Skip to content

Kesempatan untuk Memiliki dan Dimiliki Tuhan

 

Kita harus jujur dengan diri sendiri; kesombongan-kesombongan terselubung, materialisme, ketidakjujuran, dan segala sesuatu yang tidak patut harus kita bawa kepada Tuhan. Dan kita minta Tuhan membentuk dan mendidik kita. Dan jangan berhenti berubah. Jangan berhenti belajar. Kita mau berjalan dengan Tuhan dan Tuhan menuntut kita harus sangat bersih, sangat suci, sangat tulus. Dulu waktu kita masih muda, masih setengah-setengah suci, Tuhan masih berjalan dengan kita. Kita usir setan, setan kalang kabut lawan kita. Padahal, kita belum bersih total. Tapi menjelang tua, makin tua, kita harus sangat bersih, hati kita harus sangat tulus, tidak ada kejahatan terhadap orang, kejujuran, ketulusan, kesetiaan kepada pasangan hidup dan lain sebagainya yang tidak bisa dibahasakan dengan kata-kata. 

Jadi, kalau kita masih membicarakan orang di belakang, itu jauh dari kekudusan. Kita tidak perlu marah, kita harus teduh. Tuhan mau kita sempurna seperti Dia sempurna. Kalau bangsa Israel dididik Tuhan untuk menjadi bangsa yang beradab, melakukan Hukum Taurat, tapi kita diajar untuk sehati sepikiran dengan Allah, tinggal di dalam Dia, Dia di dalam kita. Itu berarti keadaan kita harus bersih, sempurna seperti Bapa, serupa dengan Yesus. Itu mutlak. Ketika kita memiliki Tuhan, kita memiliki segala-galanya. Tapi kita tidak dapat memiliki Tuhan kalau kita tidak sepikiran dan seperasaan dengan Dia. Karena Tuhan juga tidak bisa memiliki kita, kalau kita tidak sepikiran dan seperasaan dengan Dia. Dan setiap kita punya kesempatan untuk memiliki Tuhan dan dimiliki Tuhan. Namun kita harus bersih dan jangan mencurigai Tuhan, apa pun yang terjadi. 

Kalau kita tidak sungguh-sungguh mau hidup suci, sejatinya kita tidak percaya sepenuhnya kepada Tuhan. Kita mencurigai Tuhan. Kalau kita percaya Tuhan, sungguh-sungguh kita memercayai Dia, kita mau all out. Kalau orang masih mencintai dunia dan berpikir punya ini itu dia akan lebih bahagia, artinya dia belum percaya kepada Tuhan dengan sepenuh hati, dia belum percaya ada langit baru, bumi baru yang lebih indah. Kalau Tuhan membuat hidup kita susah, dibuat sulit, hal itu supaya kita tidak betah di bumi ini, dan sebenarnya ini hanya untuk orang-orang yang bisa dipercayai Tuhan. Setelah dia diajar Tuhan, tidak merasa betah di bumi, dia merasa broken heart dengan dunia. Baru Tuhan kasih banyak berkat, dan berkat itu tidak akan dipakai dia sendiri, dia pasti pakai untuk pekerjaan Tuhan. 

Jangan meragukan Tuhan, walaupun kondisi kita seperti berjalan di pinggir tebing jurang. Malaikat-malaikat-Nya pasti menjagai, kita tidak akan jatuh. Setelah kita memercayai pribadi-Nya, kita mau sepikiran, seperasaan dengan Dia. Tidak pikir untung rugi. Yang kita pikir, bagaimana menyenangkan Tuhan. Bukan hanya tidak melakukan dosa moral yang besar, tapi dosa yang kecil-kecil, yang tipis-tipis, yang hanya Roh Kudus yang bisa beri tahu pun tidak kita lakukan. Pasti ada duri dalam daging kita; dalam keluarga, kesehatan, kehidupan jasmani. Tapi, jangan meragukan Tuhan. Belajar memercayai pribadi-Nya, lalu belajar, agar kita hidup bersih. Kalau sudah jadi pendeta, apalagi doktor, betapa sulitnya diubah. Apalagi kalau sudah memiliki pakem, doktrin, sudah nyaman hidup, sudah punya pengikut. Standar orang Kristen itu segenap hati, jiwa, akal budi, dan kekuatan. 

Yang untuk itu, Yesus berkata, “Kalau kamu tidak melepaskan dirimu dari segala milikmu, kamu tak dapat jadi murid-Ku. Kamu tidak bisa Kuubah, kualitasmu tetap rendah. Dan kalau kualitasmu rendah, kamu tidak bisa Kutulis di hati-Ku.” Orang-orang yang namanya ditulis di hati Tuhan adalah mereka yang hidupnya berkualitas tinggi; bukan harus lulusan Sekolah Tinggi Teologi, pendeta, cakap, pintar, melainkan yang hatinya tidak tertaruh di dunia. Tidak ada yang diharapkan lagi di dunia, tidak punya kesenangan dunia. Jika Tuhan menjadi satu-satunya kesenangan, baru kita bisa menjadi kekasih abadi Tuhan. Maka yang harus paling kita takuti, dan kita harus hindari, jangan sampai kita tewas di padang gurun, di perjalanan, dan tidak sampai ke tanah Kanaan Surgawi. Karenanya, kita harus memiliki posisi yang tepat. Harus berani untuk sungguh-sungguh mencari Tuhan, sungguh-sungguh mengutamakan Tuhan, sungguh-sungguh hidup suci, sungguh-sungguh membuang semua yang Tuhan tidak berkenan. Jadi, kita harus berani berkata, Tuhan, jika masih ada dosa yang kulakukan, sekecil apa pun dosa itu, sehalus apa pun dosa itu, beri tahu aku. Aku mau bertobat dan berubah.”