Saudaraku,
Ada satu hal yang mungkin terlupa dalam rangkaian kisah Natal atau mungkin mengingatnya sekilas namun tidak memperhatikan dengan seksama. Jelas, pemeran utama dalam kisah Natal adalah Tuhan Yesus. Tetapi pemeran utama yang lain atau paling tidak pemeran pembantu utama adalah Maria, yang mengemban pekerjaan Allah yang besar sebagai ibunda Yesus dimana pada saat itu dia masih sangat belia, sangat muda. Ini merupakan hal yang patut kita renungkan. Dalam Lukas 1:38, Maria berkata, “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” Namun sebelumnya Maria sempat berkilah, “Bagaimana mungkin hal itu terjadi, karena aku belum bersuami?” Bisa saja secara natural, otomatis, dan logis Maria berargumentasi bahwa dirinya tidak mungkin hamil sementara statusnya belum menjadi istri. Ini adalah bagian dari argumentasi Maria untuk menghindari badai, sebab dengan kehamilannya, maka pertaruhannya adalah nyawa, masa depan, dan aib yang bisa menyeret keluarga besarnya juga.
Kalau pada waktu itu kita jadi Maria, kita juga pasti tidak melihat secercah cahaya untuk keluar dari kesulitan tersebut. Namun ternyata Tuhan punya banyak cara untuk menghindarkan Maria dari kehancuran. Tidak terpikir kalau malaikat datang kepada Yusuf dan memberitahu hal ihwal kehamilannya. Tetapi yang menakjubkan, wanita muda ini rela membawa dirinya kepada persoalan besar yang pertaruhannya adalah nyawa. Dia berani melawan badai. Dan di dalam perjalanan hidup Maria, tidak mungkin sebagai ibu, dia tidak terpengaruhi persekusi orang terhadap Yesus. Misalnya, ketika Yesus dicap gila, dianggap kerasukan Beelzebul. Maria yang datang mengunjungi Yesus di kerumunan banyak orang pun sulit menemui-Nya. Ketika Yesus ditangkap, pasti sebagian orang menilai Yesus sebagai pengkhianat. Sehingga mereka ramai-ramai berkata, “Salibkan Dia!”
Ibunda mana yang tidak remuk hati melihat anaknya diperlakukan seperti itu? Bukan oleh dua tiga orang, bisa ratusan, bahkan ribuan, dan yang paling tragis adalah ketika Yesus memikul salib di sepanjang Via Dolorosa. Ibunda Yesus tidak mungkin jauh dari situ, tidak mungkin, sebab ketika sudah sampai bukit Golgota, Maria ada di sana. Dan Yesus menyerahkan ibunda-Nya, ini kepada Yohanes, murid yang dikasihi. Dalam Injil Lukas, kita dapat membaca bagaimana Maria membuat mazmur yang begitu indah dan berbobot. Saudara, Maria pastilah seorang wanita yang luar biasa yang berkata, “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” Kalau saat itu Maria menolak menjadi bunda Yesus, mungkin dia akan hidup wajar seperti wanita lain, seperti ibu-ibu muda lain. Tetapi Maria, berani menantang badai. Sehingga namanya diabadikan dalam Alkitab dan pasti nanti di surga, wanita ini menjadi wanita yang terkemuka, mungkin wanita yang terbesar dari semua wanita yang ada.
Saudaraku,
Ingat kisah Musa di Midian? Ketika Allah mengunjungi Musa melalui semak belukar yang terbakar, TUHAN mengutus Musa untuk kembali ke Mesir guna membebaskan bangsanya. Musa berargumen, “Aku tidak petah lidah, aku tidak cakap berbicara.”Musa tahu yang dihadapinya adalah Firaun yang mana dia pernah tinggal bersama-sama keluarga bangsawan ini. Musa sudah berargumen dengan TUHAN untuk menolak. Lalu TUHAN memberikan tanda berupa tongkat yang jadi ular. Yeremia juga pernah berbantah. Tapi pada akhirnya, tokoh-tokoh ini menjadi orang-orang terkemuka di dalam sejarah Kerajaan Allah.
Tahukah Saudara bahwa di setiap masa, Tuhan pasti memiliki rencana. Dan rencana itu harus digenapi, dan di dalam memenuhi rencana-rencana tersebut, Tuhan melibatkan manusia. Terus terang, sedikit sekali atau hampir tidak ada orang yang mempersoalkannya. Banyak orang sibuk dengan rencananya sendiri, dengan kesibukannya sendiri sampai pada satu keadaan di mana dia menjadi barang yang tak berguna. Dan suatu hari, di depan tahta pengadilan Kristus, ketika Ia menyingkapkan semua, pasti ada orang-orang yang sangat menyesal karena telah menyia-nyiakan kesempatan yang begitu berharga. Pastikan itu bukan kita! Maka, mari kita belajar dari wanita muda ini, Maria.
Maria termasuk orang yang “cari perkara” dengan mengambil resiko mengahdapi badai yang begitu besar. Namun pada akhirnya, apa yang diterima Maria jauh lebih besar dari penderitaan yang dialaminya. Seperti yang dikatakan oleh Paulus, “Penderitaan zaman sekarang ini tak sebanding dengan kemuliaan diperoleh.”Paulus juga termasuk orang yang mencari gara-gara atau menerima pergumulan hidup, dan yang paling kita kagumi dan kita teladani, Tuhan Yesus, dengan perkataan, “Bukan kehendak-Ku yang jadi, Bapa, kehendak-Mulah.”
Teriring salam dan doa,
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
Banyak orang sibuk dengan rencana dan kesibukannya sendiri, sampai pada satu saat—di depan tahta pengadilan Kristus, ketika Ia menyingkapkan semua—pasti ada orang-orang yang sangat menyesal karena telah menyia-nyiakan kesempatan yang begitu berharga.