Skip to content

Melukai Hati Allah

Pernah terlintas di dalam pikiran kita, apakah kalau jumlah orang yang saleh seperti Tuhan Yesus—yang pantas disebut corpus delicti—kurang pada rentang waktu tertentu maka Iblis tidak bisa dikalahkan atau tidak bisa dihukum? Ini berarti orang percaya harus berkejar-kejaran dengan waktu karena ada batas waktu tertentu di mana orang percaya harus memenuhi kuota atau jumlah orang-orang yang menjadi corpus delicti. Selama ini belum ditemukan teks Alkitab atau penjelasan yang mengarah ke sana. Tetapi lebih mengarah bahwa kalau Tuhan tidak segera datang maka orang yang binasa semakin banyak, sebab semakin panjang waktu umur bumi ini semakin banyak anak manusia dilahirkan dan disesatkan oleh Iblis. Padahal Tuhan tidak menghendaki seorang pun binasa (2Ptr. 3:9).  Jadi, semakin panjang tahun dunia, manusia semakin melukai hati Allah, karena semakin banyak orang yang binasa. 

Sebagai anak-anak Allah yang hendak menyukakan hati Bapa, kita harus berusaha menjadi corpus delicti agar rencana-Nya segera digenapi, yaitu Iblis dibinasakan dan Kerajaan-Nya datang. Dengan demikian, sejatinya kita mengurangi jumlah orang yang dibinasakan. Kitalah orang-orang yang bisa mempercepat kedatangan Tuhan Yesus ke dunia dan mengakhiri petualangan Iblis (2Ptr. 3:12). Tuhan Yesus pun mengharapkan betapa senangnya kalau Ia bisa menurunkan api ke bumi dan menyala. Api di sini adalah penghukuman. Itu berarti Iblis dikalahkan dan hati Bapa dipuaskan (Luk. 12:49). 

Kalau melihat keadaan zaman hari ini, bukan tidak mungkin kita berada di situasi genting di mana jumlah corpus delicti bisa mendekati jumlah yang genap atau cukup. Ini berarti kuasa kegelapan akan berusaha menghambat agar jumlah corpus delicti tidak kunjung genap. Iblis akan bekerja berlipat ganda untuk menghambat atau menunda digenapinya rencana Allah. Itulah sebabnya dunia akan bertambah jahat dan Tuhan seperti membiarkan Iblis merajalela. Apakah ini yang dimaksud oleh kitab Wahyu bahwa Iblis mengepung perkemahan orang kudus (Why. 20:7)? Ayat itu bisa menunjukkan figuratif bagaimana orang percaya dikelilingi filosofi hidup yang tidak sesuai dengan kesucian Tuhan, sementara nabi-nabi palsu merajalela dan kelompok masyarakat yang anti Injil juga bangkit membuat intimidasi. 

Ini adalah masa yang genting dan juga penting. Masa yang ikut menentukan sejarah kehidupan di langit baru dan bumi yang baru. Kita bersyukur karena kita hidup di masa peperangan besar ini. Inilah kesempatan menjadi laskar-laskar Kristus yang mengabaikan kepentingan pribadi dan menemukan tempat untuk berjuang bagi Injil Kerajaan Surga dan menggenapi rencana Allah. Perjuangan untuk menjadi corpus delicti ini menuntut pengorbanan segenap hidup. Untuk ini hendaknya tidak berpikir bahwa seseorang dengan sendirinya atau secara otomatis sebagai orang yang terpilih bisa menjadi sempurna dalam moral dan kesucian seperti standar Allah sendiri. 

Untuk menjadi sempurna harganya adalah perjuangan tiada henti dengan mempertaruhkan segenap hidup tanpa batas. Orang yang melakukan hal ini akan menyadari bahwa perjuangan ini sangat berat, tidak heran kalau mereka bisa putus asa (Ibr. 12:3-4). Harus jujur diakui bahwa untuk menjadi orang baik atau menanggulangi persoalan moral umum saja sudah sangat susah, apalagi menjadi sempurna atau menanggulangi masalah moral khusus atau berkepribadian seperti Tuhan Yesus (Ibr. 12:2-4). Tuhan Yesus sebagai Juruselamat yang dapat mengembalikan manusia kepada moral Bapa dapat memulihkan kita. Itulah sebabnya Ia berkata, “Belajarlah pada-Ku” (Mat. 11:28-29).  

Tuhan Yesus juga berjanji bahwa Ia datang untuk memberi hidup. Hidup seperti yang dirancang Allah Bapa sejak semula. Orang yang bersedia diselamatkan harus datang kepada-Nya dan belajar. Hal ini menunjukkan proses yang tidak mudah dan tidak dapat berlangsung dengan cepat. Kesungguhan individu dan perjalanan waktu turut menentukan. Oleh sebab itu, seseorang yang berminat menjadi corpus delicti harus sungguh-sungguh bersedia mempertaruhkan segenap hidup tanpa batas. Ini adalah pergumulan untuk menjadi anak-anak Allah yang sah atau untuk masuk kemuliaan bersama dengan Tuhan. 

Itulah sebabnya Tuhan Yesus menyatakan bahwa orang yang mau menjadi murid, artinya belajar dan bisa berubah sesuai dengan kehendak-Nya, harus melepaskan segala sesuatu (Luk. 14:33). Kata melepaskan dalam teks ini adalah apotasso (ἀποτάσσω), yang artinya juga meninggalkan atau memisahkan diri. Ini berarti seseorang yang mau menjadi murid harus meninggalkan segala keinginan, cita-cita dan hasrat kemanusiaannya seperti yang dimiliki manusia pada umumnya dan menenggelamkan diri pada kehidupan untuk menjadi serupa dengan Tuhan Yesus. Inilah sebenarnya yang dimaksud oleh Tuhan Yesus menyangkal diri.  

Semakin panjang tahun dunia, semakin melukai hati Allah, karena semakin banyak orang yang binasa.