Bagaimana kita bisa punya kepastian bahwa suatu hari nanti kita didapati berkenan atau menyenangkan hati Allah? Kalau tiap hari kita mendukakan Tuhan, berarti kita mengumpulkan cawan murka Allah. Kita hidup sembarangan, seperti aman-aman saja, dan Tuhan seperti tidak terganggu. Lihat bagaimana mudahnya orang berbuat dosa, lalu merasa diri aman. Coba lihat, banyak orang tidak memiliki hati yang takut akan Allah. Apakah itu aman? Tentu saja itu bahaya. Untuk berkeadaan berkenan dan kepastian nanti kita diterima di kemah abadi, maka kita harus melihat neraca hidup kita tiap hari; apakah kita menyenangkan Tuhan atau tidak. Paling tidak sebelum kita tidur, kita memeriksa diri. Coba biasakan itu. Dari hal itu, nanti kita akan memperhatikan setiap jam hari kita, sampai memperhatikan per menit perilaku hidup kita. Kalau salah, kita langsung minta ampun. Kiranya Tuhan memberi hati yang tidak damai, kiranya Tuhan memberi hati yang tidak sejahtera kalau kita berbuat dosa. Jangan berpikir aman-aman saja.
Hidup ini tidak gratis. Allah menciptakan kita, memberi kita kehendak bebas, ada perhitungannya. Tapi setan membuat manusia merasa hidup ini gratis, tidak ada pertanggungan jawab. Banyak hal yang selalu dianggap penting dan darurat, atau penting dan mendesak. Tetapi berkenan di hadapan Allah, tidak dianggap penting dan mendesak. Penting, tapi tidak mendesak. Padahal ketika kita anggap hal itu tidak mendesak, artinya kita mengumpulkan murka Allah. Karena ini membuat hidup kita jadi ceroboh. Setan akan membuat kita tidak waspada. Mengerikan itu. Kita harus memiliki pencapaian-pencapaian setiap hari dan itu menjadi harta kita. Jangan anggap sepele hal ini. Berlututlah di ruang doa dan perkarakan, “Berbicaralah kepadaku, Tuhan,” karena kita tidak tahu garis akhir hidup kita di mana dan kapan. Sebab kalau sudah di garis akhir, kita tidak akan bisa punya waktu memperbaiki diri lagi.
Kalau sampai orang bisa hidup senang tanpa menyenangkan Tuhan, berarti dia melecehkan Tuhan. Padahal, tidak mungkin orang memiliki kesenangan, sukacita, damai sejahtera tanpa Tuhan. Sebaliknya, tanpa apa pun kita bisa senang asalkan kita memiliki Tuhan dalam hidup. Kalau kita bisa menyenangkan Tuhan, maka kita bisa merasakan damai sejahtera, karena Allah tidak mungkin memberi damai sejahtera-Nya kepada pemberontak; “Mutiara bukan untuk babi, dan barang kudus-Nya bukan untuk anjing.” Kita sering tertipu dengan kesenangan-kesenangan sementara, karena memiliki harta, pujian dan lain sebagainya. Kita ditipu sampai cita rasa jiwa kita rusak, dan mungkin sampai tidak pernah menikmati damai sejahtera yang sesungguhnya. Karena semua itu pseudo, semu, bukan kebahagiaan yang sejati.
Bagaimana bisa menyenangkan Tuhan? Ada tiga hal, dan ini sangat berat, tapi kalau kita lakukan, luar biasa. Pertama, hidup suci, jangan berbuat dosa. Kedua, jangan punya kesenangan yang kita berhalakan. Kita bisa punya harta, tapi tidak mencintainya. Kita bisa menikmati sesuatu tapi tidak memberhalakannya. Jadikanlah Tuhan sebagai kesenangan hidup satu-satunya. Ketiga, motivasi hidup. Apa alasan kita hidup? Jangan takut berjanji untuk hidup suci. Jangan takut untuk berjanji menjadikan Tuhan kebahagiaan satu-satunya. Jangan takut memiliki komitmen bahwa tujuan hidup kita hanya Tuhan. Seperti ketika kita berjanji di depan pendeta waktu menikah, tidak pernah terpikir mau selingkuh atau berkhianat. Kenapa untuk Tuhan kita tidak berani?
Ketika kita belajar untuk menyenangkan hati Tuhan, berusaha untuk berkenan, maka kita akan melihat banyaknya cacat kita. Tapi setiap kali Tuhan membukakan pengertian kita terhadap cacat kita, kita minta ampun, kita mengakui dosa kita, sehingga kita dapat merasakan kasih karunia anugerah itu setiap hari. Kita harus membunuh karakter dosa kita setiap hari, secara bertahap. Setiap kesalahan dan dosa diakui, diratapi, dan kita menghayati pengampunan itu. Jadi, kita bisa melihat orang-orang yang begitu mengasihi Tuhan dengan tulus karena dia berjuang untuk hidup suci. Dia mengakui dosa, dia meratapinya setiap hari, dia bisa mengasihi Tuhan. Kita bisa lihat orang-orang yang diberkati, disertai Tuhan, karena mengasihi Tuhan: Daud, Yusuf, Daniel, semua berhasil. Kenapa kita tidak belajar dari mereka yang mengasihi Tuhan?
Jadi kalau kita ingin lihat anak cucu kita diberkati, hiduplah berkenan di hadapan Allah. Kita tidak bisa menjaga mereka 24 jam, biarkanlah Tuhan yang menjaga. Kalau kita mengasihi Tuhan, maka Tuhan mengasihi kita dan mengasihi orang yang kita kasihi. Jangan main-main dengan Tuhan. Jangan melawan Tuhan, jangan sombong. Jangan kita lihat masa depan kita suram, lalu tidak jelas. Kita akan ada di hati-Nya kalau kita hidup tidak bercacat, kalau kita berkenan.