Skip to content

Membangun Kekokohan Iman

Saudaraku sekalian,

Saya harus ingatkan kepada Saudara, bahwa bahaya dalam hidup kekristenan adalah hidup di dalam kewajaran, hidup seperti manusia pada umumnya hidup, dengan gaya, cara hidupnya, Saudaraku. Kita harus berjuang untuk menemukan gaya dan cara hidup anak-anak Allah, sesuai dengan standar yang Allah kehendaki. Kita harus memiliki habitat yang baru, habituasi yang baru, dan terus dibaharui, Saudaraku. Dan ini tidak mudah, Saudaraku, benar-benar tidak mudah. Kita sudah terbiasa dengan pola dan gaya hidup yang kita jalani seperti orang lain jalani dan mungkin sudah selama puluhan tahun. Ada yang belasan, ada yang sampai puluhan tahun. Gaya dan cara hidup itu, kebiasaan hidup atau habituasi kehidupan seperti itu, sudah menyatu di dalam jiwa.

Nah, Saudara-saudara, masalahnya adalah kalau keadaan ini terus berlanjut, pasti seseorang gagal menjadi anak Allah. Kita harus memperkarakan bagaimana seandainya Yesus hidup di zaman kita sekarang. Bagaimana Yesus berdiskusi, mengucapkan kalimat, bagaimana Yesus menghadapi lawan jenis, bagaimana Yesus mengisi media sosial, bagaimana Yesus bekerja, berkarir. Seandainya Yesus hidup pada zaman sekarang, apa yang Dia lakukan? Bagaimana cara dan gaya hidup-Nya? Kalau bagi saya, seandainya Yesus hadir menjadi seorang pendeta, menjadi gembala, menjadi ketua sinode, bagaimana gaya dan cara hidup Tuhan Yesus? Bagaimana ketika Ia di-bully, difitnah? Bagaimana reaksi Tuhan Yesus? Itu yang kita harus perkarakan. Masing-masing kita memiliki keadaan yang berbeda, Saudara, tetapi kita bisa mengenakan kehidupan Yesus itu di dalam hidup kita masing-masing.

Dunia sudah begitu jahat, Saudara, sangat jahat. Tapi kita tidak boleh terbawa dalam arus dunia ini. Dan arus dunia ini kuat sekali, besar sekali, Saudara. Dan hampir semua orang terbawa, hampir semua, Saudara. Kejahatan manusia begitu hebat. Oh, begitu hebat. Bukan hanya di luar lingkungan gereja, tapi juga di dalam gereja, di tengah-tengah perhimpunan orang-orang yang mestinya menjadi orang saleh. Kita bukan manusia yang kebal dosa. Kita bukan manusia yang memiliki kekuatan anti-dosa. Kita bisa berbuat dosa. Kita bisa terbawa. Maka, kita harus membangun kekokohan iman, integritas, sampai itu menjadi anti-dosa, sehingga kita tidak akan menyentuh dosa. Mari kita belajar, Saudaraku, dari detik ke detik, dari menit ke menit, dari jam ke jam, menjaga perkataan kita. Jangan ucapkan kata yang Tuhan tidak kehendaki kita ucapkan. Kita jaga, jangan tulis sesuatu di media sosial yang Tuhan tidak kehendaki kita tulis. Jangankan sebuah narasi, sebuah kalimat pun tidak. Jangankan sebuah kalimat, satu kata pun tidak.

Saudaraku,

Kita harus belajar mengampuni orang-orang di sekitar Saudara. Kita belajar mengampuni orang-orang di sekitar kita yang melukai kita, yang merendahkan kita, yang memfitnah kita, yang mau menghancurkan nama baik kita. Kita mengampuni. Jangan ada dendam kebencian, lalu timbul harapan agar orang-orang yang melukai kita mengalami malapetaka dan bencana. Jangan! Ayo kita kuduskan pikiran kita dari hal-hal yang tidak patut, mata kita dari hal-hal yang tidak patut. Dan itu harus sungguh-sungguh kita perjuangkan. Yesus jelas berkata, “Kamu harus sempurna seperti Bapa.” Pasti ini kehendak Allah untuk kita lakukan di bumi, bukan di alam lain atau di dunia lain; sejak di bumi. Dan Bapa di surga berkata dalam 1 Petrus 1:16, “Kuduslah kamu, sebab Aku kudus.”

Di dalam 2 Korintus, firman Tuhan mengatakan jelas sekali, “Keluarlah kamu dari antara mereka dan jangan menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu sebagai anak-anak-Ku laki-laki dan anak-anak-Ku perempuan.” Keluar dari antara mereka. Kapan, Saudara? Sejak di dunia. Jangan menyentuh apa yang najis. Artinya, menjadi suci di dalam seluruh kehidupan kita. Saya menemukan begitu banyak orang teraniaya. Ibu-ibu yang teraniaya oleh suami, orang-orang yang teraniaya oleh orang-orang lain yang lebih kuat. Maka kita harus berlindung kepada Tuhan. Tetapi kita tidak layak menerima perlindungan Tuhan, kalau kita tidak hidup kudus. Kalau kita memberontak kepada Allah, tidak dengar-dengaran, tidak layak menerima perlindungan Tuhan.

 

Jadi, keyakinan kita akan Allah yang hidup tidak bisa dipisahkan dari kehidupan kita yang harus menuruti kehendak Allah. Kalau kita berkata, “Ku percaya pada-Mu, Tuhan,” itu berarti kita juga menyerahkan hidup kita sepenuhnya kepada Tuhan. Itu berarti kita harus sungguh-sungguh, Saudaraku sekalian, sungguh-sungguh menuruti apa yang Allah kehendaki. Saya bicara ini bukan hanya kepada Saudara, tapi juga kepada diri saya sendiri. Ayo kita berubah.

 

Teriring salam dan doa,

Dr. Erastus Sabdono

 

 

Kita harus membangun kekokohan iman, integritas, sampai itu menjadi anti-dosa, sehingga kita tidak akan menyentuh dosa.