Pasti kita pernah mengalami di mana kita mencari kesibukan. Biasanya, selain kesibukan yang mendatangkan uang, juga kesibukan yang mendatangkan kesenangan. Semua berpusat pada “aku.” Tapi kalau kita menjadi anak-anak Abraham, maka yang kita pikirkan adalah apa yang harus kita lakukan untuk menyenangkan hati Allah. Jadi, dibenarkan karena iman itu bukan sekadar kita memercayai Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat, melainkan mempertaruhkan seluruh hidup kita untuk itu. Salahnya banyak orang, mereka membaca kitab Roma tanpa melihat latar belakangnya, tidak melihat konteks zaman. Ini jemaat Roma, yang hidupnya seperti telur di ujung tanduk, yang nyawanya diburu oleh para penguasa.
Pada suatu kesempatan, kota Roma dibakar oleh Nero. Sebenarnya kaisar Nero bermaksud untuk memperluas istananya, tetapi hal itu dipakai sebagai alasan untuk membunuh orang Kristen, karena ia menuduh orang Kristen sebagai pelakunya. Bahkan di dalam tradisi gereja, dikisahkan bahwa Petrus sendiri sempat kabur dari kota Roma karena tidak tahan terhadap penganiayaan hebat yang berkecamuk di kota itu terhadap orang Kristen. Dan menurut dokumen gereja, Petrus bertemu dengan Yesus yang mau menuju kota Roma. Peristiwa itu terkenal dengan istilah: “quo vadis domine?” yang artinya “mau ke mana, Tuhan?” Lalu Yesus menjawab, “Aku mau ke kota Roma, mendampingi umat-Ku.” Petrus terpukul, maka dia balik lagi ke kota Roma dan mati disalib dengan kepala di bawah.
Jadi, percaya kepada Yesus itu “paket habis;” habis hidupnya. Maka kalau dikatakan di Roma 8, “Kita lebih dari orang-orang menang,” kata “kita” itu menunjuk jemaat Roma yang Paulus katakan bahwa mereka lebih dari orang-orang Roma yang menang secara politik, materi, kekuasaan secara duniawi. Apa alasannya? Mereka mengalami penindasan, kelaparan, ketelanjangan, tapi mereka tidak terlepas, tidak terpisah dari kasih Kristus. Itu menangnya. Ironis, banyak orang Kristen hari ini berprinsip bahwa “kita lebih dari pemenang” tanpa mengerti apa maksudnya. Kita lebih dari orang-orang menang—walaupun secara materi, kedudukan, kekuasaan kita kurang—karena tidak ada yang bisa memisahkan kita dari kasih Kristus.
Roma 8:17 mengatakan bahwa kita akan dimuliakan bersama-sama dengan Kristus di dalam Kerajaan Surga di kekekalan. Jadi kita dibenarkan karena iman itu, artinya kita dianggap, dinilai berkeadaan benar, karena kita berkeadaan seperti Yesus. Beriman kepada Yesus itu berarti hidup seperti Yesus hidup. Yesus berkata, “Kalau Aku Tuhan dan Gurumu, Aku mengalami penderitaan, kamu juga mengalaminya.” Maka, seluruh hidup kita harus diserahkan. Barulah di situ kita bertemu Tuhan. Tidak bisa setengah-setengah. Namun, banyak orang Kristen yang memberikan untuk Tuhan “paket hemat” atau “paket murah.” Padahal Yesus sudah berkata di Lukas 14:33, “Barangsiapa tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, ia tak dapat jadi murid-Ku.”
Jadi, kita dibenarkan bukan karena iman—artinya bukan sekadar meyakini Yesus Tuhan dan Juru Selamat—melainkan karena perbuatan. Apa perbuatannya? Lihat bagaimana Abraham mengorbankan anaknya, Ishak. Roma 8 bicara soal penderitaan bersama Tuhan. Dan paket ini harus dimiliki oleh semua kita, menjadikan Tuhan itu segalanya. Maka, seperti Abraham mempersembahkan anaknya, Ishak, menunjukkan iman percayanya itu, maka kita pun harus berani mempersembahkan apa pun untuk Tuhan. Hidup ini menjadi luar biasa kalau kita berani mempertaruhkan diri kita untuk berinteraksi dengan Allah, di tengah dunia kita yang gelap dan rusak ini. Bagaimana supaya kita tidak rusak? Kita harus berani memiliki positioning dengan segala harga yang harus kita bayar. Ibarat ikan, kita harus jadi ikan yang hidup, yang walaupun sekitar kita airnya asin, kita tetap tawar. Tapi kalau kita adalah ikan yang mati, maka kita akan ikut asin, digarami oleh air laut.
Jadi bagaimana kita bisa mengalami Tuhan? Ketika kita menjadikan Dia segalanya. Dan Tuhan pasti merasa kalau kita menjadikan Dia segalanya atau tidak. Kita hari ini belum sempurna, tapi kita harus memaksa diri. Kobarkan cinta kita kepada-Nya. Setinggi-tingginya kita terbang, supaya suasana surga turun. Tetapi, sering kita tidak sampai. Bagaimana kita bisa terbang kalau tiap hari kita tidak terbang? Dia harus menjadi segalanya dalam hidup kita setiap hari. Itu rahasia yang pertama. Yang kedua, jangan punya keinginan dan kesenangan apa pun. Kalau masih ada dosa dalam diri atau kesenangan tertentu yang Tuhan tidak berkenan, minta Tuhan beri tahu, dan segera harus kita tinggalkan supaya saya bisa terbang setinggi-tingginya. Kalau kita melakukannya dengan sungguh-sungguh, Roh Kudus akan pimpin, Roh Kudus akan tuntun kita.