Skip to content

Mengenali Diri

 

Bagaimana kita bisa mengalami Tuhan sebagai realitass? Ada satu langkah yang jarang orang lakukan dengan serius untuk mengalami realitas Allah di dalam hidup ini. Yaitu harus ada usaha untuk sungguh-sungguh membedah diri, mengenali diri. Tentu kita minta pertolongan Tuhan untuk itu. Jangan sampai kita tidak mengenal diri kita sendiri secara utuh, secara benar, secara orisinal. Sebab Tuhan mau membersihkan hidup kita sebersih-bersihnya, lalu Tuhan mau tinggal di dalam diri kita. Roh Kudus diam di dalam tubuh kita yang dijadikan sebagai bait-Nya, yang kalau suatu hari tubuh ini harus dikubur, maka orang-orang yang memiliki tubuh yang menjadi bait Allah akan memiliki tubuh baru, tubuh kemuliaan. 

Seseorang tidak akan pernah memiliki tubuh kemuliaan kalau tidak menjadi mulia; seseorang tidak akan pernah menjadi mulia kalau tidak dibersihkan oleh Tuhan; dan seseorang tidak akan mungkin bisa dibersihkan oleh Tuhan kalau ia tidak mengenali dirinya sendiri. Dengan kita berusaha mengenali diri kita secara benar, secara utuh, secara orisinal, maka kita akan mengalami realitas Allah. Ironis, banyak orang sebenarnya belum sungguh-sungguh meyakini dan mengalami Allah itu hidup. Bisa saja beragama, menjadi aktivis bahkan pendeta, bisa juga ia pandai berbicara tentang Tuhan, tapi sebenarnya dia tidak mengalami realitas Allah. Jangan kita berhenti untuk terus menggali keadaan kita sendiri. Kupasan demi kupasan, menelanjangi diri kita di hadapan Allah, dan kita benar-benar berjuang untuk didapati bersih di mata Tuhan. 

Jangan menganggap hal ini bukan hal penting. Tentu Tuhan sedih kalau melihat ekonomi kita berantakan atau rumah tangga kita berantakan. Tapi Tuhan lebih sedih kalau Ia melihat hidup kita menyimpan dosa, sehingga kita tidak berkeadaan seperti yang Allah kehendaki. Masalahnya, banyak orang puas dengan keadaan dirinya, termasuk orang yang rajin ke gereja, aktivis, bahkan pendeta. Karena hal itulah kita harus berusaha untuk membawa diri di hadapan Tuhan dan setiap hari memeriksa diri, kalau-kalau ada hal-hal dalam hidup kita yang masih tidak berkenan di hadapan-Nya. Jangan merasa puas dengan keadaan diri seakan-akan hidup kita sudah beres. Kita harus selalu memeriksa diri dan selalu mencurigai diri, jangan-jangan ada hal-hal yang tidak patut yang kita miliki dan lakukan, yang berdinamika dalam hidup kita setiap hari. 

Tuhan akan memancing keluar keadaan cacat kita melalui berbagai impuls atau rangsang di sekitar kita. Kalau kita serius untuk memiliki kehidupan yang bersih, maka impuls atau rangsang yang terjadi dalam hidup kita akan menyadarkan kita. Mungkin kita tidak akan pernah sadar kalau kita ternyata gampang tersinggung, masih mencari nilai diri. Maka kalau tidak ada impuls atau rangsang, yaitu orang yang membuat kita tersinggung, marah, direndahkan, maka kita tidak mengerti. Dan ketika ada rangsang, lalu ada reaksi negatif dari kita, Tuhan seperti mengobok-obok sebuah ember atau sebuah bejana, lalu sampah kotoran dibawa ke luar. Syukur kalau kita benar-benar mau mengenali diri kita dengan jujur, lalu membereskannya di hadapan Tuhan. 

Kalau sudah menyangkut kehidupan yang benar-benar bersih di mata Allah, tidak mungkin tanpa campur tangan Tuhan. Sebab kalau hanya berbudi pekerti baik, memiliki kesantunan hidup, kita tidak membutuhkan terlalu banyak jamahan, sentuhan Tuhan. Bahkan di luar sana, orang yang tidak memiliki Roh Kudus seperti kita, bisa memiliki nurani mengetahui apa yang jahat dan yang baik. Tetapi kita bukan hanya bisa memahami apa yang jahat dan baik, melainkan ketidaksempurnaan. Sampai setiap kata yang salah yang kita ucapkan pun, kita sadari. Sampai gerak pikiran, perasaan kita yang paling tersembunyi yang itu tidak berkenan di hadapan Allah, kita sadari. Dan kita berusaha untuk membenahi diri.

Kita akan membuktikan realitas Allah ketika kita berusaha untuk menemukan realitas diri kita sendiri dengan sejujur-jujurnya. Dan ini merupakan pergumulan kita dari menit ke menit, dari jam ke jam, dari waktu ke waktu. Di sinilah yang dimaksud firman di Matius 5, haus dan lapar akan kebenaran. Dan orang yang haus dan lapar akan kebenaran, dipuaskan Tuhan. Ketika kita mencapai tingkat kesucian yang lebih tinggi, ada kepuasan rohani, kepuasan ilahi. Tapi pada umumnya, orang punya kepuasan-kepuasan dunia. Orang yang masih mencari kepuasan dunia, tidak akan pernah mengenali kepuasan rohani. Dia menggantikan naluri ilahi menjadi naluri duniawi. Selera rohani yang dia mesti miliki digantikan dengan selera duniawi. Jadi tidak berlebihan kalau firman Tuhan mengatakan, “Asal ada makanan dan pakaian cukup.” Apakah bisa itu dialami? Bisa, jika orang punya naluri rohani, naluri ilahi, maka ada kepuasan ketika kita mencapai tingkat kesucian yang lebih tinggi.