Skip to content

Mengasihi Diri dengan Benar

 

Ada satu hal yang tidak disadari oleh banyak orang, yaitu sejatinya mereka tidak atau gagal mencintai dirinya sendiri dengan benar. Banyak orang tidak tahu bagaimana mencintai dirinya sendiri. Dan kalau seseorang tidak mencintai dirinya sendiri—gagal mencintai dirinya sendiri dengan benar, tidak tahu mencintai dirinya sendiri dengan benar—maka ia tidak akan dapat mencintai Tuhan secara benar. Dan kalau seseorang tidak mencintai Tuhan, maka dia tidak mengasihi, tidak bisa mencintai sesamanya dan karya ciptaan Allah ini. Ini adalah realitas kehidupan yang dijalani banyak orang. Tuhan mengajar kita untuk mencintai diri kita sendiri secara benar—bukan cinta secara kodrat yang dilahirkan dari dosa—supaya kita bisa mengerti betapa baiknya Allah, betapa agung Allah yang menciptakan diri kita ini, sehingga kita bisa mencintai Tuhan juga secara benar. Dan kemudian, pasti kita bisa mencintai sesama dan karya ciptaan-Nya, alam ini. 

Ketika Tuhan berfirman di Kejadian 2 agar Adam tidak makan buah yang dapat membuat dirinya mati, Tuhan berfirman, “Pada hari engkau makan buah ini, kamu akan mati.” Di balik kalimat itu, Tuhan secara implisit berkata, “Sayangi dirimu, cintai dirimu, jangan binasakan dirimu, jangan membuat kamu mati.” Kejadian 2:16, “Semua pohon dalam taman ini boleh kau makan buahnya dengan bebas.” Kalau Tuhan melarang makan buah pengetahuan yang baik dan yang jahat lalu Tuhan tidak memberi buah untuk dikonsumsi, tentu Tuhan jahat. Namun kata “semua pohon” menunjukkan banyak pilihan buah dari pohon-pohon tersebut, tidak kekurangan untuk pemenuhan kebutuhan jasmani. 

Ada juga pohon kehidupan di tengah taman yang tidak dilarang untuk dimakan; malah mestinya harus dimakan. Jadi sebenarnya kalimat “Semua pohon dalam taman ini boleh kau makan buahnya dengan bebas,” itu sama dengan “Semua pohon dalam taman ini, kamu harus makan. Sebab kalau kamu tidak makan, kamu mati.” Yang pertama, buah secara fisik; rambutan, mangga, pisang, dan lain sebagainya. Yang kedua, buah untuk jiwa yaitu pohon kehidupan. Harus dimakan, sebab kalau tidak kita makan, kita akan mati. Tetapi ketika Adam memilih pohon pengetahuan tentang yang baik dan jahat, matilah dia. Dia tidak makan secara benar pohon kehidupan atau buah dari pohon kehidupan. Adam malah mengonsumsi buah pengetahuan tentang yang baik dan jahat. Dia tidak kasihan dengan dirinya sendiri. 

Kalau kita membaca Kejadian 3:23, itu merupakan kisah yang paling tragis, “Lalu TUHAN Allah mengusir dia dari taman Eden. Tuhan menghalau manusia itu. Dan di sebelah timur taman Eden, ditempatkan-Nyalah beberapa kerub dengan pedang yang bernyala-nyala dan menyambar-nyambar untuk menjaga jalan ke pohon kehidupan.” Sekarang buah dari pohon kehidupan ini dihadirkan, yaitu Tuhan Yesus, yang mengajarkan firman Allah. Itulah buah pohon kehidupan. Tapi, manusia—termasuk orang Kristen—lebih banyak melihat gadget-nya, lebih banyak mendengar suara manusia, lebih banyak menginput apa yang bukan dari Allah. Padahal firman Tuhan jelas mengatakan bahwa manusia hidup bukan hanya dari roti. Kalau soal makanan jasmani, kita pasti mengerti dengan baik. Tetapi untuk pertumbuhan jiwa, apa yang kita konsumsi? Seharusnya, firman yang keluar dari mulut Allah yang harus kita dengar setiap hari. Bukan sekadar membaca Alkitab yang kalau dikonsumsi tanpa Roh Kudus, hanya membuat seseorang jadi teolog dan sombong. 

Apakah kita akan meneruskan kehidupan di kehidupan jilid dua nanti? Atau kita hanya mengakhiri di kuburan, setelah itu terpisah dari Allah sampai selama-lamanya? Semua tergantung kita; apakah kita sayang diri sendiri atau tidak? Jangan sampai kita ditipu Iblis, “Makan buah ini, maka kamu akan senang, akan seperti Allah. Kamu akan beruntung, lebih bahagia, lebih lengkap.” Hal itu membuat Adam mati. Sama, hari ini setan memberi kita banyak kesibukan dan kesenangan agar kita tidak berurusan dengan Tuhan, sehingga jarang kita mendengar suara Tuhan atau hampir-hampir tidak pernah, padahal setiap hari Tuhan berbicara. Kalau Allah bekerja dalam segala hal mendatangkan kebaikan, artinya di setiap peristiwa Allah berbicara. Maka kita harus punya ruangan yang cukup untuk mendengar Tuhan bicara. Dan untuk menstimulasi suara Tuhan, maka kita harus duduk diam menjumpai Tuhan setiap hari.