Matius 1:21
“Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka.”
Matius 1:21 adalah ayat yang sudah cukup dikenal oleh orang Kristen. Ketika kita merayakan Natal, ayat ini sering muncul. Kata “menyelamatkan” sudah sangat akrab dalam kehidupan orang Kristen. Karena begitu akrab dan terbiasanya dengan kata-kata yang terkait dengan kata menyelamatkan—seperti: keselamatan, selamat, Juru Selamat—maka banyak orang Kristen tidak pernah mempersoalkannya sama sekali. Mereka menganggap bahwa mereka sudah mengerti makna kata-kata tersebut, bahkan mereka merasa sudah memiliki keselamatan atau sudah diselamatkan. Karena cara berpikir demikian, maka mereka tidak berjuang dengan sungguh-sungguh untuk hidup berkenan di hadapan Tuhan. Benarkah mereka sudah memiliki pengertian yang benar mengenai kata-kata tersebut dan sungguh-sungguh sudah memiliki keselamatan atau sudah diselamatkan? Untuk ini kita harus meninjau dengan cerdas apa sebenarnya keselamatan itu agar kita dapat menemukan makna yang benar mengenai keselamatan yang sejati. Pengertian yang benar mengenai keselamatan sangat berdampak terhadap kualitas hidup kekristenan orang percaya.
Jika kata ‘keselamatan’ dihubungkan dengan kekekalan, biasanya diartikan sebagai terhindarnya manusia dari neraka dan diperkenankan masuk surga. Jadi kalau banyak orang Kristen merasa sudah selamat, berarti mereka merasa sudah pasti akan terhindar dari neraka dan diperkenankan masuk surga. Pada umumnya, landasan banyak orang Kristen adalah karena mereka sudah meyakini atau memercayai dalam pikiran bahwa Yesus adalah Tuhan dan Juru Selamat. Itu sebabnya mereka merasa pantas meyakini bahwa diri mereka layak masuk surga. Tidak heran kalau ada orang Kristen meninggal biasanya dengan mudah kita menyatakan bahwa orang yang meninggal tersebut sudah bersama dengan Tuhan di surga. Tanpa disadari mereka telah tertipu oleh kuasa kegelapan. Sebab ini adalah pengertian yang tidak tepat. Keyakinan yang hanya pada aktivitas pikiran ternyata membangun Tuhan dalam fantasi mereka saja. Dan itu belumlah percaya yang menyelamatkan. Percaya adalah tindakan atau sikap hidup yang menyita seluruh hidup orang percaya.
Keselamatan tidak boleh hanya dikaitkan dengan terhindarnya manusia dari neraka dan diperkenan masuk surga. Keselamatan harus dikaitkan dengan rencana Allah semula dalam menciptakan manusia. Rencana Allah menciptakan manusia adalah Allah menghendaki suatu makhluk yang berkeadaan segambar dengan Allah dan memiliki keserupaan dengan Allah (Kej. 1:26-27). Pikiran dan perasaan inilah yang memampukan manusia membuat atau menciptakan kehendak. Dan kehendak manusia ini bebas, artinya tidak diatur atau dikendalikan oleh siapapun tetapi diatur oleh dirinya sendiri. Itulah sebabnya setiap orang harus bertanggung jawab atas hidupnya sendiri. Adapun kualitas kehendak seseorang apakah menjadi baik atau buruk tergantung dari keadaan atau kualitas pikiran dan perasaannya. Kalau keadaan atau kualitas pikiran dan perasaan seseorang baik, maka kehendaknya juga baik yaitu selalu sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah; dan sebaliknya.
Baik dan buruknya kualitas kehendak umat Perjanjian Baru diukur dari perasaan dan pikiran Allah atau kesucian Allah. Jika hal itu bisa dicapai, berarti seseorang memiliki kekudusan seperti Allah (1Ptr. 1:16-17). Dalam hal ini kesucian orang percaya haruslah mengikuti standar kesucian Allah Bapa. Kejatuhan manusia ke dalam dosa mengakibatkan manusia tidak mampu bertindak sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah, atau manusia tidak mampu melakukan kehendak Allah dengan sempurna. Manusia memang masih bisa berbuat baik sesuai dengan hukum, tetapi tidak mampu bertindak sesuai dengan pikiran perasaan Allah.
Keselamatan yang dianugerahkan kepada orang percaya bertujuan agar orang percaya dapat melakukan kehendak Allah dengan sempurna atau menjadi sempurna seperti Bapa. Menjadi “sempurna seperti Bapa” bukan berarti kita dapat menyamai Allah. Manusia adalah ciptaan yang tidak akan pernah bisa menyamai Allah sebagai Pencipta. Sempurna seperti Bapa artinya dalam segala hal yang kita lakukan, dapat selalu sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah atau selalu sesuai dengan kehendak Allah. Keadaan sempurna seperti Bapa inilah yang membuat manusia memiliki kemuliaan Allah. Kemuliaan Allah dalam hidup manusia terdapat pada moralitas kesucian hidupnya. Dalam hal ini manusia menjadi bernilai atau menjadi mulia bukan karena kekayaan, gelar, pangkat, penampilan dan lain sebagainya, melainkan pada kehidupan yang sesuai dengan kehendak Allah atau kesucian hidupnya.
Sejatinya, inilah isi dan tujuan rencana Allah semula, yaitu agar manusia selalu bertindak sesuai dengan kehendak Allah. Untuk ini kita harus berjuang untuk mencapai hal tersebut. Itulah sebabnya firman Tuhan mengatakan, “… karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar” (Flp. 2:12). Mengerjakan keselamatan artinya berjuang untuk menjadi serupa dengan Yesus. Kalau seseorang bertindak sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah, maka orang tersebut benar-benar dapat melayani perasaan Allah atau menyenangkan hati Allah sebagai Bapanya.
Sejatinya, Allah dapat dipuaskan atau disenangkan hati-Nya bukan hanya karena kita menjadi orang baik-baik yang bermoral dan melakukan hukum seperti kehidupan orang beragama pada umumnya, melainkan ketika kita dapat mencapai kesucian seperti Allah. Kehidupan Yesus adalah kehidupan melakukan kehendak Allah (Yoh. 4:34). Kehidupan seperti ini mutlak harus juga kita jalani, sebab hanya orang yang melakukan kehendak Allah yang masuk Kerajaan Surga (Mat. 7:21-23). Keselamatan dalam Yesus Kristus bukan hanya membuat seseorang diperkenan masuk surga, melainkan juga dipermuliakan bersama-sama dengan Tuhan Yesus.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
Pengertian yang benar mengenai keselamatan sangat berdampak terhadap kualitas hidup kekristenan orang percaya.