Skip to content

Ketegasan Allah

 

Ada satu hal yang kita harus benar-benar mengerti, yaitu ketika kita dalam proses pendewasaan, Tuhan sangat bertoleransi. Kadang Tuhan nampak begitu fleksibel, begitu berpengertian, begitu sabar. Firman Tuhan mengatakan, “Walaupun kita tidak setia, Tuhan tetap setia.” Tetapi, di pihak lain, tidak ada toleransi, Tuhan tegas, tidak kompromi sama sekali. Yaitu, ketika seseorang harus berdiri di hadapan takhta pengadilan Allah. Jikalau seseorang didapati tidak berkenan, maka dengan tegas Tuhan akan berkata, “Aku tidak kenal kamu, enyah kamu dari hadapan-Ku.” 

Dalam perumpamaan mengenai bangsawan yang mengadakan pesta, sang bangsawan begitu toleransi, mengundang orang, siapa pun tanpa syarat. Di perempatan-perempatan jalan diserukan untuk datang ke pesta perjamuan. Tetapi ketika ada di pesta perjamuan, jika seseorang tidak mengenakan pakaian pesta, bangsawan itu tegas berkata, “Bagaimana kamu bisa ada di sini? Bunuh dia di depan mataku.” Artinya, dia tidak menghormati tuan rumah yang mengadakan pesta, sebab sebagai tanda penghormatan kepada tuan yang mengundang pesta, kita harus memakai pakaian pesta. 

Pikiran sesat di dalam kehidupan banyak orang Kristen adalah toleransi yang Allah berikan seakan-akan juga akan berlanjut nanti ketika orang ada di hadapan takhta pengadilan Tuhan. Sehingga yang terjadi, banyak orang tidak sungguh-sungguh memanfaatkan anugerah—yaitu kesempatan yang Tuhan berikan, di mana Tuhan dalam toleransi-Nya, pengertian-Nya, dan kesabaran-Nya yang tinggi—namun mereka tidak sungguh-sungguh memperhatikan pertumbuhan imannya, perkembangan kedewasaan rohaninya, seakan-akan toleransi Tuhan terhadap keadaannya sekarang ini akan terus berlanjut sampai nanti di kekekalan atau berlanjut nanti di hadapan takhta pengadilan Allah. Sebagian besar orang menganggap remeh ketegasan Allah itu. 

Padahal jelas dalam Matius 7:21-23 dikatakan, “Pada hari itu, Aku akan berterus terang, Aku tidak kenal kamu, enyahlah kamu dari hadapan-Ku, kamu yang tidak melakukan kehendak Bapa, atau kamu yang berbuat jahat, atau kamu pembuat kejahatan.” Sebab standar Tuhan itu mutlak, tidak bisa ditawar. Kalau di Matius 6:24, firman Tuhan mengatakan, “Kamu tidak dapat mengabdi kepada dua tuan,” di situ nampak ketegasan atau integritas Tuhan. Kita harus sepenuhnya untuk Tuhan, atau tidak usah sama sekali. Ketegasan Allah juga nampak di 2 Korintus 6:17-18, “Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka,” firman Tuhan, “Dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu. Dan Aku akan menjadi Bapamu, dan kamu akan menjadi anak-anak-Ku laki-laki, dan anak-anak-Ku perempuan. Demikianlah Firman Tuhan yang Maha Kuasa.”

Jadi, sementara kita dalam proses pendewasaan, dalam proses pembentukan Tuhan, Tuhan begitu toleransi. Tetapi nanti kalau sudah ada di hadapan pengadilan Tuhan, tidak ada toleransi, tidak ada kompromi. Kalau didapati masih ada kenajisan, Tuhan tidak akan menerima. Kalau tidak melakukan kehendak Bapa, ditolak. Setan menipu banyak orang dengan menyebarkan berita bahwa kesabaran Tuhan itu tidak terbatas. Sementara Alkitab mengatakan, “Tuhan itu panjang sabar.” Kalau dikatakan panjang, sepanjang apa pun, hanya panjang, bukan tidak terbatas. Panjang itu ada ujungnya, akhirnya, batasnya. 

Mari buka pikiran kita. Jangan menganggap remeh Tuhan, jangan tidak menghormati Dia. Jadi, kalau Tuhan mengatakan, “Kamu tak dapat mengabdi kepada dua tuan,” artinya Tuhan menunjukkan integritas-Nya bahwa kita tidak bisa main-main dengan Tuhan. Jangan menyentuh apa yang najis berarti kita harus sungguh-sungguh didapati Tuhan tidak bercacat tidak bercela. Di dalam Ibrani 12:17 dikatakan, “Sebab kamu tahu bahwa kemudian, ketika ia, Esau, hendak menerima berkat itu, ia ditolak, sebab ia tidak beroleh kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya, sekalipun ia mencarinya dengan mencucurkan air mata.” Ayat sebelumnya, “Janganlah ada orang yang menjadi cabul, atau yang mempunyai nafsu yang rendah seperti Esau.” Cabul di sini bukan cabul seks, melainkan ketidaksetiaan kepada Tuhan, nafsu yang rendah ini bukan hanya masalah moral secara umum. 

Kita harus melatih diri dan memaksa diri untuk serius memperhatikan hal ini. Pemazmur sudah menunjukkan kepada kita, di Mazmur 73, “Siapa gerangan ada padaku di surga selain Engkau? Selain Engkau tidak ada yang kuingini di bumi.” Ini standarnya, dan Tuhan toleransi sekali membimbing kita, tapi kalau sampai batas waktu habis, kita tidak mencapainya, Tuhan berkata, “Aku tidak kenal kamu.” Ini bukan mengancam, tapi firman ini kiranya kita terima sebagai ancaman bagi kita yang masih butuh dan perlu diancam, kecuali kita mengasihi Tuhan, maka firman ini berkat untuk kita bisa dipulihkan, dibarui oleh Tuhan. Jadi, ketegasan-ketegasan ini harus kita bisa memperhatikannya.