Skip to content

Mengenali Diri

 

Mengapa Yudas bisa berkhianat? Padahal, dia banyak mendengar khotbah dari Sang Raja Khotbah. Tidak ada pengkhotbah yang bisa mengungguli Yesus; Dia the King of Preacher, Dia Raja Pengkhotbah. Yudas juga melihat mukjizat, jangan-jangan ia sendiri juga melakukan mukjizat. Ia bisa menjadi satu di antara 70 orang murid yang diutus ke banyak tempat dan menyaksikan bagaimana kuasa kegelapan ditundukkan dan tentu mukjizat terjadi. Tetapi mengapa Yudas begitu bodoh mengkhianati Yesus? Menjual Yesus dengan 30 keping perak, jumlah yang sangat kecil. Sebenarnya dari analisis, Yudas tidak bermaksud untuk mendapatkan 30 keping perak itu. Dia mau mendapat lebih banyak dari itu. Seperti murid-murid yang lain, mereka mengharapkan Yesus menjadi raja versi mereka. 

Seperti yang dilakukan Petrus ketika Yesus bermaksud ke Yerusalem dan menyatakan bahwa diri-Nya akan disalib, Petrus mencegah Yesus karena itu di luar skenario pikiran mereka. Yang mereka harapkan Yesus akan tampil seperti Daud yang menggulingkan Goliat dengan keperkasaan nama Allah. Mereka mau Yesus menjadi raja seperti Kaisar Agustus, seperti kaisar-kaisar di Roma, paling tidak seperti Raja Herodes. Dan mereka memang sungguh-sungguh menantikan bahwa dari keturunan Daud akan duduk di takhta menjadi raja. Kalau Yesus menjadi raja, tentu orang-orang yang selama ini dekat dengan Yesus akan menjadi hulubalang-hulubalang di sekitar Yesus. Ibarat kalau Yesus ditahbiskan menjadi raja, maka murid-murid-Nya tinggal menunggu komando, mau duduk menjadi menteri apa. Dan pasti Yudas menjadi menteri keuangan, karena Yudas adalah seorang bendahara. Sehingga dia punya kesempatan lebih besar, lebih banyak memperoleh uang. 

Mengapa Yudas berkhianat kepada Yesus? Jawabannya sederhana: karena dia lebih menginginkan harta dunia daripada Kerajaan Surga. Dari porsi kecil sampai porsi besar, cepat atau lambat orang-orang seperti ini akan berkhianat kepada Yesus. Sebab tantangannya adalah: “Kamu tak dapat mengabdi kepada dua tuan.” Hari ini Tuhan masih memberi kita kesempatan. Tetapi, sampai pada titik tertentu, Tuhan akan membiarkan kita terhilang selamanya jika kita tidak sungguh-sungguh memilih Tuhan. Bertahun-tahun Yesus membiarkan Yudas untuk mengambil keputusan yang benar, ironis, Yudas memilih yang salah. Waktu di perjamuan terakhir, itu adalah masa kritisnya Yudas. Kalau dia bertobat saat itu, sejarah hidupnya akan berbeda. Ketika Yesus berkata, “Ada satu di antara kalian yang akan mengkhianati Aku,” mestinya itu seperti palu godam yang memukul jantungnya. Dan seketika itu mestinya Yudas berlutut di kaki Yesus dan berkata, Tuhan, ampunilah aku. Akulah orangnya.” Tapi Yudas diam, dia tetap berkeras dengan tekadnya memilih dunia.

Kalau Yesus hidup di zaman kita, Yesus akan ucapkan kalimat yang sama, “Ada di antara kalian yang mengkhianati Aku.” Bagaimana reaksi kita? Ada masa Tuhan membiarkan kita untuk memilih dan mengambil keputusan. Celakanya, banyak orang tidak sadar bahwa mereka ada di ambang bahaya. Herannya, Petrus dihardik, tapi Yudas tidak. Sehingga Yudas merasa aman-aman saja. Ada di antara kita yang dihardik Tuhan, karena kita serius mau ikut Tuhan. Tapi yang tidak serius, memang tidak menghendaki teguran atau tidak menghendaki hardikan Tuhan. Tuhan juga tidak menghardik, karena Allah bekerja dalam segala sesuatu mendatangkan kebaikan bagi orang yang mengasihi Dia. Di antara kita yang sombong, yang merasa dirinya “aman” maka ia tidak dihardik, sehingga ia merasa aman. Tapi suatu hari ketika ia berdiri di hadapan takhta pengadilan Tuhan, kalau sampai Tuhan berkata, “Enyah kamu dari hadapan-Ku,” barulah ia menangis. Namun penyesalan datang terlambat dan tidak ada yang bisa dilakukan lagi.

Maka kita harus mengenali diri kita, apakah kita calon pengkhianat atau tidak. Coba ukur, seberapa kita mengasihi Tuhan dan seberapa kita sudah melepaskan percintaan dengan dunia. Coba kita periksa diri dan serius memperkarakan ini di hadapan Tuhan, Tuhan, seberapa aku masih mencintai dunia?” Apalagi kalau usia kita sudah lanjut, tapi kita masih memiliki harapan dunia membahagiakan, bahaya itu! Petrus serius mengasihi Tuhan, maka Tuhan pun memperlakukan Petrus juga dengan serius. Petrus pernah berkata, “Tuhan, jangankan penjara, mati pun aku rela.” Niatnya ada, walaupun dia lemah. 

Hati-hati, kita bukan binatang yang hari ini hidup, lalu mati, dan tidak ada kelanjutan. Tapi kita adalah manusia yang hari ini hidup, besok mati, dan masih ada kelanjutan, yaitu kekekalan. Kalau kita percaya bahwa Tuhan benar-benar hidup dan nyata, maka kita harus punya pengalaman bersama Dia. Hari ini Tuhan seperti tidak terganggu dengan keadaan kita, karena kita juga tidak merasa terganggu dengan keadaan kita. Padahal, Tuhan merasa sangat terganggu. Sebaliknya, kalau kita merasa terganggu dengan keadaan kita yang belum kudus, belum mencintai Tuhan sebagaimana seharusnya, maka Tuhan akan bicara kepada kita. Jangan lewatkan kesempatan ini.