Skip to content

Menemukan Karakter Yesus

Kita harus melihat ada unsur-unsur dalam diri kita yang bukan kodrat ilahi. Misalnya kita dilukai orang, kita kesal. Itu bukan kodrat ilahi. Kita bisa marah terhadap ketidakbenaran, tetapi tidak usah sampai dendam, mengharapkan orang celaka atau dipermalukan. Itu bukan kodrat ilahi. Pria melihat wanita dengan cara pandang yang salah, itu kodrat manusia. Harus dengan cara pandang yang benar. Melihat kemewahan, rumah bagus, barang bagus, reaksi kita apa? Kita bisa “mengendus,” masih ada tidak di dalam diri kita, kodrat manusia atau kodrat dosa? Waktu kita bercakap-cakap lalu kita menerima pernyataan yang kita tidak suka, lalu kita bereaksi, reaksi kita itu kodrat manusia atau kodrat ilahi?

Kalau sejak muda kita menganyam, merajut kesucian seperti ini, kodrat dosa kita akan hilang. Jadi, jangan memberi makan; mengumpani kodrat dosa kita. Jangan berkata, “Sekali ini saya berbuat salah, nanti tidak.” Kita akan jadi makin addict; ketagihan. Kita mengingini sesuatu yang tidak patut dan tidak perlu dimiliki, lalu kita ngotot untuk punya, kita umpani keinginan itu. Kodrat dosa atau kodrat manusia menjadi tidak bisa mati. Cara kita membunuh kodrat manusia kita adalah dengan “membunuh” hal-hal tersebut. Kita harus benar-benar mengerti bahwa hidup yang sesungguhnya itu bukan sekarang, tetapi nanti. Jadi tidak heran kalau Tuhan Yesus berkata, “Kumpulkan harta di surga, bukan di bumi.” 

Paulus mengatakan, “Pikirkan perkara yang di atas, bukan di bumi. Kamu bukan dari dunia ini.” itu kata-kata yang sudah normal bagi anak Allah. Masalahnya, bagaimana kita bisa menjadi orang yang “berasal dari atas,” yang nanti bisa tinggal di Rumah Bapa? Yesuslah potretnya. Maka, gereja harus mengajarkan terus kebenaran tentang Yesus itu bagaimana, kebenaran yang diajarkan itu bagaimana. Dan, menstimulasi kita untuk mengenal Dia lewat perjumpaan. Jadi, harus ada perjuangan yang benar-benar serius. Bukan hanya belajar Alkitab, mendengar khotbah, mengerti cara memandang hidup. Kita juga harus masuk dalam cara hidup, gaya hidup yang dikenakan Yesus. 

Perjumpaan-perjumpaan dengan Tuhan akan membuat kita menemukan karakter Kristus, yang kita kenakan sesuai dengan kepribadian masing-masing, dan kita bisa berkata, “Hidupku bukan aku lagi, tetapi Kristus yang hidup di dalam aku.” Kita harus sadar ketika Yesus membeli kita, Bapa memberikan Anak-Nya membeli kita, berarti kita bukan milik kita sendiri. Kita mau diubah sesuai dengan kehendak Allah, menjadi manusia versi-Nya, manusia jenis lain. Maka, Tuhan berhak mengubah kita. Masalahnya, banyak kita yang memberontak, tidak mau diubah. Kita bukan boneka, dan Allah punya tatanan. Ia tidak memaksa kita berubah. Kita yang harus rela diubah. Kalau kita menolak diubah, berarti memberontak. “Kamu bukan milik kamu sendiri. Kamu ditebus dengan harga yang lunas dibayar. Muliakanlah Allah dengan tubuhmu,” artinya jadilah manusia yang memuliakan Allah. 

Memuliakan Allah itu bukan hanya di gereja, melainkan di seluruh waktu hidup kita, di mana pun kita berada. Kita tidak bisa merindukan Tuhan tanpa merindukan karakter-Nya. Kita harus merindukan bagaimana memiliki karakter-Nya dan cara hidup-Nya. Maka, kita belajar hidupnya Tuhan Yesus. Kalau kita gagal memandang hidup artinya kita gagal memiliki hidup. Kalau kita gagal memandang cara hidup yang benar, maka kita tidak punya hidup. Cara hidup yang benar adalah Yesus. Kalau kita merindukan Tuhan Yesus, kita harus merindukan cara hidup-Nya. Baru kita lebih berharga dari permata. Harus ada passion dan ambisi yang kuat untuk memiliki karakter Kristus.

Cara pandang kita banyak yang sudah sesat. Secara nalar logika, kita mengerti hal ini, tetapi sulit untuk mengenakannya, karena sudah terlanjur salah. Bertahun-tahun cita rasa jiwa kita sudah keliru. Maka, mengubahnya bukan sesuatu yang mudah. Kita sudah telanjur mengadopsi cara hidup manusia di sekitar kita. Kalau Paulus, ia melewati proses perubahan sampai bisa berkata, “Hidupku bukan aku lagi,” memenuhi yang dikatakan dalam suratnya di Roma 12:2, “Jangan serupa dengan dunia ini.” Jadi, serupa dengan siapa? Tentu saja dengan Tuhan Yesus. 

Alkitab berkata: “Kamu hidup di bumi, tetapi tidak hidup dengan cara hidup orang hidup di bumi. Engkau sudah pindahkan hatimu di surga.” Oleh sebab itu, gereja harus memiliki kebenaran yang diajarkan dan kehidupan yang menjadi teladan. Setan tahu kebenaran ada, tetapi teladan itu tidak boleh ada. Maka, setan akan berusaha merusak karakter manusia, terutama karakter pemimpin yang seharusnya menjadi teladan banyak orang. Tetapi, kalau kita memang benar, kita pasti dijagai Tuhan. Kalau kita tidak benar, munafik, maka kita akan dikutuk Tuhan. Jadi, sekarang kita berurusan hanya dengan Tuhan, jangan berurusan dengan manusia. 

 Perjumpaan-perjumpaan kita dengan Tuhan akan membuat kita menemukan karakter Kristus