Saudaraku,
Semakin tua, semakin krisis. Kalau suci, tambah suci; tapi kalau jahat, makin tidak bisa berubah. Kalau kita tidak militan, maka kalau makin tua, makin susah diubah, makin bebal. Jadi kalau kita tidak merendahkan diri, tidak mencari Tuhan sungguh-sungguh, tidak akan bisa sampai. Mengerikan sekali. Makin tua, kita mesti makin menanggalkan keinginan. Kalau tidak segera menanggalkan keinginan, kita tidak akan sempat menjadi seorang yang benar-benar bersih. Nanti akhirnya tidak bisa berubah. Jadi makin tua, bejana hatinya harus makin dikosongkan. Sudah, jangan punya keinginan lagi. Jangan berkata, “sebelum aku mati, aku mau punya ini dan itu.” Mestinya makin tua, kita harus semakin mematikan kedagingan. Jadi sebelum kita mati, kita beres-beres. Kita harus berkejar-kejaran dengan waktu.
Dan bagi orang-orang muda, kalau kamu tidak militan, kamu akan terbawa dunia. Dagingmu masih kuat, matamu masih belum bisa menyangkal dengan baik. Kamu harus militan benar-benar, supaya kamu bisa menggarami pemuda-pemuda yang lain. Sekarang sudah hampir tidak ada pemuda yang serius dengan Tuhan. Kalau kamu bisa diajak serius, kamu beruntung. Dulu, umur 17 tahun masih bisa dinasihati orang tua. Sekarang, sulit. Dulu umur 30 tahun, masih bisa diperbaiki. Nanti, makin tidak bisa, karena perubahan dunia makin cepat. Maka, sebelum hari tua, kita bertobat, kita berubah, kita punya positioning; tempat yang serius untuk Tuhan. Ini mungkin peringatan terakhir. Untuk beberapa Saudara, mungkin ini peringatan terakhir.
Ironi, saya melihat gereja-gereja itu tenang-tenang, gitu ya. Seperti tidak pernah tidak tahu bahwa kondisi ini sudah krisis. Tidak menyerukan alarm. Kalau kita mengerti, kita mesti memukul kentongan, peringatan bahaya. Bukan seruling untuk menari. Harus sudah mulai tidak memikirkan kenyamanan. Makanya kalau ada orang yang mengajarkan khotbahnya berkat-berkat terus, kemakmuran-kemakmuran, dia tidak alert; dia tidak waspada. Padahal Tuhan mengajrakan prinsip hidup, “asal ada makanan, pakaian, cukup.” Dan herannya, orang Kristen yang prinsipnya sungguh-sungguh benar, tidak jadi miskin, tidak akan dipermalukan. Kita harus berani—khususnya bagi hamba Tuhan—menabuh genderang perang melawan dunia dan kuasa gelap. Bukan meniup seruling untuk menari. Ini bukan dunia di mana kita ini bisa nyaman. Kalau nyanyi, nari, boleh, harus, Saudaraku. Kita menari di hadapan Tuhan. Tapi dalam kehidupan, kita tidak lagi mengharapkan kenyamanan.
Saudaraku,
Jangan mimpi hidup nyaman. Kita harus berkemas-kemas. Tanda-tanda zaman sudah jelas, tapi masih ada gereja yang menyerukan, “Tenang, Tuhan pasti berkati, nyaman.” Kita harus sudah mulai memindahkan hati di surga, karena di mana ada hartamu, di situ hatimu. Kebahagiaan kita bukan di sini, tapi di Langit Baru Bumi Baru. Jadi, sekarang kita kerja sungguh-sungguh. Kita tidak boleh takut menghadapi hari esok. Untuk keselamatan jiwa, kita pukul genderang perang. Kita sudah tidak bisa mikirin diri sendiri, kita memikirkan dunia. Dan ini tidak main-main.
Ingat! Kita makin tua, akan makin susah berubah, kalau tidak sejak dini kita berubah. Dunia ini akan makin jahat. Ketegangan perang Ukraina dan Rusia tidak surut. Dan beberapa wilayah lain dengan ketegangan politiknya, tidak surut. Tidak ada yang tahu kita, ada perang atau tidak. Tapi kita sudah bersiap-siap. Seandainya dunia berakhir, kita yang setia, dapat berkata “Selamat datang, Tuhanku, jemput kami pulang ke surga.” Jadi, saya mengajak Saudara mulai saat ini untuk bertobat. Jangan berbuat dosa lagi. Kalau Saudara pernah hidup dalam dosa, pernah berbuat dosa, jangan berbuat dosa lagi. Dunia tidak bisa kita hadapi, kita respons dengan kekristenan yang biasa-biasa seperti 30-40 tahun yang lalu, kekristenan harus siuman. Pendeta dan para pembicara gereja harus radikal dan militan. Setiap individu orang Kristen harus punya positioning; tempat yang sungguh-sungguh untuk Tuhan.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
Kita harus berani, khususnya bagi hamba Tuhan menabuh genderang perang melawan dunia dan kuasa gelap.