Tuhan tidak berurusan dengan kita di waktu yang lalu; Tuhan tidak berurusan dengan kita 10 tahun, 5 tahun, 3 tahun, 2 tahun yang lalu, bahkan Tuhan tidak berurusan dengan kita kemarin. Tuhan berurusan dengan kita hari ini, bagaimana keadaan kita sekarang, dan bisa menjadi apa kita nanti. Namun, kalimat ini sebenarnya belum selesai. Ada implikasi yang penting di balik kalimat ini. Tuhan berurusan dengan kita hari ini berarti kita harus berkeadaan tidak melukai hati Tuhan saat ini. Tuhan mengampuni dosa-dosa yang telah kita lakukan di masa-masa yang lalu dan Tuhan bisa melupakannya. Bahkan Tuhan menganggapnya tidak pernah terjadi, Tuhan tidak mengingatnya. Tetapi itu tidak cukup.
Namun ironis, sedikit sekali orang yang serius memerhatikan perasaan Tuhan. Sejatinya, hampir setiap kita pernah berkeadaan seperti itu. Namun, setelah melalui proses hidup, kita melangkah untuk memperkarakan, mempersoalkan, memerhatikan perasaan Tuhan terhadap diri kita saat ini. Tuhan bersedia mengampuni dosa-dosa, kesalahan yang telah kita lakukan, melupakan dan tidak mengingatnya lagi. Namun, apakah kita sekarang ini dalam keadaan masih berdosa? Atau walaupun tidak melakukan dosa atau kesalahan yang telah kita lakukan, apakah kita memiliki tekad dan komitmen untuk tidak melakukan kesalahan yang sama? Apakah kita bersedia untuk tidak memiliki sikap hati yang bisa melukai Tuhan?
Apakah kita sungguh-sungguh mengenali diri kita dengan benar? Mungkin masih ada sikap hati kita, belum perbuatan, yang tidak berkenan di hadapan Tuhan. Maka firman Tuhan mengatakan, “Jika engkau mendengar suara Tuhan, Allahmu, pada hari ini …” berarti sekarang Tuhan mau berurusan dengan kita. Kesadaran ini harus kita miliki sebagai sikap hormat kita kepada Tuhan, dan sekaligus hati yang mengasihi Dia. Mestinya kalau kita sungguh-sungguh serius mau berurusan dengan Tuhan, kita berani berjanji untuk tidak melakukan kesalahan yang sama. Bahkan kita mau hidup dalam kesucian. Saat ini juga kita harus memeriksa adakah sikap hati kita yang tidak berkenan di hadapan Allah. Walaupun itu belum menjadi tindakan, masih di dalam pikiran.
Kita mau benar-benar bersih di hadapan Tuhan, yang karenanya seperti pemazmur berkata, “Selidiki aku, Tuhan, kenalilah aku, apakah jalanku serong.” Menyimpang sedikit atau meleset sedikit saja, Tuhan tidak berkenan. Sebagaimana kalau kita menghormati dan mengasihi seseorang, tentu kita tidak ingin sedikit pun melukai dan menyakiti hatinya. Demikian pula terhadap Tuhan. Namun, sedikit sekali orang yang sungguh-sungguh memerhatikan perasaan Tuhan, karena banyak orang lebih memerhatikan perasaannya sendiri. Menghitung untung rugi dari perspektif atau sudut pandangnya, bukan melihat Tuhan.
Hari ini kita mau berubah. Jangan sampai kita terus ada dalam keadaan tidak terbiasa memerhatikan perasaan Tuhan, sampai suatu saat kita tidak sanggup memerhatikan perasaan Tuhan. Kita menjadi buta dan tuli. Di Wahyu 2:23, dikatakan, “Akulah yang menguji batin dan hati orang, dan bahwa Aku akan membalaskan kepada kamu setiap orang menurut perbuatannya.” Maka, kalau kita tidak terbiasa dengan jujur memeriksa batin kita, maka kita tidak akan pernah mengenal diri sendiri dengan benar dan tidak akan pernah memiliki kecerdasan rohani mengenali diri dengan benar. Sampai pada titik di mana kita tidak tahu kalau kita tidak tahu. Kita merasa tahu, tetapi sebenarnya kita tidak tahu.
Ingat, Tuhan tidak memaksa seseorang untuk mengoreksi dirinya. Maka, untuk dapat mengenali diri dengan benar, kita harus bekerjasama dengan Roh Kudus. Jika kita tidak pernah bekerja sama dengan Roh Kudus, maka kita bisa sampai pada tingkat menghujat Roh. Menghujat roh artinya tidak lagi mampu menerima pekerjaan Roh Kudus di dalam diri kita. Jadi, menghujat Roh tidak menunjuk satu jenis perbuatan, tetapi satu tingkat keadaan ketika seseorang tidak lagi mampu bekerja sama dengan Roh Kudus. Dan kalau sampai orang tidak dipimpin Roh Kudus, seperti yang Tuhan Yesus katakan, betapa gelapnya kegelapan itu.
Kalau kita pernah melihat orang seperti itu atau masih mampu melihat orang seperti itu, sebenarnya itulah isyarat bahwa kita masih mampu melihat diri kita sendiri. Namun, kalau seseorang sudah tidak mampu melihat orang yang tidak tahu bahwa dirinya tidak tahu, dia pasti juga tidak mampu melihat dirinya dengan benar. Kita harus punya hati yang bersih, sikap hati yang benar, mulut yang bersih, pikiran yang bersih, tindakan yang bersih, yang menyenangkan hati Tuhan. Sehingga dapat menyengat hati Tuhan dengan kesucian hidup kita.
Kalau kita tidak terbiasa dengan jujur memeriksa batin kita, maka kita tidak akan pernah mengenal diri sendiri dengan benar dan tidak akan pernah memiliki kecerdasan rohani mengenali diri dengan benar.