Orang bisa mengerahkan seluruh kemampuannya untuk apa yang dia pandang bernilai dan membahagiakan. Tak peduli tenaga, waktu, materi, apa pun bisa dikorbankan. Tetapi untuk kesalehan hidup, untuk kesucian hidup, orang tidak mengerahkan segenap hidup. Padahal, jelas firman Tuhan mengatakan, “Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hati, segenap jiwa, akal budi, dan kekuatan.” Itu berarti sedikit sekali orang yang benar-benar sungguh-sungguh menghormati Tuhan. Seseorang yang menyanyi, memuji Tuhan, menyembah, belum tentu hatinya adalah hati yang menyembah.
Sebab, kualitas penyembahan seseorang tidak ditentukan oleh momen pada waktu dia mengucapkan kata-kata atau kalimat penyembahan, tetapi bagaimana kehidupan setiap hari dia bersikap terhadap Allah, kesungguhannya untuk menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya yang berharga dalam hidupnya. Dan sejatinya, sulit sekali orang menemukan kehausan akan Allah karena rusaknya kehidupan kita oleh pengaruh dunia. Jarang orang sampai tingkat “yang kuingini Engkau saja.” Bersyukur kalau kita melewati pergumulan berat, tekanan-tekanan, kepedihan-kepedihan hidup, lalu Tuhan menerangi kita dengan kebenaran-kebenaran firman, dan kita bisa memilih Tuhan. Dan sementara kita memilih Tuhan, kita bertumbuh.
Banyak orang yang selera jiwanya telah rusak. Kehausan di dalam rohnya tertutupi oleh kehausan terhadap kebutuhan pemenuhan jasmani, keindahan dunia ini. Dan itu berarti seseorang menyembah Iblis. Sebab orang yang menyembah Allah adalah orang yang haus akan Allah dan sudah mengerti bahwa kebutuhannya hanya Tuhan. Kehausan yang salah membuat orang memburu kesenangan dunia. Dan itu makin jauh dari kesalehan hidup, makin jauh dari kesucian hidup. Kita harus sadar bahwa kita adalah orang-orang sakit, yang oleh karenanya kita harus datang menghampiri Tuhan, meminta jamahan, dan lawatan Tuhan. Hanya orang sakit yang membutuhkan tabib.
Tapi banyak orang yang satu hari tidak berdoa, dua hari tidak berdoa, seminggu tidak berdoa, ke gereja pun terpaksa. Dia sakit, tapi tidak menyadari dirinya sakit. Yang dikejar, yang dia buru bukan sesuatu yang dapat menyembuhkan dirinya, melainkan malah membuat dirinya makin jauh dari kesucian dan kekudusan Allah, makin jauh dari kesalehan. Berapa banyak di antara kita yang setiap hari mencari Tuhan, yang mulai setiap harinya sebelum matahari terbit berkata, “Tuhan, sembuhkan aku jika ada unsur-unsur kekafiran di dalam diriku, unsur-unsur dosa dalam dagingku.” Sebab kalau masih ada unsur-unsur kekafiran, tawaran dunia masih bisa masuk, masih nyambung dengan pikiran kita, lalu bisa connect dengan daging kita.
Tapi kalau kita makin mematikan keinginan daging, maka ketika kita melihat tawaran dunia, hal itu tidak membuat kedagingan kita menyala. Orang yang masih memiliki perasaan benci, dendam, maka ketika ia dilukai, kedagingannya akan menyala. Seseorang yang masih haus pujian, sanjungan, ketika dipuji, atau setidaknya didaulat duduk paling depan di sebuah pertemuan, langsung menyala dagingnya. Dan ia menikmati pujian itu. Tapi ketika kita belajar merendahkan diri, kita memahami bahwa kita bukan siapa-siapa, kita ada sebagaimana kita ada karena anugerah Tuhan, maka kebanggaan, kesombongan tidak menyala di dalam daging kita.
Jadi, kalau kita mau menjadi orang saleh, kita harus menutup mata dan telinga jiwa kita dari semua input yang bisa merusak diri kita. Unsur kekafiran harus dihilangkan, harus diganti dengan firman, diganti dengan kehadiran Tuhan dalam hidup kita. Jadi kalau kita ke gereja, kita senang mendengar kebenaran, jiwa kita menyala. Kita bisa membedakan suara Tuhan dan bukan suara Tuhan, karena kita tidak memiliki landasan dunia, tapi landasan pikiran, perasaan Allah.
Dikatakan dalam firman Tuhan, “Orang yang hidup saleh menderita aniaya”. Dunia pasti menganiaya kita. Dan kita pasti mengalami kesulitan untuk mencapai kesucian. Itulah yang sering tidak dilakukan oleh orang, karena kesulitan itu. Belum lagi kalau Tuhan seakan-akan tidak ada, seakan-akan Tuhan tidak hadir, belum lagi kalau tantangan di sekitar kita, karena Iblis pasti menggeliat, pasti bermanuver untuk menghentikan laju kita untuk menjadi orang saleh. Kita berkejar-kejaran dengan kuasa kegelapan; mana yang lebih tekun, mana yang lebih giat, mana yang lebih sungguh-sungguh.
Jangan beri kesempatan sesuatu yang najis masuk dalam pikiran, apalagi sampai kita nikmati, karena itu akan membangun cita rasa jiwa kita dan menjadikan kita orang yang tidak saleh; larikan diri kita seekstrem-ekstremnya. Setiap hari kita harus memberi ruangan untuk bertemu Tuhan. Tidak lagi bergaul karib dengan orang-orang yang tidak takut Tuhan. “Larikan dirimu, jauhkan dirimu, jangan menyentuh apa yang najis,” sesuai firman Tuhan, “maka Aku akan menerima kamu sebagai anak-anak-Ku laki-laki dan anak-anak-Ku perempuan.” Tanpa kesucian, firman Tuhan mengatakan bahwa tidak seorang pun melihat Allah.