Ikut Tuhan itu tidak enak, sukar. Kalau orang bilang ikut Tuhan itu menyenangkan, maka ada dua kemungkinan. Pertama, dia bohong; kedua, dia nyaris sempurna. Hanya orang yang nyaris sempurna yang bisa berkata bahwa ikut Tuhan itu menyenangkan. Ikut Tuhan itu tidak enak, karena prinsipnya: ketika kita ditampar pipi kanan, beri pipi kiri, kedagingan kita harus disalib, ambisi kita harus dimatikan. Dan ketika kita mengenakan hidup-Nya, itu berat. Ikut Tuhan itu cari masalah. Ikut Tuhan itu bukan cuma menyusahkan hidup kita, namun sangat menyusahkan, sampai daging kita dimatikan, nafsu kita dimatikan, ambisi kita dimatikan supaya kita bisa berkata, “Hidupku bukan aku lagi, tetapi Kristus yang hidup di dalam aku.” Naluri duniawi kita harus dimatikan. Kita harus makan tubuh-Nya dan minum darah-Nya; maksudnya menjadi satu dengan apa yang sama dengan kematian-Nya.
Kekristenan itu sebenarnya sederhana, tetapi mustahil kalau tanpa Roh Kudus. Ingat ini, dan goreskan dalam jiwa kita: kekristenan itu intinya satu, yaitu bagaimana menghidupkan Yesus dalam tubuh kita. Bagaimana menghidupkan pikiran-Nya dalam pikiran kita. Bagaimana Yesus hidup di abad dua puluh satu ini dalam diri kita. Itu saja, tidak ada yang lain. Jika kita tidak bersedia, berarti kita bukan Kristen. Sebab Kristen berarti seperti Kristus. Jadi, kalau kita tidak seperti Kristus, jangan sebut Kristen. Dia tidak membawa agama Kristen, Dia tidak mengajarkan agama Kristen, tetapi Dia membagi hidup-Nya untuk dikenakan. Inilah Injil yang benar, dan kita memilih segmen ini. Ingat, kita hanya punya satu kali kesempatan hidup dan tidak pernah terulang, maka selagi kita hidup di dunia, kita harus mau berubah.
Kalau logika berpikir kita telah salah selama puluhan tahun, maka irama jiwa dan daging kita juga sudah rusak selama puluhan tahun, dan tidak gampang untuk berubah. Namun Tuhan mau menyuntik kita lewat proses waktu, lewat perjalanan waktu. Jadi, setiap kali kita datang ke gereja, mendengarkan firman-Nya, kita disuntik. Dan dalam hidup kita setiap hari kita harus dipimpin Roh Kudus lewat doa pribadi, dan pengalaman hidup. Tubuh kita tetap seperti yang sedang kita kenakan sekarang, namun jiwanya Yesus. Oleh sebab itu, kalau Tuhan mengajarkan kepada kita agar kita serupa dengan Dia (Rm. 8:28-29), berarti kita pasti bisa. Untuk itu, fokus pelayanan kita tidak boleh pada kegiatan, tetapi kepada manusia. Maka, para pelayan Tuhan harus berubah dulu.
Kalau Tuhan hanya dimanfaatkan kuasa-Nya, tubuh-Nya dipakai, kekuatan-Nya dipakai, tentu itu menyenangkan. Tetapi kalau ‘tubuh-Nya’ harus dimakan, dikenakan, itu tidak enak. Mengenakan tubuh-Nya berarti mengenakan cara berpikir dan gaya hidup-Nya. Sehingga kalau kita mengasihi Tuhan, maka kita pasti berkata, “Aku mau.” Sehingga Tuhan pun akan mendidik kita. Sebab Allah bekerja dalam segala hal mendatangkan kebaikan bagi orang yang mengasihi-Nya. Tuhan akan proses kita lewat semua kejadian, semua peristiwa. Karakter kita berubah, watak kita berubah dan kita merasakan hadirat-Nya. Hal ini mermerlukan waktu bertahun-tahun. Maka kita harus punya komitmen: “Walau tidak enak dan sukar, namun aku tetap pilih Tuhan.” Kalau kita menunda-nunda, kita pasti tidak akan pernah berubah. Tuhan tahu kalau kita sungguh-sungguh mau mengenakan hidup-Nya atau tidak. Bagi yang sungguh-sungguh mau, maka Tuhan akan garap sampai kita bisa menikmati-Nya. Dan kalau sampai Tuhan rasa memang kita mencintai Dia, kita akan dibuat pahit menikmati dunia. Keindahan dunia pun menjadi pudar.
Jadi kekristen kita harus bertumbuh. Cinta kita haruslah cinta yang dewasa, bukan cinta anak-anak terus. Kita harus berani hidup dalam ketidakwajaran. Kalau kita mencintai Tuhan, kita bersama dengan Tuhan dalam kematian. Disuntik oleh kebenaran firman, sehingga karakter kita diubah. Kita harus keras terhadap diri sendiri. Masalahnya bukan perbuatan kita saja yang salah, namun keadaan batin kita yang masih bisa berbuat itu. Tuhan pasti mengampuni, tetapi apakah kita meratapi dosa itu? Kalau tidak, berarti kita melecehkan kesucian Tuhan. Jadi, kalau minta ampun, masalahnya bukan hanya perbuatan salah itu, namun pada potensi dalam diri kita yang harus kita ratapi. Memang, kita diselamatkan bukan karena perbuatan baik, melainkan dengan kematian Yesus di kayu salib. Tetapi masalahnya, kita bukan hanya harus menjadi baik, melainkan harus sempurna. Sebab orang yang masuk surga adalah mereka yang melakukan kehendak Bapa.
Pertanyaannya, apakah kita sudah melakukan kehendak Bapa? Melakukan kehendak Bapa itu standarnya mengenakan pribadi Tuhan Yesus. Disuntik kebenaran dan dirubah terus menerus. Injil yang benar itu seperti ini; tidak enak, tetapi ini anugerah. Kematian-Nya di kayu salib menebus dosa kita. Kita bisa dimiliki Dia, dimeteraikan Roh Kudus, dituntun kepada segala kebenaran. Itu tidak otomatis lalu kita jadi baik. Kita harus merespons dengan sungguh-sungguh. Tuhan Yesus itu Raja di atas segala raja. Kita adalah pangeran-pangeran-Nya. Maka kita dilatih untuk layak menjadi anak-anak Baginda Allah Bapa di surga. Injil yang benar itu menyakitkan, merenggut hidup kita dari kewajaran. Sekali kita menerima Yesus, harus dimuridkan; “Kalau kau tidak melepaskan dirimu dari segala milikmu, kamu tak dapat menjadi murid-Ku.”