Skip to content

Mencurigai Diri Sendiri

 

Kita harus sungguh-sungguh memperkarakan mengenai satu hal ini, yaitu apa yang Allah Bapa rasakan mengenai kita? Jangan kita mengira-ngira, menduga-duga. Jangan kita disesatkan oleh diri kita sendiri, seakan-akan kita sudah menyenangkan hati Allah, sudah berkenan di hadapan-Nya, padahal belum tentu demikian. Dulu kita tidak peduli apa yang Allah rasakan tentang kita. Kita lebih memperkarakan apa yang kita rasakan mengenai dunia ini, kesenangan atau terkait dengan dunia ini dengan segala kesenangan dan hiburannya. Kita juga minta agar Tuhan mengabulkan permintaan kita. Waktu itu kita belum dewasa, kita masih kanak-kanak, kita egosentris tidak teosentris. 

Tapi sekarang, di ujung akhir zaman sebelum dunia diakhiri oleh Tuhan, kita mau serius memperhatikan perasaan Tuhan: apa yang Dia rasakan terkait dengan kita atau mengenai kita? Setiap kita pasti pernah mengalami bagaimana punya perasaan kesal, marah terhadap seseorang, terutama orang yang kita kasihi, yang ada dalam bahaya atau gusar karena orang-orang yang kita kasihi ini bertindak, berperilaku semena-mena. Maka, mari kita juga mempertimbangkan, memikirkan apa yang Allah rasakan tentang kita. Kesalkah Allah melihat pola tingkah kita? Marahkah? 

Di sisi lain, tentu kita juga mengalami bagaimana kita disenangkan oleh orang-orang tertentu, kita membanggakan orang-orang tertentu. Bagi yang sudah menjadi orang tua, tentu mengerti bagaimana dibahagiakan oleh anak dan dapat membanggakan anak. Demikian pula Allah terhadap kita. Bisakah kita dibanggakan oleh Dia? Bisakah kita menyenangkan hati-Nya, menyukakan hati-nya, membahagiakan hati Allah, membuat senyum Tuhan? Kita mau sungguh-sungguh memperkarakan hal ini. Dan kalau kita sungguh-sungguh memperkarakan hal ini, pasti Roh Kudus menolong kita. Roh Kudus merapikan hidup kita. 

Hidup kita yang berantakan akan dirapikan oleh Roh Kudus jika kita memiliki niat, gairah, tekad, untuk menjadi anak-anak kesukaan Allah. Sungguh-sungguh kita mengintip, kita melihat, apa dan bagaimana perasaan Allah terhadap kita. Yang dibahasakan oleh pemazmur, “Selidiki aku Tuhan, apakah jalanku serong. Tuntunlah aku di jalan yang benar.” Kalimat ini bisa berarti: “selidiki aku Bapa, kenali aku, beri tahu aku, apakah aku menyenangkan Engkau atau tidak? Apakah aku membanggakan di mata-Mu atau tidak? Tolonglah aku ya Bapa.” 

Mari kita serius. Yang serius saja belum tentu dengan mudah dapat mengenali bagaimana perasaan Allah terhadap kita, apalagi kalau kita tidak serius. Kita mau sungguh-sungguh menjadi seseorang yang selalu menyenangkan hati Tuhan. Dan itu sesungguhnya keberhasilan atau sukses hidup, lebih dari mendapatkan pendidikan tinggi, gelar, harta, uang, jodoh, keturunan, atau apa pun. Adalah hal sangat berharga, mulia, bernilai, kalau kita ada di hati Tuhan, karena kita menyenangkan Dia. Kita minta kepada Tuhan menerangi hati kita. Kalau ada kesombongan-kesombongan terselubung, kebencian-kebencian, dendam, kesal terhadap manusia lain, atau ada upaya dalam diri kita untuk merusak nama baik orang; kita minta ampun, kita bertobat dan kita tidak melakukannya lagi. 

Tuhan akan membawa kita pada keadaan-keadaan tertentu yang berpotensi kita melakukan pelanggaran atau melakukan sesuatu yang tidak berkenan di hadapan Tuhan. Di dalam situasi seperti itu Tuhan menguji seberapa kita serius berurusan dengan Allah, menghargai Dia, menghormati Dia atau menyembah Dia. Justru penyembahan yang benar adalah perilaku kita setiap hari, setiap saat, dalam segala hal. Karena menyembah itu artinya memberi nilai tinggi. Kita memberi nilai tinggi Tuhan bukan hanya dengan mulut atau perkataan, melainkan dengan perbuatan, perilaku kita. Dan itu yang mnyenangkan Tuhan. 

Kita bisa berkata “Haleluya, Haleluya, aku menyembah-Mu Tuhan,” tetapi kalau perilaku kita setiap hari, setiap saat, tidak menyukakan hati Tuhan, percuma. Sebab yang penting adalah bagaimana dalam segala perkara setiap waktu yang kita lakukan ‘tepat’ seperti yang Allah kehendaki. Dengan demikian kita bisa menyenangkan Dia. Maka kita harus selalu mencurigai diri kita sendiri, kalau-kalau ada hal-hal yang kita lakukan yang tidak menyenangkan hati Tuhan. Dan jika kita melakukannya, maka kita makin mengenali diri kita dengan benar oleh pertolongan Roh Kudus, dan pasti Roh Kudus menuntun kita, memberi kita kepekaan untuk mengetahui bagaimana perasaan Allah terhadap kita.