Betapa tak terbatasnya Allah yang menciptakan hewan dengan berbagai variannya, tumbuh-tumbuhan dalam berjuta jenis, dan lebih hebat lagi manusia. Dari sekian miliar manusia, tidak ada yang sama. Maka idealnya, setiap insan itu memancarkan kemuliaan Allah. Ada satu tugas yang Allah percayakan kepada kita masing-masing, yaitu bagaimana kita menemukan diri kita. Apakah kita tahu, kita ada hari ini, produk siapa? Apakah Allah memang menghendaki kita berkeadaan seperti ini? Setiap kita harus menemukan “siapa aku.” Kalau ibarat bunga, kita adalah mawar, tapi apakah kita mawar yang merah, putih atau mawar jenis tertentu.
Sejatinya, nyaris mustahil untuk kita bisa menemukan diri kita, tetapi bukan tidak mungkin. Pasti mungkin, sebab Allah pasti akan menolong kita bagaimana kita bisa menemukan diri kita. Manusia yang terhilang bukan hanya dalam arti manusia tidak bisa bersekutu dengan Allah, manusia yang terhilang juga berarti manusia yang tidak menemukan dirinya. Pasti setiap orang telah memiliki, menampung, memuat, memikul, menanggung rancangan Allah. Dan itu luar biasa. Bahkan sebelum kita lahir, Allah sudah memuat nama kita di dalam pikiran-Nya, dan kita akan menjadi siapa. Jangan sampai kita meninggal dunia namun kita tidak menemukan diri kita, berarti kita gagal.
Allah mau memancarkan keindahan-Nya dalam spesifikasi masing-masing yang indah itu. Jadi, Allah Sang Arsitek Agung, akan membentuk kita sesuai dengan keadaan kita masing-masing. Betapa luar biasa menjadi umat pilihan itu dan tidak bisa menjadi sambilan. Kita tidak bisa menjadi Kristen sambilan, kekristenan harus menyita seluruh hidup kita. Pertanyaannya, apakah kita masing-masing sudah menemukan siapa diri kita? Apakah Allah menghendaki kita yang seperti ini? Lebih tajam lagi, “Dengan usiaku sekian tahun, apakah aku sudah memuaskan Tuhan dengan keadaan seperti ini?”
Apa cirinya kalau seseorang berkeadaan seperti yang Allah kehendaki? Memancarkan kemuliaan Allah, sehingga orang bisa berkata, “Saya kalau ketemu Ibu, saya seperti ketemu Tuhan” atau “Saya kalau ngobrol dengan Bapak, saya ketemu Bapak, seperti ketemu Tuhan.” Karena kita penuh belas kasihan, suka menolong, tidak bercacat tidak bercela. Kalau sampai orang merasa terancam dengan kita, terlukai, berarti ada yang tidak beres. Kecuali orang itu jahat. Orang jahat itu akan terlukai tanpa dilukai, karena kejahatannya melukai dirinya dari kebencian, dendam, ketidaksukaan orang lain lebih maju, sikap menghakimi, dan menghukum.
Matahari tidak punya cahaya kalau tidak Tuhan beri. Dan bulan sama sekali tidak punya cahaya kalau tidak memancarkan cahaya matahari. Sumber terang adalah Allah sendiri. Orang tua yang bertumbuh terus memancarkan terang, maka anaknya akan memancarkan terang orang tua. Sampai anaknya akan jadi matahari juga yang memancarkan terang. Anak tidak bisa mengasihi Tuhan karena dia tidak melihat Tuhan, tapi dia melihat orang tuanya yang mengasihi Tuhan dan bisa menemukan Tuhan dalam orang tuanya. Dan ketika orang tuanya menjadi cermin Allah, dia akan menjadi cermin orang tuanya, dan suatu hari dia akan menemukan Allah dan menjadi cermin Allah.
Jadi, setiap manusia bisa memancarkan kemuliaan Allah. Betapa tidak terbatasnya kemuliaan Allah, betapa tidak terbatasnya Allah itu. Sekarang masalahnya, temukan diri kita untuk memancarkan kemuliaan Allah. Sebab sebelum kita dilahirkan oleh orang tua, kita sudah dilahirkan Allah di dalam pikiran-Nya. Merenungkan kebenaran ini, kita jadi begitu bergairah, begitu bersemangat hidup. Semangat, gairah hidup kita bukan karena kita mau menikmati dunia ini, melainkan karena kita bisa menyerap Tuhan. Dan Tuhan mau berbicara terus menumbuhkan, mendewasakan kita untuk menjadi anak-anak-Nya, sampai kita menjadi seorang yang benar-benar seturut dengan apa yang Dia rancang. Dan tentu, orang-orang seperti ini akan diperkenankan tinggal di dalam Kerajaan Surga. Jadi, satu hal yang kita harus gumulkan hari ini adalah bagaimana kita menemukan diri kita.
One thing we must fight for is to find our identity as God wants us to be. Jadi, kejarlah ketinggalan kita sebelum selesai, sebelum kita meninggal dunia. Kita berjuang untuk memperoleh apa yang Allah kehendaki, harus menjadi apa kita di hadapan Allah. Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil. Mulai sekarang, baiklah kita katakan: “Buat aku merasa tidak bisa hidup tanpa Engkau. Buat aku hanya kehausan akan Engkau. Buat aku membutuhkan Engkau lebih dari aku membutuhkan oksigen. Buat aku punya kehausan akan Engkau, kebutuhan akan Engkau lebih dari aku membutuhkan oksigen.“ Sebab mencari Tuhan itu bukan kewajiban, tapi kebutuhan.