Skip to content

Memiliki Pikiran Perasaan-Nya

 

Tidak ada hal yang boleh lebih menarik atau kita pandang lebih berharga daripada menjadi anak-anak Allah. Jadi kita mulai bisa berkata, “Cita-citaku menjadi anak Allah.” Jangan merasa sudah menjadi anak-anak Allah, tetapi coba periksa, selidiki, minta Roh Kudus pimpin, apakah kita sudah memiliki sifat anak-anak Allah itu. Tentu sebagai manusia kita sering menilai orang, mengevaluasi orang, atau seperti menghakimi: kenapa orang ini buat begini, kenapa orang itu buat begitu? Tapi mari kita kenakan pada diri sendiri, bagaimana saya? Jangan-jangan kita tidak lebih baik dari dia. 

Di situ kita menemukan “si aku” yang belum dimatikan. Padahal kita mengerti bagaimana harus terus menyalibkan daging dengan segala hawa nafsunya. Sampai kita betul-betul menjadi profil manusia yang luar biasa, yang itu pasti akan dirasakan oleh orang lain. Di tengah-tengah kita mengagungkan, mengumandangkan kasih Allah, puaskah Tuhan melihat kita? Apakah kasih Allah telah kita miliki dan kita salurkan kepada sesama? Sehingga perasaan tidak menginginkan seorang pun binasa bukan hanya dimiliki Tuhan, melainkan juga kita miliki. 

Kalau Allah memberikan Putra-Nya, Tuhan Yesus Kristus, maka kita pun rela memberikan apa pun demi keselamatan sesama. Suami istri akan rela berkorban apa pun untuk pasangan, anak-anak, orang tua, mertua. Suami istri rela berkorban, rela mengalah demi keutuhan rumah tangga, demi kebersamaan. Kalau kita sampai pada perasaan tidak menginginkan seorang pun binasa, pasti kita akan jauh lebih menghormati orang tua, mertua dan mengasihi mereka secara benar. Mengerikan kalau kita tidak berubah. Kita harus takut, kalau kita meninggal masih ada unsur-unsur “si aku” yang belum dipatahkan, belum digilas habis. 

Walau kita sudah berjuang sungguh-sungguh, sejatinya, betapa sulitnya membunuh manusia lama kita. Namun ketika kita makin dipenuhi oleh firman, yaitu lewat perjalanan hidup, maka Roh Kudus bicara. Kita memiliki perasaan Tuhan, kita pasti tahu itu perasaan Tuhan, sebab itu beda dengan perasaan kita sebelumnya. Misalnya, dulu kita bisa mengampuni, sekarang juga bisa, tapi beda. Ketika kita merasakan kasih terhadap seseorang dan kita mau membela orang itu. Dulu juga bisa begitu, tapi kali ini beda. Kita bisa merasakan pikiran perasaan Allah yang dialirkan dan kita juga menikmatinya. 

Jangan sampai waktu ini berlalu, namun kita gagal mengenakan kehidupan Yesus. Cita-cita kita adalah menjadi anak-anak Allah; memiliki gelar anak-anak Allah dengan segala keagungan dan kemuliaan-Nya. Kalau hari ini kita mengagung-agungkan kasih Allah tanpa meneruskan kepada sesama, itu tidak membahagiakan Tuhan. Keindahan, sukacita, damai yang dimaksudkan Tuhan baru kita nikmati kalau kita memiliki pikiran perasaan-Nya. Tidak mungkin kita bisa menikmati damai Tuhan tanpa memiliki pikiran dan perasaan-Nya, “Damai sejahtera Kuberikan kepadamu, damai sejahtera yang Kuberikan tidak sama seperti yang diberikan dunia ini.” 

Sampai kita menjadi anak-anak Allah dengan karakteristik anak-anak Allah, dengan sifat anak-anak Allah, barulah kita sah sebagai anak-anak Allah; itu luar biasa. Itu lebih dari menjadi seorang presiden, atau seorang anak konglomerat. Dan nanti kita akan menikmati damai itu, kita bisa menikmati kasih yang kita berikan kepada orang lain. Mungkin kita belum bisa memberi uang, tapi kita punya beban terhadap jiwa-jiwa, ada kebahagiaan yang mengalir. Ketika kita melihat orang yang pernah kita tolong, lalu hidupnya berubah, kita bisa menangis, kita punya perasaan yang bahagia. 

Yang kita butuhkan hanya Tuhan. Tapi siapa yang mau dengar prinsip seperti ini, hidup tidak wajar? Kita memang tidak boleh wajar hidup di mata dunia. Dan kita tidak mungkin hidup wajar karena hidup yang kita kenakan adalah hidup anak-anak Allah yang sama sekali tidak dikenal dunia. Kalau mereka mengenal, mereka tidak akan menyalibkan Yesus, demikian firman Tuhan. Kita mau membangun komunitas anak-anak Allah dengan standar hidup anak-anak Allah. Makanya kita tidak berhenti berdoa, tidak berhenti belajar firman. Terus diserukan untuk membaca setiap keadaan, sebab melewati keadaan itu Tuhan mengajar kita, dan Roh Kudus pasti bicara.