Skip to content

Kesempatan untuk Bertumbuh

 

Pokok keselamatan dalam bahasa aslinya adalah aitios (αἴτιος), yang artinya penggubah, teladan. Maka dikatakan, “Dia yang sulung membuktikan bahwa Dia bisa taat sampai mati, bahkan mati di kayu salib.” Ia bisa membuktikan bahwa Dia bisa menang atau bisa membuktikan bahwa Dia bisa sempurna. Jadi, kalau Yesus berkata, “Ikutlah Aku,” hal itu bukan sekadar menjadi orang Kristen, tapi mengikuti jejak-Nya sampai menang seperti Dia menang. Perjuangan kita berat. Kita menghadapi dunia yang begitu rusak, tapi standar kesucian Allah tidak pernah berubah. Allah tidak pernah kompromi dan kita tidak boleh menyesuaikan diri. Kekristenan itu harus membuat kita benar-benar serius. Dengan Yesus menang, Dia menebus dosa kita. Dengan menebus dosa kita, kita diperhadapkan kepada Bapa, dianggap benar atau dibenarkan. Dengan Yesus menang, kita menerima karunia keselamatan yang di dalamnya dimeteraikan Roh Kudus. Dan Roh Kudus menuntun kita kepada seluruh kebenaran jika seseorang mau dituntun oleh Tuhan.

Yesus menang demi kita, tapi tidak otomatis kita menang. Maka, kita harus berjuang seperti Dia berjuang. Siapa musuh kita? Pasti Iblis, betul. Tetapi jangan lupa, Iblis punya pangkalan di dalam daging kita. Seseorang bisa mengalahkan kuasa kegelapan, bisa mengalahkan Iblis, kalau dia membuang semua pangkalan di dalam dirinya. Jadi, kalau Alkitab berkata, “Jangan memberi kesempatan kepada Iblis,” kesempatan itu maksudnya pangkalan (foothold), yang dalam bahasa aslinya topon (τόπον). Karenanya, Tuhan mengajar kita menyangkal diri. Menyangkal diri bukan sekadar menolak perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau moral. Menyangkal diri berarti menanggalkan semua unsur-unsur kafir, unsur kedagingan, unsur manusia lama sampai Iblis tidak memiliki tempat berpijak. Roh Kudus yang punya tempat berpijak, dan ini luar biasa. Karena hal ini hanya bisa berlaku bagi orang yang dipilih Tuhan. Dan kita adalah orang yang dipilih Tuhan. 

Kalau kita hidup di zaman sebelum Yesus, kita bukan umat pilihan. Atau kita hidup di zaman anugerah, tapi di ujung dunia di mana Injil tidak bisa kita dengar, berarti kita bukan umat pilihan. Atau kita hidup, katakanlah di Indonesia, tapi kita tinggal di tempat-tempat di mana Injil diberitakan secara salah, ini juga berarti kita tidak akan pernah menjadi umat pilihan. Kalau kita bisa mendengar Injil yang benar, artinya kita umat pilihan yang diberi potensi untuk menanggalkan semua unsur kekafiran. Sehingga tidak ada tempat berpijak Iblis dalam diri kita. Kesucian itu bukan hanya keadaan di mana orang tidak berbuat dosa, melainkan kesucian itu bicara mengenai keadaan di mana orang tidak bisa berbuat dosa. Kita hari ini tidak mencuri karena tidak ada yang dicuri atau tidak ada kesempatan mencuri. Tapi itu bukan berarti tidak ada potensi mencuri. Berbeda keadaannya kalau kita memiliki kesempatan untuk mencuri, namun kita tidak mencuri karena kita menjaga kesucian hidup.

Oleh karenanya, kita yang mengikut Tuhan Yesus pasti diproses. Potensi-potensi dosa itu mesti dibangkitkan dengan kesempatan-kesempatan berbuat dosa, kemungkinan-kemungkinan berbuat dosa. Justru, waktu itulah kita harus menyangkal diri. Ketika kita punya kesempatan mencuri, berzina, berantem, namun kita menyangkal diri sekali, dua kali, tiga kali, maka kita lulus. Tidak ada pangkalan lagi. Iblis tidak punya pangkalan. Jadi kalau kita mendapatkan pengalaman-pengalaman yang membuat kita bisa bersalah, itu sebenarnya kesempatan kita untuk bertumbuh. Jangan kita menyalahkan orang dengan berkata, “Sebenarnya saya tidak mau marah, habis dia bikin gara-gara. Kalau dia cuma buang muka, saya tidak marah. Dia buang ludah.” Apa pun yang terjadi, Yesus taat sampai mati, bahkan mati di kayu salib. Inilah ketaatan yang tidak bersyarat. Taat walau apa pun keadaannya. 

Kita bisa berenang, tapi di kolam renang yang dalamnya 2 meter. Tapi kalau di laut, tidak berani, karena ombaknya 2 meter. Justru kalau kita mau jadi ahli renang, mesti belajar di laut yang berombak. Demikian juga dengan kemenangan hidup, berarti kita harus masuk dalam pergumulan. Dan Tuhan membawa kita di lautan berombak. Kita bisa belajar dari Yusuf. Dari hari ke hari, istri Potifar mencobai dia, namun Yusuf tetap tidak mau berbuat dosa. Dan jawaban Yusuf sungguh luar biasa, “Bagaimana aku berbuat dosa sebesar ini kepada Allah?” Yusuf berintegritas. Dan herannya, semakin kita mau hidup suci, semakin kita malah punya kesempatan berbuat dosa. Maka kita harus terus menyangkal diri. Kalimat Doa Bapa Kami, “Janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari yang jahat,” berarti kita harus menjauhkan diri dari hal-hal yang merusak.