Roma 8:28-29
“Kita tahu sekarang bahwa Allah bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah. Sebab, semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Dia, Anak-Nya itu menjadi yang sulung di antara banyak saudara.”
Suatu hari nanti banyak orang akan menemukan kenyataan—dan sayangnya saat itu mereka baru menyadari sepenuhnya—bahwa tahun umur hidupnya yang singkat ternyata tidak menghasilkan apa-apa di kekekalan. Dan hal itu akan menimbulkan penyesalan yang sangat menyakitkan. Penyesalan yang hanya dapat diekspresikan dengan ratap tangis dan kertak gigi. Ini bencana di atas segala bencana. Ini kengerian maha dahsyat. Keterpisahan manusia dari Allah Bapa yang begitu mengasihi, Allah sumber kehidupan, itu sangat mengerikan. Kiranya kita terhindar dari keadaan itu. Oleh sebab itu, jangan anggap remeh hal ini. Sebagai orang yang dipilih oleh Tuhan, sebagai umat yang diperkenan mendengar Injil, kita memiliki kesempatan untuk mengenakan kodrat ilahi.
Dan sebenarnya, inilah inti Injil. Inilah isi kabar baik itu. Kodrat ilahi inilah harta kekal yang harus dicari. Mengapa dicari? Karena tidak dapat kita miliki dengan sendirinya. Kita tidak dapat memperolehnya secara otomatis. Bagaimana kita bisa mencari dan di mana kita mendapatkannya? Hal ini dapat kita temukan dalam kehidupan kita setiap hari, melalui segala peristiwa di dalam setiap kejadian yang kita alami dalam hidup kita setiap hari. Itulah sebabnya firman Tuhan mengatakan, “Allah bekerja dalam segala hal, dalam segala peristiwa, dalam segala perkara, untuk mendatangkan kebaikan bagi kita,” yaitu kita yang dipanggil oleh Tuhan. Kita ditentukan untuk serupa dengan Tuhan Yesus. Yang ditentukan itu bukan manusianya, melainkan keserupaannya atau targetnya.
Penyesatan yang terjadi dalam hidup banyak orang Kristen yang masif, yang meluas selama ratusan tahun, bahkan ribuan tahun adalah ketika diajarkan bahwa karya keselamatan Tuhan Yesus yang dikerjakan di bukit Golgota otomatis membuat seseorang selamat, asal menyetujui bahwa Yesus mati di kayu salib untuk dosa-dosa manusia, asal menyetujui dan mengakui status Yesus sebagai Juru Selamat. Ini penyesatan yang membuat banyak orang Kristen tidak mengalami keselamatan. Sebagai bukti, kita melihat begitu banyak orang Kristen yang kehidupannya tidak berbeda dengan orang yang tidak mendengar Injil. Jadi jangan karena kita setuju bahwa Yesus Kristus itu Anak Allah, mati di kayu salib menebus dosa manusia, maka otomatis kita selamat. Itu sesat, itu bodoh.
Karya keselamatan yang dikerjakan Tuhan Yesus di kayu salib di bukit Kalvari itu memberi kuasa, memberi peluang dan potensi manusia untuk selamat. Dan selamat itu artinya dikembalikan ke rancangan semula, serupa dengan Tuhan Yesus. Yang menjadi target adalah kita menjadi segambar dan serupa dengan Allah. Artinya, sama dengan hidup tidak bercacat dan tidak bercela atau sempurna seperti Bapa. Sama dengan mengenakan kodrat ilahi. Jadi harus ada peristiwa-peristiwa kehidupan dimana manusia yang terpilih, yang mengasihi Tuhan, dapat menemukan kodrat ilahi.
Terkait dengan hal ini, firman Tuhan mengatakan, “besi menajamkan besi, manusia menajamkan sesamanya.” Itulah sebabnya kita harus hidup di tengah-tengah masyarakat, kita harus mengalami berbagai peristiwa hidup, sebab melalui semua itu Tuhan mau kita menemukan kodrat ilahi. Orang yang meninggalkan keramaian, menyepi, atau menyendiri jauh dari manusia lain dan keramaian dengan maksud mau mencapai kesempurnaan, tidak akan menemukan kesempurnaan yang sesungguhnya. Itu kesempurnaan yang tidak natural, kesempurnaan yang dipaksakan.
Mengenakan kodrat ilahi ini sebenarnya sama dengan menjadi sempurna seperti Bapa. Berhubung kesempurnaan masing-masing orang berbeda, maka masing-masing menerima penggarapan Allah secara khusus. Di sini, setiap orang dimuridkan oleh Tuhan Yesus melalui Roh Kudus secara khusus, dan betapa istimewanya setiap orang yang menerima penggarapan Allah tersebut, yaitu tentu mereka yang mengasihi Tuhan (Rm. 8:28).
Kita dimungkinkan untuk memiliki kehidupan seperti kehidupan yang dikenakan Tuhan Yesus. Inilah inti Injil, ini kabar baik itu. Seseorang bisa belum sempurna, tetapi ia tetap bisa sungguh-sungguh mengasihi Tuhan. Maka, seiring dengan perjalanan waktu dan proses penggarapan Allah yang berlangsung dalam hidupnya, akhirnya cintanya kepada Tuhan menjadi utuh atau cintanya menjadi sempurna. Jadi kita jangan menjadi asing terhadap kata “sempurna,” hidup tak bercacat tak bercela, yang sama dengan mengenakan kodrat ilahi.