Skip to content

Menantikan Kebangkitan

Ada dua hal yang mestinya menggelisahkan kita. Yang pertama, mengapa kita tidak sungguh-sungguh memandang bahwa kebangkitan dari orang mati merupakan sesuatu yang luar biasa, yang berharga, yang mestinya kita rindukan dan kita nantikan. Sebab, kebangkitan dari antara orang mati akan membuat kita memiliki tubuh kemuliaan yang tidak mengalami sakit penyakit, proses penuaan; kesempurnaan fisik, kesempurnaan tubuh seperti rancangan Allah semula. Kalau kita sadar, kita tidak memandang hal itu sebagai sesuatu yang istimewa, yang luar biasa sehingga kita tidak merasa menantikan dengan sungguh-sungguh, berarti ada sesuatu yang salah di dalam hidup kita. Tuhan mengizinkan, Tuhan membiarkan gereja mula-mula mengalami penderitaan yang hebat. Namun hal itu ternyata memang mematangkan atau menyempurnakan iman Kristen, sekaligus menjadi ujian yang sangat tepat. Sebab dengan penderitaan yang mereka alami, mereka tidak memiliki kesempatan atau peluang sedikit pun menikmati kesenangan dan kebahagiaan di bumi ini. Mereka menantikan kebangkitan dari antara orang mati.

Jadi, Tuhan mengondisi orang Kristen abad mula-mula itu untuk bisa memandang kebangkitan dari antara orang mati sebagai sesuatu yang bernilai, yang berharga, dan mereka menantikannya. Dunia kita hari ini mengondisi kita untuk tidak menantikan kebangkitan dari antara orang mati, karena kita bisa menikmati banyak kesenangan, kenyamanan hidup, sehingga kebangkitan bukan sesuatu yang berharga dan bernilai. Dan faktanya, hampir-hampir tidak ada orang yang menantikan kebangkitan itu. Tentu kita seharusnya mempersoalkan dan memperkarakan hal ini di dalam hidup kita pribadi. Dari pergumulan itu, kita menemukan satu hal, yaitu kalau kita masih mengharapkan ada kebahagiaan di dalam hidup kita, maka kita pasti tidak menantikan kebangkitan. Kita tidak memandang kebangkitan sebagai sesuatu yang berharga dan bernilai. Kalau kita membiarkan kehidupan kita seperti ini, cepat atau lambat, kita dapat mengkhianati Tuhan. 

Yang kedua, penyesatan yang tanpa disadari merusak kehidupan orang Kristen. Pandangan jika memercayai kebangkitan Yesus maka secara otomatis akan mengalami kebangkitan. Jadi, seakan-akan kebangkitan itu sudah menjadi hak, porsi yang pasti diterima. Dalam hal ini dikesankan bahwa kebangkitan dapat terjadi atas setiap orang Kristen dengan mudah. Jadi, tidak perlu dinantikan. Nanti dengan sendirinya akan mengalami kebangkitan. Sehingga kebangkitan dari antara orang mati itu menjadi murahan. Karena menjadi murahan, sehingga banyak yang gagal paham terhadap pengurbanan Yesus yang hebat untuk bisa mengalami kebangkitan. Kebangkitan Yesus terjadi karena kesalehan-Nya. Kalau Dia tidak saleh—artinya Dia juga berbuat salah—jangankan menebus dosa orang lain, Ia juga tidak bisa memikul dosa-Nya sendiri. Padahal Alkitab menunjukkan bahwa untuk mengalami kebangkitan, seseorang harus memiliki kehidupan yang pantas untuk memperoleh kebangkitan.

Dalam hal ini, ada syarat yang harus dipenuhi. Sangat jelas dalam kesaksian Rasul Paulus mengenai syarat yang harus dipenuhi untuk mengalami kebangkitan, yang tertulis di Filipi 3:7-11, “Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus dan berada dalam Dia bukan dengan kebenaranku sendiri karena mentaati hukum Taurat, melainkan dengan kebenaran karena kepercayaan kepada Kristus, yaitu kebenaran yang Allah anugerahkan berdasarkan kepercayaan. Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya, supaya aku akhirnya beroleh kebangkitan dari antara orang mati.” 

Kalau kita melihat per kata, per ayat, pasti penuh atau sarat dengan kebenaran. Tetapi paling tidak, ada tiga inti dari ayat-ayat yang tadi telah kita baca. Yang pertama, kesediaan melepaskan segala sesuatu. Yang kedua, melepaskan segala sesuatu itu bukan jasa, tetapi menunjukkan kepercayaan atau iman kepada Yesus. Sebab iman bukan hanya perkataan atau aktivitas nalar, tetapi tindakan. Kita harus menemukan iman yang orisinil, yang murni. Yang ketiga, menjadi serupa dengan Yesus. Hari ini orang begitu terlahir dari keluarga Kristen, langsung jadi Kristen. Tidak ada pertaruhan sama sekali. Tetapi beda dengan orang-orang Kristen pada zaman itu. Mereka harus berani mempertaruhkan hidup mereka untuk imannya. Jadi kalau berkata “percaya Tuhan Yesus,” paketnya adalah kehilangan seluruh hidup. Dan ketiga syarat ini harus dipenuhi, “supaya aku akhirnya beroleh kebangkitan dari antara orang mati.” 

Kalau kita masih mengharapkan ada kebahagiaan di dalam hidup kita, maka kita pasti tidak menantikan kebangkitan.