Skip to content

Memancarkan Kemuliaan

Percintaan dengan dunia atau hal-hal yang menurut kita menarik, itu yang akan memberi nilai di dalam hidup kita. Dosa adalah ikatan dengan daging kita ini. Kita harus berjuang untuk menanggalkan itu. Roh Kudus pasti menolong kita untuk menanggalkan itu. Roh Kudus akan menunjukkan ketika kita punya kecenderungan. Belum sampai berbuat salah, tetapi sudah ada kecenderungan. Kita harus menanggalkan beban dan dosa dengan mata yang tertuju kepada Yesus. Mengapa? Karena Yesus adalah model kehidupan yang harus kita miliki; “yang memimpin kita dalam iman, dan membawa iman kita itu kepada kesempurnaan.” Jadi, kalau mau memiliki iman, kita harus melihat kehidupan Yesus, karena itu adalah kehidupan keberimanan yang ideal, yang sempurna, dan kita harus mencapai kehidupan seperti itu. 

Kalau kita benar-benar mau mengikuti jejak Yesus, pasti orang melihat kita aneh. Banyak orang yang mengaku percaya terlalu kompromi dengan dunia. Tidak berani sewarna dengan Yesus; masih mau sewarna dengan dunia. Bahaya atau ancaman yang tidak disadari oleh banyak orang Kristen adalah kewajaran hidup. Sejatinya, kita masih punya kecenderungan untuk berbuat dosa, untuk memuaskan hawa nafsu daging. Namun, kita mau belajar untuk ikut jejak Tuhan Yesus. Kita mungkin jadi terlihat “aneh” bagi orang lain, tetapi tidak konyol. Bagi orang yang belajar kebenaran, ia justru akan melihat bahwa sosok orang yang mengikuti jejak Yesus itu memiliki keagungan. 

Jadi, selama kita masih punya ikatan dunia, masih melakukan perbuatan-perbuatan yang Tuhan tidak kehendaki, pasti kemuliaan Allah tidak bisa memancar dari hidup kita. Mungkin kita bisa berlaku jadi orang saleh, atau jadi rohaniwan, tetapi tetap tidak akan merekah. Selama kita masih ada ikatan dengan percintaan dunia, kita tidak bisa serupa dengan Yesus. Kita tidak akan bisa memancarkan kemuliaan Allah. Kita tidak bisa menjadi utusan Kristus. Padahal seharusnya, di mana kita hadir, di situ Allah hadir. Di mana kita berada, di situ Tuhan menyatakan diri-Nya. 

Oleh sebab itu, pemberitaan firman Tuhan harus selalu mencerahi pikiran. Hal itu mungkin terjadi kalau firman yang disampaikan merupakan firman dari hati Tuhan, dan disertai Roh Kudus. Sehingga kita bisa berkata, “Aku berubah.” Namun, kalau hanya ilmu teologi yang dipaparkan, tentu saja tidak akan membuat orang berubah. Dari perubahan pikiran, terjadi pertobatan atau metanoia, sampai menjadi paranoia. Paranoia artinya penyimpangan pikiran; paranoid. Istilah paranoid terkesan negatif, tetapi tidak dalam kekristenan. Kita harus sampai ke level penyimpangan pikiran, karena kita tidak sama dengan dunia.

Namun, banyak di antara kita yang gangguan mentalnya masih rendah. Padahal seharusnya kita punya gangguan mental yang tinggi. Karena kita bukan dari dunia ini, maka kita mesti punya karakteristik yang tidak sama dengan dunia. Ingat, untuk memiliki karakteristik yang tidak sama, perlu proses; metanoia. Dari miring, kita mau diluruskan. Setelah lurus, justru orang melihat kita miring. Kita harus mengalami gangguan mental, menurut dunia, tetapi menjadi waras di mata Tuhan. Tentu standarnya harus seperti yang Allah kehendaki. Ini perlu usaha yang sungguh-sungguh. Memang ini jalan sempit dan kita harus berjuang. Perjuangan demi perjuangan itulah yang membuat kita mengalami perubahan. 

Jadi, perubahan itu membutuhkan perjuangan. Kalau perjuangan kita rendah, maka tingkat perubahannya juga rendah; dan sebaliknya. Sebenarnya hal ini juga terkait dengan komitmen seseorang. Jadi kalau kita memang tidak mau berubah, Allah tidak memaksa. Namun, kalau kita punya komitmen kuat untuk berubah, Tuhan akan buat sesuatu. Kita harus semakin berbeda dengan dunia, karena dunia itu menipu. Kita harus berani untuk mengikuti jalan Tuhan Yesus. Kita dianggap sebagai punya kelainan mental, tidak apa-apa. Penyimpangan pikiran, tidak apa-apa. 

Namun, orang lain akan merasakan satu hal: kita tidak menyakiti mereka, tidak mengancam, dan tidak mendatangkan bencana. Banyak orang di sekitar kita belum bisa mengikut Yesus. Mereka tidak kenal Yesus, maka tidak bisa. Kita mau menjelaskan pakai 1000 kata pun, tidak akan bisa, tetapi dengan satu, dua perbuatan, mereka melihat Yesus. Sebab perbuatan kita bersuara lebih keras daripada khotbah kita di mimbar. Maka firman Tuhan dalam Matius 5:14-15, terwujud. Melihat perbuatan kita, mereka melihat surga. Jikalau Kristus adalah hidup kita, kita pasti menampilkan kehidupan Yesus. Maka ketika Yesus menyatakan diri, kita pun akan menyatakan diri bersama-sama dengan Dia di dalam kemuliaan. Sungguh, itu adalah pengharapan kita. Jadi, asyiklah dengan Tuhan. 

Selama kita masih punya ikatan dunia, masih melakukan perbuatan yang Tuhan tidak kehendaki, pasti kemuliaan Allah tidak bisa memancar dari hidup kita.