Skip to content

Memiliki Respons yang Benar

Kita akan sangat menyesal apabila ketika meninggal dunia, kita belum dilahirkan baru; belum mengalami perubahan kodrat, belum menjadi anak-anak Allah. Maka jangan heran ketika kita menjadi Kristen yang benar, kita justru mengalami begitu banyak tantangan. Ibrani 12 mengatakan, “Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak.” Kata ‘menyesah’ dalam bahasa aslinya berarti memukul berulang-ulang. Orang tua sering menghajar anaknya, tetapi kalau anak belum berubah, ia akan dipukul lagi sampai berubah. Tidak ada pilihan. 

 Selanjutnya dikatakan, “Jika kamu harus menanggung ganjaran, Allah memperlakukan kamu seperti anak.” Sebagai huios, anak yang sah. “Di mana anak yang tidak dihajar oleh ayahnya?” Jadi, kalau kita sekarang menemui jalan-jalan berat dalam mengikut Tuhan—rasanya masalah tidak selesai-selesai, bahkan bertambah berat—itu karena kita adalah anak yang dihajar. Kita sedang diproses seperti janin dalam kandungan. Diproses untuk bisa dilahirkan sebagai anak. Masalahnya, bagaimana respons kita? Ini yang penting. 

Jadi, agar kita memiliki gen dari Allah, kita harus memiliki respons yang benar dalam menanggapi pendidikan atau proses Tuhan. Bagaimana caranya? Dengan berkomitmen, kita harus memiliki hati yang mengasihi Tuhan. Kita yang harus menggerakkan hati untuk mengasihi Tuhan. Hal ini tidak bisa digerakkan oleh Allah. Kalau Allah menggerakkan hati orang, maka Allah yang harus bertanggung jawab atas orang yang tidak Dia gerakkan. Allah menggerakkan si A, tetapi tidak menggerakkan si B, maka Allah bertanggung jawab atas kebinasaan si B. 

Kita mulai dengan pernyataan, “Bapa, aku mau mengasihi Engkau. Aku memilih mengasihi Engkau, Bapa.” Walaupun, kita masih punya keinginan-keinginan, ikatan-ikatan dengan dunia. Karena selera kita ini sudah rusak oleh selera dunia. Keinginan daging juga masih belum pupus, masih ada. Tetapi kita harus mengambil keputusan untuk mengasihi Allah, maka Allah akan menggarap kita (Rm. 8:28).

Maka mestinya kita takut, jangan sampai kita telanjur terikat dengan percintaan dunia. Selera dan daging kita sudah terikat kuat sekali dengan dunia, sampai kita tidak sanggup lagi membagi hati untuk Tuhan. Ini tingkat menghujat Roh Kudus sebenarnya. Pastikan bahwa kita masih memiliki hati untuk mendengarkan Firman, untuk mendapat jamahan dari Tuhan, memperoleh sesuatu dari Tuhan. Tetapi ini harus dikobarkan. Jangan berhenti mengobarkan hati yang mengasihi Allah. 

Ini tidak mudah, karena Allah tidak kelihatan. Roh Kudus yang akan berbicara kepada kita, bagaimana mengasihi Allah itu. Hal ini bisa dimulai dari hal sederhana yang bisa kita lakukan: ikut kebaktian, mendengarkan khotbah, doa bersama—Doa Pagi maupun Doa Malam. Maka, kita akan memiliki hati mengasihi Tuhan yang semakin bertambah dan berkembang. Dan proses ini, tidak bisa tidak, harus kita alami. Kita harus meledakkan cinta kita dan Tuhan pasti menyambutnya dengan memberikan proses. Cinta kita akan membara, tahap demi tahap. Dari cinta itu, maka kita menjadi haus dan lapar akan kebenaran. 

Haus dan lapar akan kebenaran maksudnya adalah mengingini menjadi ‘orang baik’ menurut Tuhan; sempuna seperti Bapa serupa dengan Yesus. Orang yang haus dan lapar akan kebenaran itu pasti dipuaskan, begitu Firman Tuhan mengatakan. Dan Tuhan akan membuka pengertiannya untuk melihat standar yang baik, walaupun itu bertahap. Sehingga, kita tidak pernah merasa puas—bahwa kita sudah cukup baik, kita sudah sampai target—karena Tuhan akan membuat kita melihat dan kita mengingini terus. 

Roma 8:28 mengatakan, “Allah bekerja dalam segala hal mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi-Nya.” Allah tidak akan melanggar tatanan-Nya. Allah itu berintegritas. Jadi, ketika kita mengasihi Allah, Allah menggarap kita. Allah akan mendidik kita, membuka pengertian kita untuk melihat apa yang baik menurut Tuhan. Karena standar orang percaya itu harus sempurna seperti Bapa, serupa dengan Yesus, juga memiliki pikiran dan perasaan Kristus.

Hal ini konteksnya sudah pada kehendak Allah (hukum Allah) di dalam hidup kekristenan, yang standarnya adalah kesucian Bapa. Di sini, ada proses. Memang, ada hal-hal yang Tuhan tidak kehendaki tetapi masih kita lakukan. Sebagaimana Paulus juga katakan bahwa di dalam anggota-anggota tubuhnya, ia melihat ada hasrat-hasrat yang tidak sesuai kehendak Allah. Kita harus mengenali diri kita; “yang baik itu begini, tetapi keadaanku begini.” Masalahnya, sering kita berkata, “Kali ini saja saya lakukan. Yang lain, juga berbuat begitu.” Jika demikian, kita tidak pernah bisa berubah. Maka, kita harus menangkal atau mematikan hasrat-hasrat yang salah dalam diri kita. Jangan diberi makan, hasrat-hasrat  tertentu yang kita punya. Sejatinya, Roh Kudus pasti akan menegur kita. Dengarkan Dia dan turuti!

Kita harus memiliki respons yang benar dalam menanggapi pendidikan atau proses Tuhan.