, dan Yakub; Allah Israel yang menyatakan diri kepada Musa di padang Midian; Allah yang memberi 10 tulah kepada bangsa Mesir; Allah yang menuntun Israel dari Mesir ke Kanaan, jejak-Nya nyata sebab penemuan-penemuan artefak juga menunjukkan bahwa memang bangsa itu pernah menjalani perjalanan dari Mesir ke Kanaan selama 40 tahun. Fakta historis, fakta sejarah itu tidak bisa dibantah, sebab nyata. Apalagi, di dalam Alkitab ada tahun-tahun yang dicatat. Dan tahun-tahun itu menjadi saksi yang tak terbantahkan, menunjukkan tanda tangan Allah di dalam sejarah. Pertanyaannya, di manakah Allah Abraham, Ishak, dan Yakub dalam hidup kita hari ini? Mengapa seperti hilang? Mengapa seperti menguap? Padahal kita cakap berbicara tentang Dia, cakap menulis tentang Dia.

Ada yang salah dalam hidup kita jika kita memahami hal ini. Jadi sebenarnya, bertuhan itu tidak bisa menjadi sambilan. Ini masalahnya, kita memperlakukan Allah ibarat obat itu suplemen, ibarat makanan itu camilan, dan rata-rata orang memperlakukan Allah itu demikian. Dan lebih jahat lagi, kalau pendeta menjadikan Tuhan itu komoditas, dia khotbah, dia melayani, tapi hanya mau cari uang, harga diri, prestise. Sejatinya, Tuhan itu harus menjadi satu-satunya perburuan kita, satu-satunya pencarian kita. Mengapa Tuhan mengizinkan umat pilihan sering berada dalam kondisi yang benar-benar kritis? Karena Tuhan mau menyatakan diri. Apa yang dialami oleh Abraham bertahun-tahun tidak memiliki anak, belum lagi ketika istrinya mau diambil Firaun dan lain-lain, bangsa Israel yang dibawa ke tepi Laut Merah atau Laut Kolsom, bagaimana Daud diperhadapkan kepada Goliat, dikejar-kejar nyawanya oleh Saul adalah kondisi-kondisi kritis.

Ironis, ketika kita digiring Tuhan ke situasi-situasi itu, kita bukannya menantikan Tuhan, malahan kita cari banyak jalan sendiri. Kita tidak berani bergantung kepada Tuhan yang tidak kelihatan dan menantikan Dia. Sejatinya, Tuhan mau bicara begini kepada kita, “Anak-Ku, hidupkan Aku dalam hidupmu, tapi kamu harus Kubawa ke Pantai Teberau, Laut Kolsom. Aku harus bawa kamu masuk gua singa, Aku harus bawa kamu ke dapur perapian.” Tuhan mau hidup di dalam hidup kita dengan sengatan masalah-masalah berat. Tentu kita tidak berharap punya masalah berat, tapi kalau kita diizinkan Tuhan mengalaminya, percayalah pasti bisa dilewati. Sebab tanpa krisis itu kita tidak bisa menemukan Tuhan.

Jadi, ketika kita ada dalam jurang yang dalam, kita belajar satu seni menanti-nantikan Tuhan. Seseorang menjadi besar itu harus presisi, menunggu waktu Tuhan. Dan seperti matahari pagi, Tuhan pasti terbit. Tidak ada cara lain untuk menghidupkan Tuhan kecuali kita ada di lembah kekelaman, dan kita menantikan matahari terbit. Tuhan bukan suplemen, bukan tambahan. Dia segalanya dalam hidup kita. Tuhan mau membuat kita mengalami yang namanya finishing well. Maka, kalau kita mau diberkati Tuhan dan berkat itu adalah Tuhan sendiri, jangan punya urusan yang kita anggap penting kecuali urusan Tuhan. 

Jadi kita mengerti sekarang, mengapa dalam hidup seseorang Allah itu nyata, hidup sedangkan dalam hidup kita tidak, hal itu karena kita tidak menjadikan Dia satu-satunya urusan kita. Kita harus mengalami Tuhan yang hidup. Setiap kejadian yang Tuhan izinkan terjadi dalam hidup kita menjadi sarana untuk mengalami Tuhan. Allah yang disembah Abraham, Ishak, dan Yakub, yang begitu nyata di Alkitab, harus kita hidupkan dalam hidup kita. Tapi ingat, kita tidak pernah melihat pelangi sebelum ada hujan.