Skip to content

Menghargai Kehadiran-Nya

 

Kita semua harus terus mencari hadirat Tuhan dengan tekun sampai kita menemukan-Nya. Tidak jarang ketika kita berjam-jam duduk diam di kaki Tuhan, tetapi seakan-akan Tuhan tidak peduli. Secara fisik, kita tidak merasakan kehadiran-Nya. Ruang doa kita begitu sepi, seakan-akan Tuhan tidak ada. Tetapi, dengan cara demikian, Tuhan mau menguji kesetiaan kita; seberapa sungguh-sungguh kita mau berurusan dengan Tuhan. Hal itu juga dimaksudkan agar kita menghargai kehadiran-Nya, dan tidak menganggap remeh kehadiran-Nya.

Menjadi pertanyaan kita, apakah Allah tidak tahu kalau Abraham serius mau mempersembahkan anaknya, Ishak? Tuhan Maha Tahu. Tuhan tahu apa yang sudah terjadi, sedang terjadi, dan akan terjadi. Tetapi harus ada pembuktian; itu hukum dan tatanan yang ada di dalam diri Allah. Apakah Allah tidak tahu kalau kita akan tetap setia dan tekun mencari Dia, walau kadang-kadang seakan-akan Allah tidak peduli, seakan-akan Dia tidak ada? Apakah Allah tidak tahu bahwa kita akan tetap duduk diam menunggu hadirat Tuhan, mencari hadirat Allah, menanti-nantikan Dia? Tentu Allah tahu, tetapi harus ada pembuktian. Dan kita harus membuktikan secara nyata dan konkret bahwa kita serius berurusan dengan Tuhan supaya ada sejarah kehidupan yang tercatat, yang digoreskan.

Jadi, ketika kita mencari Tuhan, sejatinya kita sedang menggores sejarah kehidupan yang indah, berkenan kepada Allah, dan yang abadi. Sering kita berkata, “Biar saya tidak ke gereja, Tuhan tahu isi hati saya.” Benar, dan Tuhan bukan hanya tahu hati kita, Dia juga tahu kelak kita mau jadi apa. Tapi kita harus menunjukkan, membuktikan kesetiaan kita kepada Tuhan. Tuhan tahu kalau kita mengasihi Tuhan atau tidak, tapi harus ada pembuktian yang nyata. Tuhan juga tahu kita itu baik, tidak akan balas dendam walau disakiti. Tapi kita mesti bertemu orang yang melukai, menyakiti sehebat-hebatnya, sampai terbukti bahwa kita memang bisa mengasihi musuh dan mengampuni orang; untuk pembuktian. Dan pembuktian itu menjadi goresan kekal dan membuat keberadaan kita permanen. Permanen rendah hati, permanen tidak materialistis, permanen hidup tidak bercacat, tidak bercela. 

Tuhan akan melatih kita dan untuk itu Dia memberikan kita satu kondisi di mana kita bisa membuktikan bahwa kita melabuhkan hati kita kepada Tuhan. Jadi kita akan mendapatkan pengujian-pengujian. Maka kalau kita berdoa, namun Tuhan seakan tidak ada, tetaplah berdoa; “Aku tunggu terus, Tuhan.” Mungkin ada godaan dalam hati yang berkata, Doa tidak doa sama saja, Tuhan tahu hatiku bahwa aku mengasihi Dia.Tidak. Kalau kita benar mengasihi Dia, berikan pembuktian. Jangan menunda, sebab kita akan menunda terus dan akhirnya kita akan salah terus. Jadi, pembuktian itu harus ada. Dan itu bukanlah sesuatu yang tidak diperhitungkan. Kita harus berdialog dengan Dia. Kalau kita mengaku bahwa kita hidup di hadirat-Nya, berjalan dengan Dia, tapi kita tidak berdialog dengan Dia, artinya kita bohong. 

Masalahnya, kita sering menutup telinga terhadap suara-Nya karena begitu gaduhnya suara yang kita dengar, dan kita sibuk dengan banyak hal yang kita pikirkan. Maka kita harus belajar diam, beri waktu jeda, lalu kita memandang Tuhan, kita bicara kepada-Nya atau Dia bicara kepada kita. Bersahabat dengan Tuhan itu harus nyata, berdialog dengan Tuhan juga harus nyata. Nanti kalau kita di ujung maut atau dalam situasi tertentu di mana kita perlu mengerti kehendak Allah, kita tidak usah mencari-cari Tuhan karena memang kita sudah melekat dengan Dia. Kalau kita mencintai seseorang, maka kita berusaha untuk membuktikan cinta itu dengan memberi hadiah, perhatian, dan lain sebagainya. Apa yang menjadi kesenangan dia, kita berikan, kita berusaha menyenangkan hatinya. Mengapa kita tidak berusaha untuk mengerti apa yang disenangi Tuhan dan kita memuaskan-Nya? Ayo, kita menjadi Kristen sejati, anak-anak Allah sejati. Buktikanlah cinta kita kepada-Nya.