Skip to content

Menghentikan Perjalanan Waktu 

 

Pernahkah kita membayangkan, kalau nanti kita bertemu dengan Tuhan dan berhadapan dengan hadirat takhta Bapa, apakah kita merasa bahagia, tenang, atau ketakutan? Sebab pada akhirnya, pasti kita ada di ujung waktu hidup kita. Tidak ada seorang pun dan apa pun yang dapat menghentikan perjalanan waktu. Seiring dengan detak jantung kita, seiring dengan berjalannya detik demi detik, kita ada di dalam arus yang tidak dapat kita hentikan. Dan kita pasti nanti akhirnya ada di ujung waktu kita. Kira-kira berapa banyak di antara kita ini yang sampai ujung waktu, kita akan melihat senyum Tuhan? Kita harus menganggap hal ini serius. Kita tidak boleh anggap ini sesuatu yang sederhana atau remeh. Namun kenyataannya, memang kita tidak pernah memperjuangkan apakah di ujung waktu kita, benar-benar kita didapati berkenan. Kalau menggunakan istilah “senyum Tuhan,” memang kita tidak berambisi untuk menemukan senyum Tuhan. 

Kalau setiap hari kita tidak berusaha menyenangkan hati Tuhan, tidak berusaha menyukakan hati Tuhan, yang sama dengan tidak sungguh-sungguh berambisi untuk menemukan senyum Tuhan, itu berarti kita tidak mengasihi Tuhan. Kita juga tidak menganggap Tuhan itu berharga. Itu juga berarti kita tidak menghormati Tuhan. Dan kita pasti tidak akan menemukan senyum Tuhan. Tuhan itu sempurna integritas-Nya, tidak bisa disuap. Mengerikan sekali kalau kita tidak serius berurusan dengan Tuhan dalam hal ini. Banyaknya jemaat yang hadir, bagi hamba Tuhan yang benar, itu tidak membuat ia merasa puas. Malah bisa muncul kekhawatiran, muncul beban. Sebab yang penting bukan jemaat datang ke gereja setiap minggu, tetapi bagaimana hari-hari hidup mereka setiap hari itu menyenangkan Tuhan. Ini tidak akan mengurangi etos kerja kita. Ini tidak mengurangi aktif, giatnya kita berkarier, mencari nafkah, dan studi. 

Memang dunia ini sudah begitu rusak. Standar hidup manusia hampir semua sesat. Standar hidup yang benar adalah standar hidup bertuhan, yang dibahasakan oleh Alkitab: “Baik kamu makan atau minum atau melakukan segala sesuatu, lakukan semua untuk kemuliaan Tuhan” (1 Kor. 10:31). Sejujurnya, melihat hidup kita hari ini, rasanya kita belum menyenangkan hati-Nya. Dan itu berlangsung bertahun-tahun. Sampai Tuhan memukul kita berulang kali. Dan sekarang kita mengerti, bagaimana seharusnya hidup. Kalimat yang indah kita sampaikan kepada Bapa di surga adalah: Saya berutang kehidupan kepada-Mu, Bapa. Dan saya harus membayar dengan kehidupan. Bukan dengan persembahan, uang, tidak akan cukup. Atau dengan keaktifan di gereja, itu pun tidak cukup. Tapi kalau seluruh hidup kita persembahkan, itu yang bisa membuat Bapa tersenyum. Dan semua kita mestinya bisa berpotensi untuk ini. 

Alkitab berkata, “Jadikan Yesus senjata. Kenakan seperti baju.” Hanya ini yang bisa membuat Iblis tidak bisa menembus hidup kita, tidak bisa memengaruhi hidup kita. Kalau ibarat menjual barang, kita menjual barang asli walaupun harganya mahal dan peminatnya tidak banyak. Sebab banyak yang palsu dan harganya lebih murah, dan kelihatannya aman-aman saja. Tetapi kita mau menjual dengan harga yang sebenarnya dalam mengikut Tuhan Yesus. Kita berutang kehidupan. Kalau kita tidak mau, tidak apa-apa, tapi kita akan gemetar nanti di hadapan Allah semesta alam. Mengerikan pada saat kita berhadapan dengan Allah semesta alam yang Maha Agung. Maka pertanyaan untuk kita semua, Seberapa kita menghormati Bapa? Cara hidup atau gaya hidup dunia sudah kita kenakan selama puluhan tahun sehingga menjadi irama, keberadaan, atau habit. 

Padahal, mestinya sebagai orang percaya, kita adalah orang-orang yang telah dibeli dengan harga yang lunas dibayar, dan kita bukan milik kita sendiri. Jadi kalau mau percaya Tuhan Yesus, memang kita tidak berhak memiliki diri sendiri. Kalau tidak mau begitu, ya tidak usah. Milikilah diri kita sendiri. Sebab kalau ikut Tuhan Yesus, kita harus dimiliki Tuhan Yesus; ditebus dengan darah yang mahal dan kita menjadi milik Tuhan. Kalau di Alkitab, ada tertulis bahwa “Yahweh untuk umat Israel,” artinya memang umat Israel menjadi bangsa yang eksklusif milik Allah. Bagaimana sekarang kita bisa menjadi milik Allah, menjadi umat sekaligus anak-anak-Nya? Darah Yesus yang menebus. Kalimat Tuhan Yesus, “Akulah jalan,” tentu bukan tujuan. Tujuannya adalah Bapa. Kita dibeli dengan harga lunas dibayar. Kita dibenarkan, artinya dianggap benar walaupun belum berkeadaan benar, dibawa kepada Bapa. Lalu Bapa mendidik kita dengan memberikan Roh Kudus. Roh Kudus yang menuntun kita kepada segala kebenaran, Roh Kudus yang menolong kita agar kita bisa mencapai keberadaan sebagai anak-anak Allah seperti yang Bapa kehendaki.