Kehidupan di zaman ini semakin tidak menentu. Segala sesuatu bisa berubah begitu cepat dan sulit diprediksi. Dahulu perubahan memerlukan waktu lama dan sering kali dapat diperkirakan, tetapi kini semuanya terjadi dalam hitungan hari, bahkan jam. Dalam dunia politik, ekonomi, maupun kehidupan sosial, hal-hal yang tidak terduga sering muncul. Orang yang dahulu tidak diperhitungkan bisa menjadi pemimpin, sementara mereka yang diyakini akan berhasil justru tersingkir. Harga barang naik turun tanpa pola, keadaan berubah tanpa kendali, dan semuanya menimbulkan rasa cemas.
Akibatnya, banyak orang hidup dalam ketakutan dan kekhawatiran. Hati menjadi gelisah, pikiran dipenuhi bayangan buruk—“jangan-jangan nanti terjadi ini, jangan-jangan nanti terjadi itu.” Padahal Tuhan mengajarkan agar kita menaruh kepercayaan sepenuhnya kepada-Nya. Percaya kepada Tuhan bukan sekadar percaya pada kuasa-Nya untuk menolong atau melindungi, tetapi percaya kepada pribadi-Nya—bahwa apa pun yang Ia izinkan terjadi tidak akan mencelakai kita. Tidak ada yang terjadi secara kebetulan; semuanya berada di bawah pengawasan Tuhan. Karena itu, kita perlu berkata, “Tuhan, aku serahkan hidupku di dalam tangan-Mu.”
Menyerahkan hidup kepada Tuhan bukan hanya supaya kita merasa tenang, tetapi juga berarti kita bersedia mengikuti rencana-Nya. Orang yang benar-benar menyerahkan diri kepada Tuhan tidak lagi memiliki ambisi pribadi. Segala sesuatu dibicarakan dengan Tuhan: rencana, keputusan, bahkan keinginan. Firman Tuhan berkata, “Hidupmu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap.” Karena itu, hendaklah kita berkata, “Jika Tuhan menghendaki,” dalam setiap langkah hidup kita.
Kita sering belajar dari kegagalan akibat tidak melibatkan Tuhan dalam rencana kita. Kita memutuskan dengan perhitungan sendiri, berpikir ini pasti menguntungkan, tetapi ternyata berakhir dengan kerugian dan rasa malu. Kita berdoa meminta Tuhan memberkati rencana kita, bahkan berjanji akan memberi persembahan bila berhasil. Namun sesungguhnya, motivasinya sering kali adalah ambisi pribadi, bukan ketaatan pada kehendak Tuhan. Kadang Tuhan tidak mengabulkan doa kita, dan justru itulah anugerah terbesar—karena Ia sedang melindungi kita dari hal yang berbahaya.
Firman Tuhan dalam Yeremia 29:11 menegaskan bahwa rancangan-Nya adalah rancangan damai sejahtera, bukan kecelakaan. Jika saat ini kita belum memiliki apa yang kita inginkan—rumah, pasangan hidup, atau keberhasilan—jangan terburu-buru. Tuhan tahu waktu yang tepat untuk segala sesuatu. Bila saatnya tiba, Ia sendiri yang akan menyediakannya. Jadi, jangan memaksa Tuhan melalui doa atau puasa hanya demi memenuhi keinginan kita.
Kita boleh berdoa memohon kebutuhan hidup, tetapi hendaknya disertai sikap pasrah: “Ya Tuhan, apa pun yang terjadi, aku berserah kepada-Mu.” Berserah bukan berarti pasif atau menyerah tanpa usaha, melainkan aktif mencari kehendak Tuhan dan melangkah sesuai arah-Nya. Berserah berarti mengerti dan menaati rencana Tuhan, bukan memaksakan rencana kita sendiri. Tuhan tahu apa yang terbaik, kapan waktunya, dan bagaimana caranya.
Terkadang Tuhan tampak diam, tetapi sesungguhnya Ia sedang membentuk kita melalui proses kesabaran dan ketekunan. Di balik setiap penundaan, ada maksud ilahi. Dalam setiap kesulitan, ada rancangan damai sejahtera yang sedang Tuhan kerjakan. Karena itu, jangan mengandalkan logika manusia yang terbatas. Banyak hal di luar perhitungan kita, tetapi tidak ada satu pun di luar kendali Tuhan.
Mari kita belajar untuk percaya dan berserah. Percaya bahwa rancangan Tuhan tidak pernah salah, dan berserah kepada kehendak-Nya yang sempurna. Dengan demikian, kita hidup bukan karena kekuatan sendiri, melainkan oleh iman kepada Allah yang mengatur segala sesuatu dengan kasih. Dunia boleh berubah, tetapi rancangan-Nya tetap, dan damai sejahtera-Nya akan menjadi bagian kita yang percaya.