Skip to content

Ketepatan Membidik

 

Betapa berharganya waktu dan hidup ini dahsyat sekali, karena yang menciptakan hidup adalah Allah yang dahsyat, yang cerdas. Kita jangan membuat murahan hidup dengan perbuatan yang sia-sia, dengan mengisi waktu secara tidak baik, secara tidak bijaksana. Kalau ibarat sayap, bagaimana kita bisa mencapai ketinggian yang ditargetkan, maka kita harus berlatih terus membuat sayap kita ini kuat dan makin lebar. Waktu kita berdoa, memuji, menyembah Tuhan, ketinggian yang kita capai menunjukkan hasil dari sebuah perjalanan hidup kita hari demi hari, hasil dari taburan kita, proses hidup yang kita jalani. Ketepatan seseorang membidik Tuhan ketika ia menyembah harus dipelajari dari hari ke hari. Kalau kita tidak sungguh-sungguh setiap hari terbang, mencari hadirat Tuhan dengan kerinduan, maka kita tidak bisa menembus hadirat-Nya. 

Mengisi hari hidup dengan datang ke hadirat Allah—berdoa, menyembah, memuji—akan meningkatkan ketinggian kualitas penyembahan kita. Ketepatan seorang hamba Tuhan berbicara di mimbar ditentukan oleh hari-hari hidupnya. Kalau dulu standarnya adalah dia bisa khotbah. Maka ketika dia merasa kering, hadirat-Nya tipis, harus diperkarakan. Dan jawabnya adalah karena dia keluar dari hadirat-Nya di mana ada menit-menit sembarangan membicarakan orang, menikmati pujian, melepaskan emosi atau kemarahan, maka rusak khotbahnya. Jadi kita mulai mengerti kalau orang tidak berjalan dengan Tuhan setiap hari lalu berkhotbah, maka dia tidak bisa menjaga keseimbangan di mimbar, dia tidak bisa menjaga hadirat Tuhan. Kalau perkataan kita di setiap hari bukan perkataan Tuhan, maka di mimbar tidak mungkin perkataan Tuhan. 

Kita bisa menstimulasi, merangsang keberadaan kita di hadirat Allah dengan doa, sehingga kita sanggup berdoa dalam waktu lama—namun tidak merasa lama, karena memang itulah habitat hidup kita, di hadirat Allah—dan bertemu Tuhan dengan puasa. Kita mau mencapai ketinggian hadirat Allah. Ini bukan hanya untuk pendeta, tapi juga untuk setiap kita. Benar-benar kita harus ada di hadirat Tuhan setiap saat. Itu proses pertumbuhan kedewasaan rohani berlangsung dengan normal, dan apa yang kita tabur akan dituai di kekekalan. Sulit untuk menjelaskan, tetapi kita akan bisa mengerti dan mengalami bagaimana menghayati hidup di hadirat Allah. 

Kita akan takut melakukan hal-hal yang tidak patut. Kita tidak akan membuka mata menyaksikan hal-hal yang kita malu kalau Tuhan hadir di situ. Namun, Tuhan memberi kita kehendak bebas. Apa yang kita mau pikirkan, pikirkan; apa yang mau kita lakukan, lakukan. Terserah kita masing-masing. Sebab Tuhan memberi kita kedaulatan, kebebasan mengatur mengisi hari hidup kita. Dulu kita sembarangan hidup dan tidak merasa bersalah. Tuhan tidak memaksa kita berbuat sesuatu. Tapi sekarang kita harus mengerti dan bertanya, “Apa yang Tuhan mau saya lakukan?”

 

Maka, kedewasaan rohani harus dicapai lewat proses, supaya ucapan kita benar, kelakukan bahkan pikiran kita benar. Kalau ibarat mencari mutiara, kita harus memiliki daya tahan untuk tidak bernapas masuk ke dalam kedalaman laut. Belajar tidak napas. Napas dosa kita harus kita ganti dengan napas Tuhan dan masuk ke kedalaman lautan hati Tuhan untuk menemukan mutiara kehendak-Nya, rahasia-rahasia kebenaran Tuhan. Kita akan sangat menyesal kalau tidak berani investasi waktu sebanyak-banyaknya bagi Tuhan. Jangan sia-siakan waktu kita untuk hal yang tidak berguna. Jangan pikirkan sesuatu yang najis, yang salah. Jangan ucapkan kata-kata yang rusak. Jangan ledakkan emosi yang membuat kita tidak menghormati Tuhan. 

Seorang yang dipakai Tuhan dengan urapan yang kuat, tentu ia membayar harga dengan melewati malam panjang untuk tetap berjaga di hadirat Allah. Pemberitaan firman yang diurapi, pemberitaan firman dari hati Tuhan adalah buah dari jam-jam panjang, melewati malam-malam panjang di hadirat Tuhan. Hal itu tidak bisa hanya dicapai beberapa saat di bangku ruang kuliah 4 tahun, setelah itu hidup sembarangan. Jangan berpisah dengan Tuhan, tapi selalu bersama dengan Tuhan. Capailah bintang setinggi-tingginya, dan bintang yang kita capai adalah Tuhan Yesus, Bintang di atas segala bintang. Terbanglah setinggi-tingginya, dan tempat yang kita mau capai adalah hadirat Bapa di surga. Capailah prestasi setinggi-tingginya, dan prestasi itu adalah kesucian, kekudusan, keberkenanan di hadapan Allah, dan itu bukan sesuatu yang mustahil karena Allah sendiri berkata, “Kuduslah kamu, sebab Aku kudus.” Teruslah berada di hadirat Allah, hidup dalam kekudusan dan kesucian.