Skip to content

Menghayati Kedahsyatan Allah

 

Ada satu hal yang penting untuk disampaikan, yaitu: “Manusia hidup bukan hanya dari roti, tapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah.” Kalau dikatakan keluar dari mulut Allah, pasti terkait dengan peristiwa yang berlangsung, ada kontekstual peristiwa yang berlangsung, dan dalam waktu yang bersamaan Tuhan bicara. Melalui siapa? Roh Kudus. Sebenarnya ketika Yesus berkata, “Aku menyertai kamu sampai kesudahan zaman,” itu Roh Kudus yang menyertai, mewakili Bapa dan Tuhan Yesus. Maka, Yesus berkata—dan hebat sekali kalimat ini—“Setiap orang yang mengatakan sesuatu melawan Anak Manusia, ia akan diampuni; tetapi barangsiapa menghujat Roh Kudus, ia tidak akan diampuni” (Luk. 12:10) Mengapa? Karena Roh Kudus adalah representasi, satu-satunya wakil Bapa dan Anak yang menyertai orang percaya. Tidak ada roh lain, hanya roh Allah, hanya Roh Kudus yang menyertai. 

Jadi kalau seseorang menolak pekerjaan Roh Allah artinya ia tidak bisa digarap. Maka, kalau Firman Tuhan mengatakan, “Firman yang keluar dari mulut Allah,” itu adalah Roh Kudus, Jadi betapa aktifnya Roh Kudus itu menuntun kita. Dan kalau dikatakan, “Allah bekerja dalam segala hal, mendatangkan kebaikan bagi orang yang mengasihi Dia.” Artinya yang bekerja sama untuk mendatangkan kebaikan adalah Roh Allah, yang mewakili Bapa dan Tuhan Yesus di tengah-tengah umat. Di ayat yang lain dikatakan bahwa kita harus selalu memperbarui budi. Bagaimana budi dibarui? Melalui peristiwa, lalu Roh Kudus berbicara, inilah yang namanya rhema, dari mulut Allah, maksudnya Roh Kudus yang berbicara, maka pasti ada peristiwa atau kejadian. 

Bagaimana kita bisa mengerti kehendak Dia? Ini prosesnya, ketika kita mengalami kepenuhan Allah, lewat peristiwa demi peristiwa, maka kita tahu apa yang baik, apa yang berkenan, dan yang sempurna. Berkenan ini bicara soal tahapannya, sempurna itu titik puncaknya. Jadi orang Kristen itu, secara hukum harus sudah baik dulu. Tidak sederhana, baru meningkat, step by step, pada tingkat berkenan, yang nanti puncaknya baru sempurna. Hidup kita selama 70-80 tahun itu hanya untuk proses ini. Roma 8:12-14 katakan, “Jadi, Saudara-saudara kita adalah orang berutang, tetapi bukan kepada daging, supaya hidup menurut daging. Sebab jika kamu hidup menurut daging, kamu akan mati; tetapi jika oleh Roh kamu mematikan perbuatan-perbuatan tubuhmu, kamu akan hidup. Semua orang yang dipimpin Roh Allah adalah anak Allah.” 

Coba perhatikan, semua kita berutang, namun bukan kepada daging, supaya hidup menurut daging. Bangsa Israel berutang kepada Allah Elohim Yahweh, karena telah memerdekakan mereka dari perbudakan Mesir. Orang Kristen berutang kepada Tuhan, karena Tuhan telah membebaskan kita dari ikatan dosa. Maka, karena kita berutang, kita harus membayar utang karena utang adalah kewajiban. Ironis, banyak orang Kristen tidak mengerti, seakan-akan dia tidak punya utang, apalagi kalau bicara soal kasih karunia atau anugerah. Kasih karunia adalah pemberian cuma-cuma. Itu benar. Tapi masalahnya, dengan pengertian yang salah, hal itu membuat mereka merasa tidak punya tanggung jawab. Jadi kalau kita sama seperti dunia ini, hidup menurut daging, berarti kita hidup untuk daging untuk kepuasan daging kita. Tapi kalau kita mengerti kehendak Allah, menyerahkan tubuh sebagai korban yang hidup, kudus, dan yang berkenan kepada Allah, maka baik kita makan atau minum atau melakukan segala sesuatu, kita lakukan untuk kemuliaan Allah; itu namanya hidup menurut Roh. 

Kita menerima anugerah, tapi kita tidak berhenti di sini, harus jalan terus untuk menuju kedewasaan, dan sampai kepada LB3 nanti. Banyak orang Kristen merasa sudah punya anugerah di sini, padahal anugerah Tuhan tidak berhenti sampai di kayu salib di bukit Golgota, tapi harus dimuridkan sampai pada titik di mana seseorang benar-benar mengalami kedewasaan; “Pergilah, jadikan semua bangsa murid-Ku.” Sebab kalau masih hidup menurut daging, maka kita binasa. Jadi sekarang kita bisa menjawab, “Apa perbedaan kita dengan orang dunia?” Yaitu apa pun yang kita lakukan semuanya untuk Allah. Ini sama dengan hidup menurut Roh, dan semua orang yang dipimpin Roh, atau menurut Roh, adalah anak-anak Allah. 

Namun ada masalah pelik di sini. Banyak orang Kristen memanggil Allah itu “Abba, Ya Bapa,” dengan begitu mudahnya, ceroboh tanpa memiliki kelayakan sebagai anak-anak Allah. Sebab sejatinya mereka tidak menyadari, tidak menghayati keberadaan Allah yang sesungguhnya. Mereka tidak mengalami Tuhan. Mestinya seseorang menghayati kedahsyatan Allah, sebab dengan menghayati kedahsyatan Allah, maka seseorang menjadi takut, gentar, dan hormat akan Allah. Dia mengerti apa artinya kegentaran atau takut akan Allah, tapi itu terjadi setelah ia menuruti kehendak Allah, karena mengerti apa yang baik, yang berkenan, dan yang sempurna.