Kalau seseorang sudah tidak memiliki atmosfer Kerajaan Surga, maka ia pasti tidak mengingini surga. Sebab suasana dunia mencengkeram dirinya yaitu keinginan daging, keinginan mata, keangkuhan hidup. Tentu saja mereka juga tidak berkerinduan bertemu dengan Yesus atau pulang ke surga. Mereka biasanya berpikir bahwa kesempatan hidup hanya satu kali di bumi ini, dan tidak ada kehidupan di dunia lain. Bagi mereka surga adalah kehidupan yang berbeda. Yang walaupun diyakini indah, tetapi mereka tidak sungguh-sungguh mengingini masuk Kerajaan Surga itu dan menikmatinya, sebab tidak jelas. Padahal kehidupan di sana merupakan pengulangan kehidupan di bumi, hanya tidak ada dosa dan kejahatan, karena tidak ada kuasa kegelapan.
Dengan pikiran duniawi, banyak orang tidak ingin memiliki kehidupan seperti kehidupan di surga. Walaupun mereka yakini kehidupan itu indah, tetapi mereka tidak mengingini pulang ke surga sebab surga tidak sesuai selera mereka, yang adalah selera dunia. Itu masalahnya, jadi tidak bisa nyambung. Memang benar, tidak ada orang mau masuk neraka, namun mereka menilai surga hanya sebagai tempat pembuangan yang nyaman, tetapi sebenarnya tidak diingini. Dan ini pengkhianatan. Ini pengaruh kuasa gelap. Oleh sebab itu, seharusnya orang percaya sudah mulai mengubah selera sejak di bumi ini. Dengan demikian, untuk memulai perubahan selera hidup ini, kita harus berani memindahkan fokus hidup dari fokus hidup di bumi ini kepada kehidupan di langit yang baru dan bumi yang baru. Kesempatan hidup yang hanya tujuh puluh tahun harus dijadikan sebagai kesempatan untuk persiapan diri agar kita layak masuk Kerajaan Surga. Tidak mungkin Allah memasukkan orang-orang yang tidak berhasrat ke surga.
Mazmur 1:2 mengatakan, “Berbahagialah orang yang kesukaannya Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam.” Dan Mazmur 84:5 mengatakan, “Berbahagialah manusia yang kekuatannya di dalam Engkau, yang berhasrat mengadakan ziarah.” Ziarah umat Perjanjian Baru adalah ke Yerusalem Baru; LB3. Jadi, sejak kita menjadi orang Kristen, tidak bisa tidak kita harus berkemas-kemas, harus jadi musafir. Tidak heran kalau Paulus lebih mengingini pulang ke surga daripada hidup di bumi. Ini standar Alkitab. Tidak ada pilihan, kita harus merubah selera jiwa. Kalau selera jiwa belum diubah, omong kosong kita bicara tentang langit baru bumi baru. Bukan tidak boleh punya ini dan itu, namun jangan lagi punya kesukaan dunia, jangan jadikan itu sebagai kebahagiaan hidup kita. Kalau itu tidak kita perlukan, tidak usah. Jangan menjadi ikatan. Sejatinya, mengerikan hidup ini, tragis. Apa sih yang kita cari?
Orang yang hidup di bawah pengaruh kuasa kegelapan pasti tidak mengingini negeri yang Tuhan janjikan. Atau dalam konteks orang Kristen, tidak ingin pulang ke surga, tidak ingin bertemu dengan Tuhan Yesus. Padahal Yesus mengingini di mana Dia berada, kita pun ada. Jadi kalau kita tidak punya kerinduan pulang ke surga, itu berarti, kita mengkhianati Dia. Dan sejujurnya, kita telah melewati hari-hari di mana kita memang tidak ingin bertemu dengan Tuhan. Kita tidak maksud berkhianat. Dan kita memang tidak ingin masuk neraka, tetapi berkerinduan bertemu dengan Tuhan juga tidak ada. Atau kurang. Pasti ada perselingkuhan di sini. Hati kita ini pasti terikat, melekat, tertarik kepada sesuatu. Kalau kita tidak mengingini bertemu dan tinggal bersama-sama dengan Tuhan Yesus, itu berarti ketidaksetiaan, sebab itu sebuah indikasi adanya kekasih lain di dalam hidup kita. Tuhan Yesus adalah mempelai pria kita dan kita adalah mempelai wanita.
Mestinya orang percaya merindukan untuk bertemu dengan Dia. Orang-orang Kristen yang hidup dalam pengaruh kuasa kegelapan, akan merasa lebih betah tinggal di bumi ini daripada pulang ke surga. Dan kita semua dulu rata-rata begitu. Bahkan kadang-kadang sekarang, yakni saat kita sedang menyenangi sesuatu. Ini meleset. Banyak orang Kristen merasa surga itu tidak perlu dibicarakan terlalu ekstrem, karena itu dianggap urusan nanti. Bagi banyak orang Kristen, bumi ini diusahakan jadi tempat senyaman-nyamannya, dan mereka meminta campur tangan Tuhan untuk bisa membuat bumi ini seperti surga. Makanya, ketika kekristenan menjadi agama negara, sejak itu kekristenan menjadi merosot. Bahkan gereja mengalami abad kegelapan.
Sejak abad kelima yang ada hanya perdebatan-perdebatan teologi, saling bunuh-membunuh, mengucilkan, kutuk-mengutuk. Akan tetapi Tuhan selalu menyisakan orang-orang yang dengan tulus menjaga kemurnian Injil. Kita sebenarnya harus jujur melihat diri kita: apakah kita ini terhitung sebagai orang yang layak diterima di kemah abadi atau tidak. Kalau kita tidak merindukan surga, lalu kita ingin masuk surga, artinya kita menghendaki masuk surga tanpa kita merindukan surga, itu sebenarnya kurang ajar. Seperti seorang suami yang tidak ingin pulang sebenarnya karena ada selingkuhan, namun karena tidak ada jalan lain, maka dia pulang. Kalau kita tidak mengingini pulang ke surga, coba jujur kita periksa: ada ikatan apa dalam jiwa kita? Selama kita masih memiliki kesempatan untuk berubah, mari kita berubah.