Skip to content

Ketekunan

 

Dalam Lukas 17, Tuhan Yesus bicara mengenai kedatangan-Nya di mana orang makan, minum, kawin dikawinkan, menjual, membeli, menanam, membangun; sibuk. Banyak orang tidak mau berurusan dengan Tuhan. Karena menganggap bahwa berurusan dengan Tuhan itu percuma. Berurusan dengan Tuhan dan tidak berurusan dengan Tuhan, sama saja. Maka target kita harus sampai melewati batas, sampai Tuhan mengatakan, “Kamu setia. Ketekunanmu sudah cukup,” walaupun kita terus akan bertumbuh. Coba perhatikan apa yang dikatakan Tuhan di Lukas 18:8, “Aku berkata kepadamu: Ia akan segera membenarkan mereka. Akan tetapi, jika Anak Manusia itu datang, adakah Ia mendapati iman di bumi?” 

Jadi, walaupun seakan-akan ada saat di mana kita yang sungguh-sungguh mencari Tuhan sama saja dengan mereka yang tidak mencari Tuhan, tetapi suatu saat Tuhan akan membenarkan kita. Namun, apakah Tuhan mengulur-ulur waktu? Tidak. Dia akan tepat pada waktu-Nya. Di bumi ini banyak orang Kristen, tetapi apakah mereka dipandang Tuhan telah memiliki ketekunan yang berkualitas seperti yang Allah kehendaki? Karenanya, kita jangan puas dengan kekristenan yang telah kita jalani. Kita harus makin meningkatkan jam doa, kesucian, kesungguhan, kerelaan kita berkorban, dan lain-lain. Jangan berhenti di satu level, tapi terus bertumbuh setiap hari. Tuhan akan memberikan perubahan bagi yang mau berubah. 

Namun, kita harus bertekun untuk meningkatkan kehidupan rohani kita, keberkenanan kita di hadapan Tuhan. Jangan lemah ketika kita sudah sungguh-sungguh dan Tuhan seakan-akan tidak menghargai kesungguhan kita. Bahkan Tuhan masih membawa kita pada kesulitan-kesulitan, ada doa-doa kita yang tidak terjawab, ada persoalan-persoalan yang dibuat Tuhan masih “menggantung.” Seakan-akan Tuhan tidak ada, seakan-akan ketekunan kita tidak ada nilainya. Itu dinamika dalam berinteraksi dengan Tuhan, karena karakteristik Tuhan itu demikian. 

Jangan terintimidasi oleh suara yang mengatakan seperti ini, “Kamu tidak istimewa di mata Tuhan. Lihat bagaimana Tuhan memperlakukan kamu, biasa-biasa saja. Kamu tidak dianggap. Beda dengan pendeta itu, beda dengan orang yang punya kesaksian itu. Kamu bukan siapa-siapa. Tuhan tidak melihat kamu. Memang kamu siapa?” Apalagi ketika kita menghadapi kesulitan-kesulitan, dan masalah itu berat, maka kita akan sampai pada titik di mana kita merasa Tuhan melukai dan menyakiti kita, bahkan sampai kita berpikir, “Tuhan jahat.” Mungkin kita tidak mengucapkan, tetapi ada keraguan dalam hati kita. 

Padahal, keadaan sulit yang kita alami adalah cara Tuhan mendewasakan kita. Kita tidak bisa diberkati Tuhan kalau kita tidak punya kapasitas yang cukup. Sebab Tuhan punya rancangan besar untuk setiap kita. Jadi kita mengalir saja; melalui setiap peristiwa, kita didewasakan. Keadaan sulit yang bertubi-tubi merupakan cara Tuhan melindungi kita untuk tidak berbuat salah, untuk terus bergerak ke level yang lebih tinggi. Jadi jangan berpikir Tuhan tidak menghargai kita. Tuhan sangat detail memperhatikan kita masing-masing.

Dalam Mazmur 73, ketika pemazmur melihat orang fasik yang sehat, gemuk, tidak ada kesakitan, tidak mengalami kesusahan, tidak kena tulah seperti orang lain, sementara dia yang menjaga kesucian, sepanjang hari kena hukuman, pukulan, atau tulah. Sehingga ia berkata, “Sia-sia aku mempertahankan hati yang bersih dan membasuh tanganku tanda tak bersalah.” Pemazmur ini sedang kecewa. Orang-orang berbalik kepada mereka dan ikut mereka, dan mereka berkata: “Bagaimana Allah tahu hal itu, adakah pengetahuan pada Yang Maha Tinggi?”

TUHAN seperti buta. Padahal Allah sangat mempedulikan kita. Tuhan terus menghitung dan menguji batin seberapa kita bertekun. Berurusan dengan Tuhan itu indah sekali dan Tuhan mau kita berurusan dengan Dia di tempat senyap, di ruang doa, ketika tidak ada mata melihat kita. Maka kita harus menjaga kesucian, menjaga sikap hati kita; dari perkara kecil, kita periksa diri kita. Kita berurusan dengan Tuhan seperti kabut yang ditiup angin dan tidak jelas kehadiran Tuhan dalam hidup kita. Bagaimana kita bisa memercayai langit baru bumi baru? Tidak ada tanda-tanda adanya langit baru bumi baru, yang ada hanya percaya saja.

Kalau seakan-akan Dia tidak hadir, kita harus memperkarakannya sampai kita benar-benar menembus batas, dinilai Tuhan bertekun, dan Tuhan bisa memercayakan kehadiran-Nya dalam hidup kita. Apakah Allah menjadi hidup atau tidak tergantung bagaimana reaksi kita melayani kehadiran-Nya. Dunia kita sudah semakin gelap dan jahat, maka kita harus melatih diri untuk terus berhubungan dengan Tuhan. Jangan buka celah. Dunia kita hanya Tuhan. Kalau sudah menghayati itu, indah sekali. Masalah kita banyak, namun jangan mengatur Tuhan. Mengalir saja, biar Tuhan nanti yang akan mengatur dan menunjukkan apa yang Dia mau untuk kita lakukan. Tuhan menyediakan berkat-berkat rohani yang tak terbatas, tergantung seberapa besar “mangkuk hati” kita untuk dicurahi berkat. Dan kalau keadaan belum berubah, tetaplah terus mencari Tuhan, sebab Tuhan Maha Bijaksana.