Skip to content

Menemukan Wajah-Nya

 

Jadi bagaimana Allah yang hidup, yang nyata, dapat kita rasakan? Tidak cukup dengan pengetahuan tentang Allah yang kita dengar atau teologi yang kita pelajari, tetapi melalui pengalaman. Itu pun tidak mudah terjadi atau berlangsung dalam hidup seseorang kecuali orang tersebut benar-benar haus dan lapar akan kebenaran, dan mengosongkan bejana hatinya untuk siapa pun dan apa pun selain hanya menyediakannya bagi Tuhan. Kalau Alkitab berkata, “Carilah wajah-Ku, kucari wajah-Mu.” Allah tidak memiliki wajah, dari dulu juga kita tahu Allah itu Roh. Tetapi maksud mencari wajah Tuhan adalah perjumpaan dengan sosok Allah, menemukan Allah di dalam hidup kita. Itulah sebabnya firman Tuhan mengatakan, “Maka wajah-Mu kucari, ya TUHAN.” Maksudnya apa? Perjumpaan dengan sosok Allah tersebut. 

Allah harus ditemukan di mana kita bisa “muka dengan muka” dengan Dia. Jadi kita menyadari betapa kurang ajarnya kita dulu, tetapi Tuhan bertoleransi dan menerima kita. Kita berurusan dengan Allah di dalam fantasi kita tentang Dia, dalam doa, pujian, dan penyembahan. Kita berurusan dengan Allah yang tergambar di dalam pikiran kita. Dan Allah bertoleransi karena kita dipandang belum akil baligh. Tetapi kalau sudah saatnya kita akil baligh, maka kita harus mengalami Tuhan secara riil, kita bisa bertemu “muka dengan muka.” Di situ kita belajar untuk menemukan Allah. Bagaimana perasaan-Nya? Bagaimana pikiran-Nya? Bagaimana reaksi-reaksi Allah terhadap tindakan-tindakan, keputusan-keputusan, dan pilihan kita? Barulah kita juga bisa mengerti apa yang dikatakan Alkitab, misalnya di Mazmur 30:8, Mazmur 27:9 dan banyak lagi.      

Sekarang kita merasa kita mengerti sekali ketika kita tidak berjalan di dalam track yang benar, maka Allah meninggalkan kita. Bukan meninggalkan dalam arti tidak akan bertemu lagi, tetapi ‘Allah menyembunyikan wajah-Nya’ dan betapa sulit untuk kembali menemukan wajah-Nya. Kita doa kembali, kita puasa kembali, kita cari wajah Tuhan karena hati kita harus bersih, motivasi hidup kita benar-benar lurus, bejana hati kita harus kita kosongkan terhadap siapa pun dan apa pun, kita buka hanya bagi Tuhan. Menjadi seorang Kristen dari kecil itu bukan jaminan kalau dia telah mengenal Allah; bahkan sekalipun dia rajin ke gereja, lalu sekolah Alkitab, jadi Doktor Teologi. Apalagi kalau sekolah teologi hanya karena mau mencari hidup atau sekadar kesenangan, maka dia pasti tidak pernah menemukan Allah. 

Orang yang menemukan Allah itu menemukan wajah-Nya. Kegentarannya akan Allah itu nampak dan nyata dari sikapnya terhadap orang lain. Dia akan menjaga perasaan orang, tidak sewenang-wenang, berbelas kasih, tidak semena-mena, menghargai setiap orang karena setiap orang berharga di matanya. Tentu saja orang yang benar-benar menemukan wajah Allah bisa hidup di dalam kekudusan karena yang paling dia takuti adalah kalau Allah menyembunyikan wajah-Nya. Jadi sebelum Dia menyembunyikan wajah-Nya, kita sudah merasakannya. Allah berduka karena tindakan, kelakuan kita yang tidak tepat seperti yang Allah kehendaki. 

Temukanlah Tuhan di dalam hidup keseharian kita, carilah Dia di ruang kamar kita. Sediakanlah ruang doa, duduk diam di kaki Tuhan, carilah firman Tuhan yang membangun iman, bergaullah dengan orang yang juga mencari Dia. Mungkin pengetahuan yang kita miliki tentang Allah itu benar, tetapi kita tidak langsung berjumpa dengan Dia karena kita tidak menyediakan waktu dan diri untuk betul-betul berjumpa dengan Tuhan. Dan Allah Yang Maha Murah ternyata tidak murahan. Kita harus membayar harganya untuk itu. Selagi masih ada kesempatan, kejarlah terus, cari Tuhan dengan sungguh-sungguh. Bayangkan nanti kalau kita sudah bertemu dengan Dia di dalam kedahsyatan kemuliaan-Nya, ternyata kita belum berjumpa dengan Dia, tapi kita hanya berjumpa dengan bayang-bayang dan fantasi. 

Pikiran bisa diisi dengan pengetahuan, tetapi perasaan tidak bisa diisi dengan pengetahuan kecuali pengalaman. Pernahkah kita membayangkan bagaimana Allah dalam menghadapi Abraham, Musa, Daniel, Sadrakh, Mesakh, Abednego dan yang lainnya? Itu baru bisa kita mengerti dan matang waktu kita berhadapan langsung dengan Tuhan, dan itu menggetarkan, itu dahsyat. Sekali lagi, pengenalan akan Allah tidak bisa hanya dengan membaca Alkitab, tapi harus bertemu muka dengan muka dalam doa. Dan kalau sudah begitu, kita tidak spekulasi hidup, karena kita yakin.