Logika rohani atau nalar rohani berposisi terbalik dari logika duniawi; logika yang sudah kita serap dalam kehidupan sejak kita kecil. Sejatinya, betapa sulitnya kita merubah logika ini. Sulit, bukan berarti tidak bisa. Jika kita berjuang dengan sungguh-sungguh, maka kita bisa merubah logika duniawi yang sudah mengakar di dalam diri kita menjadi logika rohani, logika Injil. Salah satu prinsip logika duniawi yang sudah mengakar dalam hidup kita adalah kita hidup untuk memiliki sebuah tujuan, yaitu sebuah kehidupan seperti yang dikehendaki atau yang diinginkan manusia pada umumnya. Sebab manusia terjebak dalam proses tiru meniru. Begitu kita melek, kita diajari logika, nalar duniawi itu. Namun sekarang kita mengenal Sang Pencipta, khususnya Dia yang menjadi sumber, yang kepada-Nya, yang mulia, Tuhan kita, Yesus Kristus, berkata, “ Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya.”
Sang Pencipta, yang kita panggil Bapa, mau mengajarkan kita gaya hidup yang berbeda dengan kehidupan yang kita kehendaki selama ini. Dari fokus hidup di bumi ini, berubah ke fokus yang lain. Dan tidak bisa dua. Standar hidup yang dimiliki manusia pada umumnya adalah sekolah, kuliah, berpendidikan dan bergelar, mencari nafkah, menemukan pasangan hidup, punya anak, membesarkan anak, mencari menantu, punya cucu, menjaga cucu. Bahkan sudah tua pun masih terus memperkaya diri, entah untuk dirinya, entah untuk anaknya. Dan banyak orang menjalani hidup untuk standar ini; standar yang diperjuangkan mati-matian tanpa batas. Dan kalau jujur, ini dibahasakan Paulus dalam 1 Korintus 15:32, “Mari kita makan minum, sebab besok kita mati.” Tuhan Yesus mau merubah sistem hidup dunia dan mengajarkan gaya hidup-Nya; logika rohani, logika anak Kerajaan.
Untuk itu, kita harus terus bergumul untuk bisa merubahnya sekalipun kita seperti menghadapi benang kusut, atau seperti menabrak tembok. Namun tentu Tuhan pasti masih menyisakan orang-orang yang mulai menyadari adanya sesuatu yang salah dalam hidupnya. Dan ketika mereka mulai belajar kebenaran, mereka dibuat takjub terhadap kebenaran-kebenaran itu, lalu mulai berpaling. Namun ironis, gereja mengajarkan untuk mempertahankan eksistensi hidup yang salah itu dengan berurusan dengan Tuhan. Mereka mempertahankan fokus ini dan mencapai apa yang dianggap sebagai idaman hidup dengan berurusan dengan Tuhan. Tuhan dimanfaatkan. Mereka tidak makan tubuh-Nya dan tidak minum darah-Nya, tetapi memanfaatkan kuasa dan kebaikan-Nya. Memang, kuasa-Nya tidak berubah, dahulu sampai sekarang. Kasih-Nya juga tidak berubah. Namun cara bekerja Tuhan pasti berubah sesuai dengan zaman tanpa merusak hakekat Tuhan, tanpa merubah hakekat-Nya.
Maka yang penting adalah bagaimana kita menjadi satu dengan Tuhan, menjadi satu dengan apa yang sama dengan kematian-Nya. Artinya, hidup bagi Allah. Betapa hebat Tuhan dengan kesabaran-Nya mau membimbing kita, Ia memberkati, Ia melindungi, Ia menuntun. Dalam kebodohan kita, Tuhan terus mengingatkan. Tapi kalau kita berkeras, Tuhan akan membiarkan. Sebagai anak-anak Allah, tentu kita sudah tidak lagi meragukan pemeliharaan-Nya. Bahkan ketika kita seakan-akan ditinggal atau dilupakan, kita tetap percaya Dia menyertai. Kita percaya bahwa Bapa tahu semua kebutuhan kita, namun dalam Matius 6:33 mengajarkan, “Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya, maka semuanya akan ditambahkan kepada-Mu.”
Namun sering kali ayat ini diselewengkan. Mencari Kerajaan Allah dan kebenarannya diartikan dengan kegiatan melayani Tuhan di gereja dan mendukung dana kegiatan tersebut. Padahal bukan hanya begitu, melayani Tuhan berarti melayani perasaan-Nya, itu yang dimaksud dengan mendahulukan Kerajaan Allah. Artinya, berjuang bagaimana menjadi anggota keluarga Kerajaan. Masalahnya, banyak orang sudah memiliki logika yang salah tersebut dan tidak mau berubah. Apalagi pengajaran yang salah ini makin merajalela. Setiap kita punya perjalanan waktu, dari nol sampai delapan puluh tahun. Kalau dalam waktu perjalanan hidup ini kita terus memanjakan diri, tidak bertumbuh, maka kita tidak akan sampai di tingkat yang seharusnya kita berada. Dan pada akhir hidup, kita pasti akan menyesal.
Maka, miliki prinsip ini: “The only world I have is Jesus;” duniaku satu-satunya adalah Tuhan Yesus. Jadi kalau kita kerja, bisnis, jaga kesehatan, olahraga, menikah, semua untuk Tuhan. Sehingga yang kita gumulkan adalah bagaimana kita menjadi seperti yang Dia kehendaki, sebab kita sedang berjalan menuju Kerajaan-Nya. Jadi, semua itu mendukung perburuan dan pencarian kita akan Tuhan. Logika nalar duniawi kita harus dirubah.