Skip to content

Logika Rohani

 

Kita harus camkan bahwa tidak ada cara mudah dan jalan cepat untuk menjadi orang Kristen yang benar, menjadi anak-anak Allah. Oleh sebab itu, kita harus membedakan antara transformasi dan konversi agama. Berpindahnya suatu kelompok atau seseorang masuk agama Kristen itu disebut sebagai konversi; perpindahan keyakinan. Bahkan sekalipun berpindahnya keyakinan itu karena suatu kesaksian yang spektakuler, seperti bertemu Tuhan, melihat malaikat, kesembuhan ilahi, atau melalui sarana yang luar biasa, itu tidak menjamin seseorang benar-benar menjadi orang Kristen yang sejati. Untuk menjadi orang Kristen yang sejati dibutuhkan transformasi, yaitu perubahan pola pikir atau mindset yang dikerjakan oleh Roh Kudus dengan menggunakan sarana firman Tuhan.

Beberapa dekade yang lalu, banyak orang Kristen bicara mengenai transformasi dan berharap negara ini menjadi membaik lewat sebuah proses transformasi. Kenyataannya, kita tidak melihat transformasi yang dimaksud. Kita tidak boleh hanya berharap terjadinya transformasi, harus ada perubahan keadaan manusia sehingga terjadi pula perubahan moral, mental, ekonomi, keamanan, politik, dan berbagai aspek atau bidang lain. Transformasi harus dijalani dan tidak pernah berhenti sampai membangun manusia batiniah. Dalam 2 Korintus 4:16, Paulus menulis, “Sebab itu kami tidak tawar hati. Tetapi meskipun manusia lahiriah kami semakin merosot, namun manusia batiniah kami dibaharui dari sehari ke sehari.” Ini bentuk paralel yang bertolak belakang: manusia lahiriah makin merosot namun manusia batiniahnya malah semakin kuat. Kemerosotan manusia lahiriah merupakan proses yang bertahap. Demikian pula dengan pembaharuan atau terbentuknya manusia batiniah, juga lewat proses.

Jadi, perubahan kita ini adalah sebuah perubahan yang bertahap; tidak ada jalan mudah, tidak ada paket instant, atau paket kilat. Maka dalam ini, waktu sangatlah berharga. Banyak orang Kristen telah tertipu oleh suara hatinya yang sesat karena pengaruh dunia sekitarnya, di mana ia selalu menunda apa yang seharusnya dilakukan untuk membangun kehidupan imannya. Sementara dia menunda melakukan yang lain, sejatinya dia sedang menukar hak kesulungan dengan semangkuk makanan. Proses penukaran itu juga bukan dalam satu hari, melainkan lewat sebuah proses: dari hari ke hari, dari minggu ke minggu, dari bulan ke bulan sampai utuh dimana dia tidak lagi memiliki kesempatan untuk meraih berkat rohani. Tidak memiliki kesempatan itu bukan hanya kehabisan waktu, melainkan tidak lagi memiliki kemampuan untuk bisa mencapai apa yang harus dia capai.

Maka jangan sampai logika kita itu sudah tidak bisa berubah. Jadi, perubahan logika kita dari logika duniawi ke logika rohani harus berlangsung dalam proses. Sampai pada titik tertentu, tidak akan pernah bisa terjadi perubahan lagi. Mengapa? Karena manusianya sudah dalam satu keadaan tidak bisa berubah. Logika adalah pola atau landasan berpikir. Logika rohani berarti landasan berpikir yang tidak bersifat fana, ini merupakan pola pikir yang berbasis atau berlandaskan dunia yang akan datang. Orang yang memiliki logika rohani itu adalah orang yang tidak memperhatikan hal-hal yang kelihatan, seperti yang dikatakan dalam 2 Korintus 4 tadi. 

Tanda kita memiliki kelenturan untuk berubah adalah, jika setiap kali kita berbuat sesuatu yang nurani kita katakan salah, lalu kita berkata, “Bapa, ampunilah dosaku,” tetapi kemudian di dalam pikiran kita—yang berkecamuk dalam jiwa—bukan hanya keinginan untuk diampuni, melainkan keinginan untuk tidak melakukannya lagi; keinginan yang kuat untuk benar-benar berubah. Kalau dulu kita berkata, “Tuhan, ampuni dosa kesalahanku,” fokus kita adalah dosa itu sendiri bagaimana dibereskan. Tetapi ketika kita makin dewasa, maka permintaan ampun kita kepada Tuhan, membuat jiwa kita bergolak, yaitu bagaimana kita tidak melakukan kesalahan itu lagi.

Kita harus mengerti ini, dan ini harus terpatri di dalam jiwa, bahwa salib Tuhan menghapus dosa dunia. Tetapi yang belum beres itu di jiwa dan di karakter kita. Maka ini yang kita persoalkan: kenapa kita masih melakukan kesalahan itu? Kenapa kita masih sombong? Kenapa kita masih ucapkan kata-kata itu? Kenapa kita masih mengingini hal ini dan hal itu? Hal inilah yang membuat jiwa kita itu sebenarnya bergolak. Di sini logika kita sebenarnya sudah mulai berubah. Logika rohani kita haruslah logika yang berbasis pada dunia yang akan datang, logika yang berbasis pada kesucian Tuhan. Yang membuat perasaan kita menjadi berbeda dengan perasaan kita sebelum kita mengalami perubahan ini.